Kamis, 16 Juli 2020


Un jour de sabbat, Jésus vint à passer à travers des champs de blé. Ses disciples eurent faim et se mirent à arracher des épis et à les manger.
(Mt 12, 1)


Parce qu'ils avaient faim, les disciples avaient arraché des épis pour les manger. Le problème c'est que c'était un jour de Sabbat. Ce jour-là, tout travail est interdit. Les pharisiens ne manquent pas de le signaler à Jésus.

C'est vrai que la loi du repos absolu avait été donnée par Dieu. Il s'agissait pour lui d'éduquer son peuple et de le faire grandir. Le Sabbat (samedi) était vraiment le jour du Seigneur.

Malheureusement, les pharisiens n'ont rien compris. Ils sont sans doute très respectueux de la loi. Mais leur cœur est loin de Dieu. Alors, Jésus voudrait les inviter à faire un pas de plus sur le chemin de la conversion. Il n'est pas venu abolir la loi mais l'accomplir. Observer des préceptes ne suffit pas. Le plus important c'est que toute notre vie soit remplie de l'amour qui est en Dieu. Pour cela, dans sa première épitre aux corinthiens, saint Paul quand il parle de l’amour fraternel, dit : "Si je n'ai pas l'amour, je ne suis rien" (1 Co 13).

Aux yeux de Dieu, nous ne sommes pas seulement des "observants" mais des fils qui reproduisent l'image de son Fils bien-aimé. C'est son amour que nous devons prendre au sérieux dans les petites choses de la vie. Il s'agit de passer du devoir à l'amour, de la loi à la présence aimante.


