Menjadi Pewarta:
Meneladan Santo Stefanus - Martir
Selamat Natal bagi Anda semua. Semoga Damai Sang Kristus, Penyelamat,
hadir dalam hati dan keluarga Anda.
Yesus
dalam Injil bersabda, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu
khawatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya
itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang akan
berbicara, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berbicara dalam dirimu”.
Sabda itu menjadi nyata dalam diri Santo Stefanus-Martir yang kita peringati
pada tanggal 26 Desember.
Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Santo
Stefanus diangkat menjadi diakon oleh para rasul. Ia bertugas untuk melayani
dan membantu para rasul dalam bentuk pelayanan nyata: mengurus orang miskin,
janda dan mengajarkan iman. Terpilihnya Stefanus sebagai pelayan-diakon bagi
jemaat menjadikan dia sebagai pribadi yang ber-Roh sehingga dia dapat
mengadakan mukjizat dan berbicara secara bijaksana di tengah jemaat. Keberaniannya
untuk menjadi pelayan, secara khusus pelayan Tuhan, memiliki konsekuensi.
Karena keberaniannya untuk menjadi pelayan dan mewartakan iman, Stefanus rela
menyerahkan dirinya kembali kepada Tuhan dalam peristiwa “hukuman
rajam-dilempari batu sampai mati” yang diterimanya. Konon, dalam sebuah kisah
diceritakan, Santo Stefanus mengampuni orang-orang yang membunuhnya; ketika
dilempari batu, Stefanus berdoa, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada
mereka”.
Stefanus
yang merupakan martir pertama menjadi teladan kita dalam menghadapi orang-orang
yang memusuhi kita. Ia menjadi teladan kita dalam mengampuni orang-orang yang
melawan kita. Rasanya inilah panggilan Kristiani kita, yakni mewartakan kasih
kepada semua orang, terlebih mereka yang pernah melukai kita, baik lahir maupun
secara batin. Mewartakan kasih berarti: memberi maaf dan mendoakan teman,
sahabat dan tetangga yang mungkin tindakan atau kata-katanya melukai kita.
Rasanya, praksis iman itulah yang akan menjadikan suasana Natal di tahun ini
menjadi nyata.
Tuhan
memberkati. Amin.