Kamis, 24 Agustus 2017

Judul Buku     :    Fokus (Terj.)
Penulis            :    Daniel Goleman
Penerbit          :    PT Gramedia Pustaka Utama - Jakarta
Tahun Terbit  :    2016

Apakah Anda memberikan atensi? Apakah Anda benar-benar berfokus pada buku di tangan Anda? Ataukah Anda sudah mengalihkan perhatian dengan mengecek jam tangan, e-mail, SMS, Facebook, dan sebagainya? Masih menahan dorongan untuk membiarkan pikiran Anda mengembara? Beberapa pertanyaan tersebut merupakan penyadaran kembali terhadap kehadiran Anda kini dan sekarang.
Mungkin setelah kita terhenyak dan sadar, pertanyaan-pertanyaan di atas menyadarkan kembali kehadiran Anda. Anda pun sadar bahwa kadang pikiran mengembara entah ke mana. Itu sangatlah wajar. Mengapa? Karena pada praktiknya, pikiran seorang pembaca pun biasanya mengembara sebanyak 40% dari total waktu saat dia membaca teks. Namun, apa manfaat dari memberikan atensi untuk jangka waktu yang lama? Dalam buku Fokus, Daneil Goleman menunjukkan mengapa fondasi kesuksesan di segala bidang kehidupan kita adalah kemampuan untuk berfokus.
Kesadaran diri salah satu resep yang disebut Goleman dalam memiliki keter-fokus-an. Kesadaran diri, khususnya ketepatan dalam menguraikan petunjuk-petunjuk internal dari gumaman batin kita, memegang kuncinya. Kesadaran diri merupakan lambang fokus yang hakiki, sesuatu yang bisa menyelaraskan diri kita dengan gumaman haus dari batin kita, yang bisa membantu jalan hidup kita (hal. 73). “Radar mental” (baca: kesadaran diri) dapat dijadikan sebagai kunci pengelolaan apa yang kita lakukan; dan tak kalah pentingnya, apa yang tidak kita lakukan. Prinsipnya adalah bahwa kesadaran diri membawa diri kita pada penyadaran, ke-kini-an.
Kesadaran diri sebagai salah satu resep untuk fokus juga harus disertai dengan kemampuan “membaca orang lain”. Kemampuan ini yang menurut Goleman dipahami sebagai kepekaan sosial. Kepekaan sosial memampukan untuk memiliki kesadaran mengenai apa yang pantas secara sosial yang mendatangi kita sebagai perasaan di tubuh; yang memberikan sinyal-sinyal atau perasaan tertentu yang datang dari orang yang sedang bersama dengan kita. Kesadaran akan konteks (sosial) juga membantu di level yang berbeda: memetakan jaringan sosial di suatu kelompok atau sekolah baru atau tempat kerja; kecakapan yang membuat kita bisa mengelola relasi-relasi itu dengan baik (hal. 139).
Untuk menutup bukunya, Goleman berharap bahwa kualitas keter-fokus-an itu dapat menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu sendiri bergantung pada kemampuan menarik dan mengarahkan atensi kolektif secara efektif (hal. 245). Adapun atensi yang mengemuka menuntut adanya unsur-unsur: pemusatan pada diri sendiri (fokus diri), menarik dan mengarahkan perhatian dari pihak lain, serta memperoleh dan menjaga perhatian yang dipimpin.
Karya Goleman yang tertuang dalam buku yang berjudul Fokus ini sangat baik dibaca bagi mereka yang menginginkan perubahan dalam diri menjadi lebih baik. Salah satu dasar utama untuk itu adalah membangun kesadaran diri, saat ini dan sekarang.

Selamat membaca!

Minggu, 20 Agustus 2017

MENJADI PELAYAN BAGI SESAMA

Mat 23: 1-12

Sahabat dehonian yang terkasih, pada bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus berhadapan dengan orang-orang yang memusuhi-Nya. Mereka itu adalah para ahli Kitab – yang dikenal sebagai para ahli-ahli Taurat – dan orang-orang Farisi. Para ahi Kitab ini adalah para kaum intelektualis religius yang dengan kemampuan dan kuasanya memberikan penafsiran serta pengajaran yang berdasarkan pada Kitab Perjanjian Lama. Apa yang diajarkan mereka diharapkan menjadi pedoman bagi jemaat untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari. Sementara, orang-orang Farisi adalah orang yang membanggakan dirinya sebagai orang-orang yang masuk dalah hitungan mereka yang menaati hukum (agama).
Dalam banyak kasus, sering kita jumpai bahwa mereka – kedua kelompok itu – menentang dan menolak kehadiran Yesus. Kehadiran Yesus bagi mereka dipandang sebagai “pendatang baru” yang menganggu posisi kemapanan mereka di tengah jemaat dan masyarakat.
Sungguh menarik jika kita melihat sikap Yesus terhadap mereka. Yesus mengajak para murid dan orang-orang untuk memiliki sikap kritis terhadap para ahli Kitab dan orang-orang Farisi. Ini tampak pada sikap kritis Yesus: “Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi jangan turuti perbuatan-perbuatan mereka. Karena, mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya”. Dalam hal ini, Yesus sebenarnya mengajak para murid dan orang-orang yang Ia ajar untuk tidak mengikuti kemunafikan para ahli Taurat. Yesus juga mengecam orang-orang Farisi yang suka menonjolkan diri dan mendapatkan kehormatan di mata banyak orang. Oleh karena itu, Yesus menghendaki supaya para murid dan orang-orang menjadi pribadi yang tidak seperti orang Farisi, melainkan menjadi pribadi yang bersemangat dalam pelayanan dengan memiliki sifat kerendahan hati.
Ajaran dan ajakan Yesus ini menjadi tantangan bagi kita sebagai murid-murid-Nya pada jaman sekarang. Di tengah kecenderungan yang egois untuk menjadi “yang terdepan” di antara yang lain, kadang kita ingin menjadi tuan atas anggota komunitas yang lain, atas istri, suami, anak-anak dan orang-orang yang dipercayakan kepada kita. Dengan menjadi murid Kristus, kita hendaknya menjadi pelayan bagi yang lain. Kita diminta untuk mengutamakan sesama dalam situasi apa dan kapan pun. Dengan menjadikan diri sebagai pelayan bagi sesama, kehadiran kita sungguh menunjukkan jati diri seorang Kristiani sejati yang dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang lebih baik.
Tuhan memberkati.

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...