Sabtu, 31 Agustus 2019


On Line di Hadapan Allah
(Makna Adorasi)


Dalam adorasi, yang berkaitan erat dengan perayaan Ekaristi,
kita renungkan kekayaan yang termuat dalam misteri iman kita ini,
supaya Tubuh dan Darah Kristus, … mengubah hidup kita lebih mendalam.
(Konstitusi SCJ no. 83)


Orang di zaman sekarang sudah tidak merasa asing lagi jika mendengar kata “on line”, apalagi bagi kaum muda. On line menjadi kata yang familiar lantaran memiki keterkaitan dengan fenomena zaman sekarang, yakni dunia internet yang digandrungi banyak orang. Dalam dunia tersebut, orang dapat mencari segala data atau informasi yang diinginkan; bahkan ia dapat membangun komunikasi dengan banyak orang dalam waktu yang serentak – sebut saja dengan adanya jejaring sosial facebook.
Dalam ber-facebook ria, orang sangat merasa nyaman ketika ia sedang on line dihadapan layar komputer. Kenyamanan itu terasa karena ia dapat membangun komunikasi dengan orang(-orang) lain, entah teman, pacar, keluarga ataupun kenalan. Membangun komunikasi yang sangat intens-terfokus ini merupakan kunci utama ketika orang sedang on line. Ia senantiasa memandang teman yang sedang sama-sama on line sebagai seseorang yang terasa dekat, sekalipun nyatanya saling berjauhan. Kenyamanan orang selama on line karena dapat mendialogkan segala pengalaman hidup dengan orang yang menjadi lawan bicara membuat waktu berjalan begitu cepat!
Jika orang dapat begitu nyaman dan intens dalam membangun komunikasi ketika sedang on line di hadapan dunia internet, mungkinkan hal itu dapat menjadi inspirasi dalam membangun komunikasi dengan Yang Ilahi bila kita sedang on line di hadapan Allah (yang nyata dalam pengalaman adorasi)? Ketika berada dan bersembah sujud kepada Tuhan menjadikan waktu tak terasa begitu cepat berjalan, terbangunnya komunikasi dengan Dia yang bertahta dalam rupa Roti Kudus, dan pada akhinya melahirkan perasaan yang nyaman dalam hati …, itulah makna terdalam dari adorasi. Itulah makna yang terkandung dalam adorasi ketika seseorang sedang on line di hadapanNya.

