Homili Minggu Biasa ke-XV
Menumbuhkan Benih Sabda
Yes 55: 10-11; Rom 8: 18-23
Mat 13: 1-23
Pada saat saya masih kecil, sebagian besar
waktu bermain, secara khusus di waktu sore, saya habiskan bersama dengan
teman-teman. Tempat bermain favorit kami adalah di area persawahan padi yang
letaknya sangat dekat dengan perumahan penduduk. Menelusuri jalan-jalan kecil,
memancing ikan dan belut, bermain layang-layang merupakan bagian dari kegiatan
yang kami buat. Karena sangat begitu dekat dengan situasi area persawahan padi,
saya mengamati bahwa keberadaan air memang sesuatu hal yang sangat penting bagi
para petani. Ketika musim hujan tiba, di mana air hujan berlimpah dan didukung
dengan sistem irigasi yang memadai, membuat para petani tahu bahwa itulah saat
untuk menanam padi. Air sebagai bagian dari material alami memberikan efek
konkrit bagi proses pertumbuhan padi karena dengan mengairi, ia juga membawa
nutrisi yang dibutuhkan. Maka, jika itu semua berlangsung dengan baik, kurang
lebih tiga bulan kemudian, musim panen akan tiba.
Dari pengalaman itu, saya kemudian dapat
memahami arti penting air hujan dan salju sebagaimana yang disebutkan dalam
bacaan pertama tadi. Keduanya menjadi sumber air untuk proses pertumbuhan
tanaman dan pada akhirnya memberikan makanan, yakni roti sebagai sumber makanan
yang dibutuhkan oleh manusia. Apa yang turun dari langit, yakni air, memberikan
pengaruh atau efek nyata. Demikianlah, Yesaya menggambarkan itu sebagai Firman
yang keluar dari mulut Allah. Sebagai penyalur sada Allah, nabi berkata: “Demikianlah
firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan
sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil
dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”.
Firman Allah yang keluar dari mulut Allah,
di mana Firman itu bertindak aktif dengan memberikan efek nyata, yakni
melaksanakan apa yang dikehendaki Allah dan akan berhasil dalam apa yang
disuruhkan kepadanya, tak lain menunjuk pada Firman Allah yang menjadi Manusia.
Dalam hal ini, Yohanes dalam bagian awal injilnya memberi pewartaan: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya
bersama-sama dengan Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara
kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan
kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh
1, 1-2, 14). Dia-lah Yesus Kristus, yang datang ke dunia, masuk ke dalam
sejarah manusia, tinggal di tengah manusia, untuk melaksanakan kehendak Bapa
dan untuk keselamatan manusia. Pelaksanaan kehendak Bapa yang berbuah pada
keselamatan manusia, ditunjukkan-Nya melalui sabda dan karya, hingga pada
pengorbanan hidup-Nya di salib. Pelaksanaan kehendak Bapa dan itu berbuah pada
keselamatan manusia pada akhirnya menjadi bentuk konkrit dari misi-Nya, yakni
menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.
Orang-orang yang percaya dalam nama-Nya
diselamatkan, yakni mereka yang berkat ke-Putera-an-Nya diangkat menjadi
anak-anak Allah. Mereka adalah kita, ya, kita, bagian dari mereka yang percaya
pada Sabda yang menjadi Manusia itu. Atas dasar pengangkatan diri kita sebaga
anak-anak Allah, Yesus pun mengundang kita untuk melanjutkan misi-Nya, yakni
menghadirkan Kerajaan Allah yang membawa keselamatan di dunia kita sekarang
ini. Misi itu sebuah panggilan untuk mewujudkan dalam tindakan konkrit sabda (dan
juga ajaran) Yesus sendiri yang menghadirkan keselamatan dan kedamian. Memang,
untuk melaksankannya, tentu bukan hal yang mudah. Ibarat benih yang tumbuh
dalam beberapa situasi atau keadaan, sebagaimana dalam Injil pada hari ini, Kristus
ingin mengatakan bahwa demikianlah dengan situasi dalam hidup kita; bahwa ada
selalu tantangan untuk menumbuhkan benih dari Sabda Kristus. Dari tiga situasi
pertama dari benih, itu mewakili dua tantangan berkaitan dengan pertumbuhan
benih Sabda Tuhan, yakni tantangan dari dalam diri dan dari luar.
Tantangan dari dalam diri menunjuk pada
keadaan di mana orang berhadapan dengan kurangnya pengenalan dan pemahaman yang
mendalam tentang Sabda Krustus. Itu berdampak pada tidak adanya niat untuk
mewujudkan sabda Kristus yang sudah ia dengar dalam hidup. Itulah gambaran
benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
Tantangan dari luar menunjuk pada keadaan
di mana orang berhadapan dengan keadaan di mana ia takut untuk memperjuangkan
sabda Tuhan, dengan alasan-alasan dari luar sehingga membuatnya untuk
meninggalkan Kristus dan sabda-Nya. Itulah gambaran benih yang ditaburkan di
tanah yang berbatu-batu. Tantangan dari luar ini juga menunjuk pada keadaan di
mana orang tunduk pada tawaran akan kemewahan dan material duniawi di mana itu
membawanya kepada pemahaman bahwa harta di dunia ini adalah hal yang penting
bagi keselamatan jiwa. Inilah yang kemudian bisa membuat sabda yang sudah
tertanam dalam dirinya, tidak dapat berbuah karena ia lebih mencari kepentingan
duniawi. Inilah gambaran benih yang ditaburkan di tengah semak duri.
Namun, ada hal yang berbeda dengan benih
yang jatuh di tanah yang baik. Sebagai benih yang tumbuh, pasti juga berhadapan
dengan tantangan, bagaimana ia tetap harus memunculkan tunas dan daun,
bagaimana ia tetap harus mencari air dan cahaya; demikianlah benih itu, di
tengah perjuangannya, ia bisa tumbuh dan menghasilkan buah. Inilah gambaran
bagaimana orang-orang kristiani, di tengah situas dunia yang penuh tantangan,
baik itu dari dalam maupun luar, tetap berjuang untuk mengkonkritkan sabda dan
ajaran Kristus agar memberikan buah keselamatan dan kedamaian bagi dunia dan
sesama yang berada di sekitarnya. Dan bagi orang-orang ini, akan ada kemuliaan
yang akan dinyatakan kepada mereka, yakni sebagai anak-anak Allah yang sejati,
dan itulah yang ditekankan oleh Santo Paulus dalam suratnya dalam bacaan kedua.
Dan saya yakin dengan penuh harap bahwa,
di antara orang-orang ini, yakni orang-orang dari gambaran benih yang tumbuh di
tanah yang baik meski tetap menghadapi tantangan dalam kehidupan; (di antara
orang-orang ini) ada kita di dalamnya.
Amin.