Kamis, 19 Oktober 2017

          NYALA API SEMANGAT CINTA TUHAN

                             (Luk. 12: 49-53)

Sahabat dehonian yang terkasih, dalam Injil yang baru saja kita baca mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus berkarya. Dalam karya-Nya itu, Ia mewartakan bahwa kedatangan-Nya membawa pertentangan, bukan perdamaian. Apa yang dikatakan-Nya tentu membuat kita terkejut dan bahkan bertanya-tanya: apa maksud dari semuanya itu?
Dalam perjalanan karya perutusan, Yesus mengalami banyak pengalaman; dan pengalaman-pengalaman itu meliputi pengalaman penerimaan serta penolakan dari orang-orang yang mendengarkan-Nya. Orang-orang yang mendengarkan pewartaan-Nya menjadi percaya dan mengikuti-Nya; sedangkan orang-orang yang tidak mendengar – bahkan menolak pewartaan-Nya – memusuhi Yesus. Bisa jadi, mereka yang percaya kepada Yesus akan mengalami hal yang sama dengan yang Yesus alami, yakni akan ditolak dan dimusuhi. Inilah konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi.
Tak jarang dan tak terhindar bila konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi itu adalah bagian dari hidup kita, yang percaya kepada Yesus dan menjadi pengikut atau murid-murid-Nya. Maka, sebagai murid-murid Kristus, kita harus terus-menerus mengarahkan diri kepada-Nya. Yesus pun berharap bahwa api kasih-Nya yang dicurahkan kepada kita terus menyala, terus membakar kita untuk setia mengikuti-Nya. Tanda di mana kita setia untuk mengikuti-Nya terwujud dengan usaha dan perjuangan kita untuk mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita: keluarga, teman atau sahabat; mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita.
Memang, kesetiaan dalam usaha dan memperjuangkan mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita membutuhkan tekad, bahkan tidak hanya itu; kadang juga membutuhkan pengorbanan. Saya pun demikian. Ketika harus melayani umat di stasi-stasi dengan memberikan pelayanan, pelayanan Misa misalnya, kadang harus disertai dengan tekad bulat dan keharusan untuk berani berkorban.
Berhadapan dengan situasi jarak tempuh 30 sampai 40-an kilometer, belum lagi disertai dengan medan jalan yang penuh dengan lobang (orang menyebut keadaan infrastruktur jalan di tempat kami sebagai “wisata jeglongan sewu”; tapi saya merubahnya menjadi “wisata jeglongan rongewu luwih”); berhadapan dengan situasi tindak kriminal “grandong” (di mana pelaku kejahatan dengan senjata api rakitan meminta paksa kendaraan motor korban di jalan) yang kian merajalela; beberapa situasi di atas memang jika dipandang sebagai situasi yang berisiko. Tapi kesadaran saya bahwa tugas pelayanan umat adalah bagian dari tugas perutusan yang dipercayakan, inilah yang mendorong saya untuk lebih dan lebih berani bertekad untuk terus melangkah; sekalipun pengorbanan memintanya.
Nyala api cinta yang dibawa Tuhan sudah bernyala di dalam diri dalam pelaksanaan tugas pelayanan rasanya menjadi daya pacu dan picu bagi saya; demikian pula dengan Anda, sahabatku. Tuhan pun memberikan nyala api cinta yang sama yang mendorong Anda untuk berusaha dan berjuang untuk mencintai mereka atau apa yang dipecayakan kepada kita; serta mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan.

Tuhan memberkati. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...