Jumat, 29 September 2017

Judul Buku     :    How to Win Friends & Influence People In The Digital Age (terj.)
Penulis            :    Dale Carnagie & Associates
Penerbit          :    PT Gramedia Pustakan Utama - Jakarta
Tahun Terbit  :    2017

Pada tahun 1963, Dale Carnegie melontarkan pernyataan yang menarik kepada para pembaca: “Kemungkinan besar, masalah terbesar yang Anda hadapi adalah berusuan dengan orang lain”. Pernyataan ini menjadi fondasi dari How to Win Friends and Influence People, dan pernyataan ini masih berlaku pada zaman sekarang (hal. x).
Adalah baik untuk mendalami pernyataan tersebut sebagai pijakan untuk membangun sebuah hubungan-relasi komunikasi antar manusia pada era digital seperti sekarang ini. How to Win Friends and Influence People memberikan penjelasan dan sekaligus mengulas kesempatan untuk mendapatkan teman dan memengaruhi orang lain pada masa kini. Dulu, kedua hal itu dapat dicapai dengan tiga cara yang biasa dilakukan, yakni: bertemu secara langsung, melalui surat dan melalui telepon. Orang-orang pada zaman itu menekankan pentingnya pertemuan secara langsung – eksistensi di hadapan yang lain – karena tidak ada sarana lain yang dapat dipakai untuk menggantikannya. Pada zaman sekarang, hal itu menjadi pengecualian. Media sosial yang terbalut dalam koneksi digital menjadi sarana utama. Melalui media ini, kesempatan untuk mendapat teman dan memengaruhi orang lain dapat dilakukan tanpa ada pertemuan dan kehadiran secara langsung.
Memang, karya Carnege ini adalah karya yang ditulis beberapa tahun yang lalu. Namun, dengan beberapa tambahan yang diberikan, pada intinya membuat karya ini dapat diterapkan pada era sekarang. Ada beberapa prinsip utama yang menjadi dasar karya ini dalam membangun hubungan-relasi. Carnage memberikan beberapa resep membangun relasi yang kemudian ia rumuskan ke dalam beberapa cara membangun dan menjaga hubungan-relasi.
Ada enam cara untuk memberikan kesan yang bertahan lama: tunjukkan minat terhadap minat orang lain, tersenyumlah, berkuasa dengan nama, simak lebih lama, bahas apa yang penting bagi mereka, buat orang lain merasa lebih baik. Keenam cara ini adalah resep di mana setiap pribadi diajak untuk menjadi orang yang mampu memberikan kesan baik bagi orang lain yang hadir di depannya. Mungkin di antara itu semua, tersenyum adalah satu hal yang mudah dilakukan. Senyuman, hal itu meningkatkan nilai wajah Anda (hal. 67).
Setelah mendapat kesan dari orang lain, selanjutnya relasi diharapkan mulai terbangun. Selanjutnya, proses terbangunnya relasi itu hendaknya dibarengi dengan mendapatkan dan menjaga kepercayaan yang didapat dari orang lain. Proses ini dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut: mengakui kesalahan dengan cepat dan sungguh-sungguh, membiarkan orang lain mendapat pengakuan, memberikan sikap yang ramah dan jangan berkata “Kau salah”; sebab memberitahu orang bahwa mereka atau dia salah hanya akan membuat orang atau pribadi memusuhi Anda (hal. 129).
Pada bagian akhir, diulas seni menuntun perubahan tanpa penolakan atau kebencian. Bagian ini lebih menekankan upaya untuk menjaga hubungan-relasi yang sudah terbangun, lebih sekadar dari penerimaan kepercayaan dari orang lain. Satu hal yang menjadi bagian dari seni ini adalah senantiasa memberian pujian. Pujian menjadi pijakan utama di saat kita akan memberikan masukan atau kritik yang membangun. Pada praksisnya, sebagian besar dari kita tidak harus bersusah payah mencari kesempatan untuk memuji; kita hanya perlu memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada setiap harinya (hal. 234).
Meski membutuhkan ketekunan dalam membaca, How to Win Friends and Influence People memberikan sumbangan luar biasa bagi siapa saja yang telah membacanya. Karya ini sungguh dimaksudkan bagi siapa saja yang mau menjadi pribadi yang lebih cerdas dalam membangun dan menjadi hubungan-relasi yang telah dibangun. 

Selasa, 05 September 2017

                                      KELUAR DARI ZONA NYAMAN

Luk 8: 19-21

Terdengar begitu jelas jawaban Yesus: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya”. Jawaban Yesus sebagai tanggapan atas pemberitahuan yang diberikan kepada-Nya tentu mengejutkan orang-orang. Mungkin beberapa orang di sekitarnya bertanya dalam diri: “Mengapa Ia tidak mau bertemu dengan Ibu beserta saudara-saudara-Nya”? Atau bahkan ada yang bertanya: “Apakah ada masalah antara Yesus dengan Ibu serta keluarga-Nya yang menyebabkan Ia tidak mau untuk bertemu”?
Tentu, Yesus sendiri ketika dihadapkan dengan situasi tersebut, sudah secara mendalam memilih apa yang tepat. Rasanya Ia sudah memeriksa diri – kehadiran dan misi-Nya – dan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil-Nya. Jawaban Yesus terhadap situasi itu menunjukkan bahwa Ia lebih memilih untuk menemani orang banyak yang sedang mendengarkan Dia bersabda. Mungkin pilihan ini terasa konyol dan tidak masuk akal. Bukankah kerinduan untuk bertemu dengan orang-orang yang dicintai (dalam hal ini adalah keluarga), setelah lama tidak berjumpa, ada di dalam hati setiap manusia; tanpa terkecuali dengan Yesus? Namun, itulah pilihan yang diambil Yesus, sebuah keputusan radikal. Keputusan itu menunjukkan keberanian Yesus untuk keluar dari zona nyaman – kebersamaan dengan keluarga – demi pencapaian tujuan misi-Nya.
Adalah baik bagi kita untuk dapat belajar dari Yesus; tentunya tidak harus dengan konteks yang sama dengan-Nya. Kita bisa membawa sikap dan keberanian pemilihan keputusan yang dibuat Yesus dalam hidup keseharian sebagai orang Kristiani. Kadang dalam menjalani hidup, entah dalam setiap tugas perutusan atau pun karya, kita berada dalam situasi keragu-raguan dan ketidaknyamanan ketika dihadapkan pada suatu pilihan. Misalnya saja, ketika di lingkungan kerja kita dibujuk untuk melakukan tindakan penyelewengan penggunaan keuangan oleh teman atau atasan. Berhadapan dengan itu, nyaman memang jika kita menuruti apalagi jika kita mendapatkan “bagian”. Meski demikian, kita tetap harus berani mengambil sikap seperti yang Yesus lakukan: berani menolak dan bahkan mengingatkan teman atau atasan kita. Itu hanya sekadar contoh saja; mungkin dalam kenyataan kita memiliki pengalaman yang hampir sama.
Untuk itu, sekarang marilah kita hening sejenak; mengingat kembali pengalaman hidup, apakah kita pernah berhadapan atau dihadapkan pada situasi semacam itu? Kalau memang pernah, tindakan apa yang dibuat? Ke depan, beranikah kita, atau saya pribadi, bertindak radikal – memilih keputusan yang baik – seperti yang pernah Yesus buat?
Tuhan memberkati.

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...