Kamis, 21 Desember 2017

Menjadi Pewarta:
Meneladan Santo Stefanus - Martir

Selamat Natal bagi Anda semua. Semoga Damai Sang Kristus, Penyelamat, hadir dalam hati dan keluarga Anda.
Yesus dalam Injil bersabda, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu khawatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang akan berbicara, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berbicara dalam dirimu”. Sabda itu menjadi nyata dalam diri Santo Stefanus-Martir yang kita peringati pada tanggal 26 Desember.
 Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Santo Stefanus diangkat menjadi diakon oleh para rasul. Ia bertugas untuk melayani dan membantu para rasul dalam bentuk pelayanan nyata: mengurus orang miskin, janda dan mengajarkan iman. Terpilihnya Stefanus sebagai pelayan-diakon bagi jemaat menjadikan dia sebagai pribadi yang ber-Roh sehingga dia dapat mengadakan mukjizat dan berbicara secara bijaksana di tengah jemaat. Keberaniannya untuk menjadi pelayan, secara khusus pelayan Tuhan, memiliki konsekuensi. Karena keberaniannya untuk menjadi pelayan dan mewartakan iman, Stefanus rela menyerahkan dirinya kembali kepada Tuhan dalam peristiwa “hukuman rajam-dilempari batu sampai mati” yang diterimanya. Konon, dalam sebuah kisah diceritakan, Santo Stefanus mengampuni orang-orang yang membunuhnya; ketika dilempari batu, Stefanus berdoa, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka”.
Stefanus yang merupakan martir pertama menjadi teladan kita dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi kita. Ia menjadi teladan kita dalam mengampuni orang-orang yang melawan kita. Rasanya inilah panggilan Kristiani kita, yakni mewartakan kasih kepada semua orang, terlebih mereka yang pernah melukai kita, baik lahir maupun secara batin. Mewartakan kasih berarti: memberi maaf dan mendoakan teman, sahabat dan tetangga yang mungkin tindakan atau kata-katanya melukai kita. Rasanya, praksis iman itulah yang akan menjadikan suasana Natal di tahun ini menjadi nyata.

Tuhan memberkati. Amin.

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...