NYALA API SEMANGAT CINTA TUHAN
(Luk. 12: 49-53)
Sahabat dehonian yang terkasih, dalam
Injil yang baru saja kita baca mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus berkarya.
Dalam karya-Nya itu, Ia mewartakan bahwa kedatangan-Nya membawa pertentangan,
bukan perdamaian. Apa yang dikatakan-Nya tentu membuat kita terkejut dan bahkan
bertanya-tanya: apa maksud dari semuanya itu?
Dalam perjalanan karya perutusan,
Yesus mengalami banyak pengalaman; dan pengalaman-pengalaman itu meliputi
pengalaman penerimaan serta penolakan dari orang-orang yang mendengarkan-Nya.
Orang-orang yang mendengarkan pewartaan-Nya menjadi percaya dan mengikuti-Nya;
sedangkan orang-orang yang tidak mendengar – bahkan menolak pewartaan-Nya –
memusuhi Yesus. Bisa jadi, mereka yang percaya kepada Yesus akan mengalami hal
yang sama dengan yang Yesus alami, yakni akan ditolak dan dimusuhi. Inilah
konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi.
Tak jarang dan tak terhindar bila
konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi itu adalah bagian dari hidup kita,
yang percaya kepada Yesus dan menjadi pengikut atau murid-murid-Nya. Maka,
sebagai murid-murid Kristus, kita harus terus-menerus mengarahkan diri
kepada-Nya. Yesus pun berharap bahwa api kasih-Nya yang dicurahkan kepada kita
terus menyala, terus membakar kita untuk setia mengikuti-Nya. Tanda di mana
kita setia untuk mengikuti-Nya terwujud dengan usaha dan perjuangan kita untuk
mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita: keluarga, teman atau
sahabat; mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan kepada
kita.
Memang, kesetiaan dalam usaha dan
memperjuangkan mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita
membutuhkan tekad, bahkan tidak hanya itu; kadang juga membutuhkan pengorbanan.
Saya pun demikian. Ketika harus melayani umat di stasi-stasi dengan memberikan
pelayanan, pelayanan Misa misalnya, kadang harus disertai dengan tekad bulat
dan keharusan untuk berani berkorban.
Berhadapan dengan situasi jarak
tempuh 30 sampai 40-an kilometer, belum lagi disertai dengan medan jalan yang
penuh dengan lobang (orang menyebut keadaan infrastruktur jalan di tempat kami
sebagai “wisata jeglongan sewu”; tapi saya merubahnya menjadi “wisata jeglongan
rongewu luwih”); berhadapan dengan situasi tindak kriminal “grandong” (di mana
pelaku kejahatan dengan senjata api rakitan meminta paksa kendaraan motor korban
di jalan) yang kian merajalela; beberapa situasi di atas memang jika dipandang
sebagai situasi yang berisiko. Tapi kesadaran saya bahwa tugas pelayanan umat
adalah bagian dari tugas perutusan yang dipercayakan, inilah yang mendorong
saya untuk lebih dan lebih berani bertekad untuk terus melangkah; sekalipun
pengorbanan memintanya.
Nyala api cinta yang dibawa Tuhan sudah
bernyala di dalam diri dalam pelaksanaan tugas pelayanan rasanya menjadi daya
pacu dan picu bagi saya; demikian pula dengan Anda, sahabatku. Tuhan pun
memberikan nyala api cinta yang sama yang mendorong Anda untuk berusaha dan
berjuang untuk mencintai mereka atau apa yang dipecayakan kepada kita; serta
mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan.
Tuhan memberkati. Amin!