Selasa, 05 September 2017

                                      KELUAR DARI ZONA NYAMAN

Luk 8: 19-21

Terdengar begitu jelas jawaban Yesus: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya”. Jawaban Yesus sebagai tanggapan atas pemberitahuan yang diberikan kepada-Nya tentu mengejutkan orang-orang. Mungkin beberapa orang di sekitarnya bertanya dalam diri: “Mengapa Ia tidak mau bertemu dengan Ibu beserta saudara-saudara-Nya”? Atau bahkan ada yang bertanya: “Apakah ada masalah antara Yesus dengan Ibu serta keluarga-Nya yang menyebabkan Ia tidak mau untuk bertemu”?
Tentu, Yesus sendiri ketika dihadapkan dengan situasi tersebut, sudah secara mendalam memilih apa yang tepat. Rasanya Ia sudah memeriksa diri – kehadiran dan misi-Nya – dan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil-Nya. Jawaban Yesus terhadap situasi itu menunjukkan bahwa Ia lebih memilih untuk menemani orang banyak yang sedang mendengarkan Dia bersabda. Mungkin pilihan ini terasa konyol dan tidak masuk akal. Bukankah kerinduan untuk bertemu dengan orang-orang yang dicintai (dalam hal ini adalah keluarga), setelah lama tidak berjumpa, ada di dalam hati setiap manusia; tanpa terkecuali dengan Yesus? Namun, itulah pilihan yang diambil Yesus, sebuah keputusan radikal. Keputusan itu menunjukkan keberanian Yesus untuk keluar dari zona nyaman – kebersamaan dengan keluarga – demi pencapaian tujuan misi-Nya.
Adalah baik bagi kita untuk dapat belajar dari Yesus; tentunya tidak harus dengan konteks yang sama dengan-Nya. Kita bisa membawa sikap dan keberanian pemilihan keputusan yang dibuat Yesus dalam hidup keseharian sebagai orang Kristiani. Kadang dalam menjalani hidup, entah dalam setiap tugas perutusan atau pun karya, kita berada dalam situasi keragu-raguan dan ketidaknyamanan ketika dihadapkan pada suatu pilihan. Misalnya saja, ketika di lingkungan kerja kita dibujuk untuk melakukan tindakan penyelewengan penggunaan keuangan oleh teman atau atasan. Berhadapan dengan itu, nyaman memang jika kita menuruti apalagi jika kita mendapatkan “bagian”. Meski demikian, kita tetap harus berani mengambil sikap seperti yang Yesus lakukan: berani menolak dan bahkan mengingatkan teman atau atasan kita. Itu hanya sekadar contoh saja; mungkin dalam kenyataan kita memiliki pengalaman yang hampir sama.
Untuk itu, sekarang marilah kita hening sejenak; mengingat kembali pengalaman hidup, apakah kita pernah berhadapan atau dihadapkan pada situasi semacam itu? Kalau memang pernah, tindakan apa yang dibuat? Ke depan, beranikah kita, atau saya pribadi, bertindak radikal – memilih keputusan yang baik – seperti yang pernah Yesus buat?
Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...