Sabtu, 11 Juli 2020


Homili Minggu Biasa ke-XV

Menumbuhkan Benih Sabda

Yes 55: 10-11; Rom 8: 18-23
Mat 13: 1-23
Pada saat saya masih kecil, sebagian besar waktu bermain, secara khusus di waktu sore, saya habiskan bersama dengan teman-teman. Tempat bermain favorit kami adalah di area persawahan padi yang letaknya sangat dekat dengan perumahan penduduk. Menelusuri jalan-jalan kecil, memancing ikan dan belut, bermain layang-layang merupakan bagian dari kegiatan yang kami buat. Karena sangat begitu dekat dengan situasi area persawahan padi, saya mengamati bahwa keberadaan air memang sesuatu hal yang sangat penting bagi para petani. Ketika musim hujan tiba, di mana air hujan berlimpah dan didukung dengan sistem irigasi yang memadai, membuat para petani tahu bahwa itulah saat untuk menanam padi. Air sebagai bagian dari material alami memberikan efek konkrit bagi proses pertumbuhan padi karena dengan mengairi, ia juga membawa nutrisi yang dibutuhkan. Maka, jika itu semua berlangsung dengan baik, kurang lebih tiga bulan kemudian, musim panen akan tiba.
Dari pengalaman itu, saya kemudian dapat memahami arti penting air hujan dan salju sebagaimana yang disebutkan dalam bacaan pertama tadi. Keduanya menjadi sumber air untuk proses pertumbuhan tanaman dan pada akhirnya memberikan makanan, yakni roti sebagai sumber makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Apa yang turun dari langit, yakni air, memberikan pengaruh atau efek nyata. Demikianlah, Yesaya menggambarkan itu sebagai Firman yang keluar dari mulut Allah. Sebagai penyalur sada Allah, nabi berkata: “Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”.
Firman Allah yang keluar dari mulut Allah, di mana Firman itu bertindak aktif dengan memberikan efek nyata, yakni melaksanakan apa yang dikehendaki Allah dan akan berhasil dalam apa yang disuruhkan kepadanya, tak lain menunjuk pada Firman Allah yang menjadi Manusia. Dalam hal ini, Yohanes dalam bagian awal injilnya memberi pewartaan: Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1, 1-2, 14). Dia-lah Yesus Kristus, yang datang ke dunia, masuk ke dalam sejarah manusia, tinggal di tengah manusia, untuk melaksanakan kehendak Bapa dan untuk keselamatan manusia. Pelaksanaan kehendak Bapa yang berbuah pada keselamatan manusia, ditunjukkan-Nya melalui sabda dan karya, hingga pada pengorbanan hidup-Nya di salib. Pelaksanaan kehendak Bapa dan itu berbuah pada keselamatan manusia pada akhirnya menjadi bentuk konkrit dari misi-Nya, yakni menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.
Orang-orang yang percaya dalam nama-Nya diselamatkan, yakni mereka yang berkat ke-Putera-an-Nya diangkat menjadi anak-anak Allah. Mereka adalah kita, ya, kita, bagian dari mereka yang percaya pada Sabda yang menjadi Manusia itu. Atas dasar pengangkatan diri kita sebaga anak-anak Allah, Yesus pun mengundang kita untuk melanjutkan misi-Nya, yakni menghadirkan Kerajaan Allah yang membawa keselamatan di dunia kita sekarang ini. Misi itu sebuah panggilan untuk mewujudkan dalam tindakan konkrit sabda (dan juga ajaran) Yesus sendiri yang menghadirkan keselamatan dan kedamian. Memang, untuk melaksankannya, tentu bukan hal yang mudah. Ibarat benih yang tumbuh dalam beberapa situasi atau keadaan, sebagaimana dalam Injil pada hari ini, Kristus ingin mengatakan bahwa demikianlah dengan situasi dalam hidup kita; bahwa ada selalu tantangan untuk menumbuhkan benih dari Sabda Kristus. Dari tiga situasi pertama dari benih, itu mewakili dua tantangan berkaitan dengan pertumbuhan benih Sabda Tuhan, yakni tantangan dari dalam diri dan dari luar.
Tantangan dari dalam diri menunjuk pada keadaan di mana orang berhadapan dengan kurangnya pengenalan dan pemahaman yang mendalam tentang Sabda Krustus. Itu berdampak pada tidak adanya niat untuk mewujudkan sabda Kristus yang sudah ia dengar dalam hidup. Itulah gambaran benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
Tantangan dari luar menunjuk pada keadaan di mana orang berhadapan dengan keadaan di mana ia takut untuk memperjuangkan sabda Tuhan, dengan alasan-alasan dari luar sehingga membuatnya untuk meninggalkan Kristus dan sabda-Nya. Itulah gambaran benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu. Tantangan dari luar ini juga menunjuk pada keadaan di mana orang tunduk pada tawaran akan kemewahan dan material duniawi di mana itu membawanya kepada pemahaman bahwa harta di dunia ini adalah hal yang penting bagi keselamatan jiwa. Inilah yang kemudian bisa membuat sabda yang sudah tertanam dalam dirinya, tidak dapat berbuah karena ia lebih mencari kepentingan duniawi. Inilah gambaran benih yang ditaburkan di tengah semak duri.
Namun, ada hal yang berbeda dengan benih yang jatuh di tanah yang baik. Sebagai benih yang tumbuh, pasti juga berhadapan dengan tantangan, bagaimana ia tetap harus memunculkan tunas dan daun, bagaimana ia tetap harus mencari air dan cahaya; demikianlah benih itu, di tengah perjuangannya, ia bisa tumbuh dan menghasilkan buah. Inilah gambaran bagaimana orang-orang kristiani, di tengah situas dunia yang penuh tantangan, baik itu dari dalam maupun luar, tetap berjuang untuk mengkonkritkan sabda dan ajaran Kristus agar memberikan buah keselamatan dan kedamaian bagi dunia dan sesama yang berada di sekitarnya. Dan bagi orang-orang ini, akan ada kemuliaan yang akan dinyatakan kepada mereka, yakni sebagai anak-anak Allah yang sejati, dan itulah yang ditekankan oleh Santo Paulus dalam suratnya dalam bacaan kedua.
Dan saya yakin dengan penuh harap bahwa, di antara orang-orang ini, yakni orang-orang dari gambaran benih yang tumbuh di tanah yang baik meski tetap menghadapi tantangan dalam kehidupan; (di antara orang-orang ini) ada kita di dalamnya.
Amin.

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...