Makna Adorasi
Jemaat Katolik yang sejati senantiasa memandang Allah sebagai sumber kekuatan dalam mengarungi peziaran hidup di dunia. Untuk itu, usaha untuk menjalin komunikasi dan mendialogkan perjalanan/pengalaman hidup dengan Sang Sumber Kekuatan merupakan keutamaan rohani yang pantas diperjuangkan. Dalam khasanah kekayaan devosi yang dimiliki oleh Gereka Katolik, adorasi memiliki tempat untuk memperjuangkan keutamaan rohani tersebut. Dalam praksis kehidupan umat beriman, adorasi – sebagai kesempatan untuk on line pada jalur “sembah sujud” di hadapan Allah – memiliki makna mendalam.
Bagi saya, adorasi sungguh mempunyai makna yang sangat dalam bagi kehidupan iman. Hal itu sungguh saya alami selama kurang lebih 12 tahun hidup dalam Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ). Setelah mengalami jatuh dan bangun dalam menghayati adorasi, saya memandang bahwa devosi kepada Sakramen Maha Kudus ini tidak hanya sekadar kewajiban sebagai anggota komunitas yang harus dilakukan, tetapi menjadikannya sebagai kebutuhan rohani untuk mengambil kekuatan dalam mengarungi hidup panggilan.
Secara pribadi, ketika jiwa dan pikiran menyatu serta berada pada kenyataan bahwa “aku berada di hadapan Allah”, memampukan saya untuk menghayati apa yang sedang dialami ketika ber-adorasi. Dalam adorasi, kesempatan untuk memperdalam spiritualitas SCJ – pemulihan cinta kasih lewat persembahan diri – sangatlah dimungkinkan. Saya dapat kembali menghayatinya dengan mengenangkan peristiwa persembahan Diri Yesus dalam peristiwa salib yang kini dihadirkan secara sakramental dalam Roti Suci. Ia yang rela menderita dan wafat di kayu salib, sekarang rela juga untuk hadir dan menyapa umatNya yang berdosa. Lebih jauh lagi, adorasi sebenarnya menghadirkan kembali peristiwa Yesus (yang menyelamatkan manusia) dalam Perayaan Ekaristi. Peristiwa pengalaman akan kasih Allah yang menyelamatkan inilah menyadarkan saya bahwa Allah sungguh mencintai umatNya, tidak hanya dulu tetapi sampai sekarang. Maka, dalam adorasi, meskipun seolah hanya memandang dan menyembah Sakramen Maha Kudus yang bertahta dalam monstran, yakni Yesus Kristus yang hadir dalam Roti, saya dapat mengungkapkan pujian syukur, sembah dan sujud serta kekaguman atas misteri kasih Allah.
Pengalaman akan kasih Allah yang kembali saya renungkan dalam adorasi merupakan pengalaman yang meneguhkan panggilan. Saya menyadari bahwa sebagai seorang dehonian (sebutan bagi para pengikut Pater Dehon – pendiri Kongregasi SCJ), perjalanan hidup panggilan masih panjang dan komitmen untuk setia pasti berhadapan dengan pelbagai rintangan yang menunggu! Di atas itu semua, pengalaman akan kasih Allah yang sekarang tetap setia menyertai sungguh menguatkan kaki untuk terus berjalan. Pengalaman akan kasih Allah yang hadir dalam Roti Suci sungguh menggerakkan hati untuk membalas kasihNya dalam persembahan hidup sembari berefleksi dan bertanya pada diri: “Apa yang sudah kulakukan bagi Tuhan dan apa yang akan kulakukan bagiNya”? Untuk itu, semua pengharapan, karya, usaha, suka-duka dan semua yang mewarnai panggilan hidup sebagai seorang biarawan menjadi bahan persembahan yang saya haturkan kepadaNya dalam adorasi. Itulah salah satu makna adorasi, yakni untuk memberikan diri sebagai persembahan hidup bagi Allah; persembahan diri sebagai silih atas dosa dunia yang seringkali melukai HatiNya, terlebih atas dosa orang-orang yang dipanggil secara khusus bagiNya.    
Selain adanya kesadaran untuk membangun komunikasi dengan Dia, Sang Sumber Kekuatan, selama adorasi saya mengaku bahwa usaha untuk tetap sadar di hadapanNya memang membutuhkan semangat dan hati yang teguh. Kadangkala, saya kurang merasa sreg (nyaman) selama adorasi ketika menganggapnya sebatas pada rutinitas komunitas yang harus dilakukan. Belum lagi munculnya gangguan dari pikiran yang melantur, sementara tubuh sedang berada di kapel; maka, pepatah yang tepat bukanlah mens sana in corpore sano tetapi mens “sana’’ in corpore “sini” (pikiran di sana [di suatu tempat] sedangkan tubuh di sini [di kapel]). Demikian pula ketika acara adorasi komunitas diadakan pada pagi hari, saya juga sering mengantuk karena kurang memiliki semangat, apalagi kalau tidurnya terlalu larut malam. Namun di atas semuanya itu, saya berusaha untuk menyerahkan diri seutuhnya – termasuk kekurangan diri – kepada Dia yang Maha Kasih.

Setelah On Line di Hadapan Allah
 Kalau orang setelah on line di hadapan dunia internet, misalnya setelah membuka akun facebook atau email, ia pasti membawa banyak informasi yang didapat. Informasi itu dapat berupa data yang dicari ataupun pesan yang diterima. Dari data atau pesan yang diterima itu, ia akan bertindak seturut apa yang terkandung dari data atau pesan yang ia terima. Kalau data yang didapat merupakan bahan untuk membuat tulisan, maka ia akan langsung menjadikan data tersebut sebagai bahan referensi. Kalau pesan yang diterima merupakan undangan dari teman untuk datang ke suatu pesta, maka ia akan merencanakan atau bahkan akan datang langsung ke pesta itu. Demikianlah yang terjadi ketika seseorang selesai on line dari dunia internet.
Jika yang terjadi bahwa setelah on line di hadapan internet orang memiliki sesuatu yang dibawa, lantas bagaimanakah dengan orang/umat setelah on line di hadapan Allah dalam adorasi? Bagi saya, pengalaman yang sungguh mendalam ketika selesai ber-adorasi adalah pengalaman Allah yang mencintai. CintaNya itu sungguh terbukti ketika Ia memberikan Diri demi umat yang dicintai –  peristiwa salib yang lebih dari dua ribu tahun lalu – kini dinyatakan dan hadir kembali dalam kesederhanaan. Ya…, semua itu rela dilakukan demi cintaNya yang sungguh agung untuk manusia, termasuk saya yang berdosa! Pengalaman inilah yang kemudian mengundang saya untuk menjawab dan membalas kasih Allah.
Pengalaman Allah yang mencinta dan usaha untuk membalas cintaNya ini sungguh saya alami. Pengalaman itu terjadi ketika saya berada dalam suatu kesempatan mengikuti adorasi di komunitas. Tatkala hadir dan bersembah sujud di hadapan Tuhan, saya menghadirkan pergulatan tugas perutusan studi saya. Pergulatan itu adalah adanya perasaan gundah dalam hati karena ketidakjelasan antara lulus ujian atau harus mengulang salah satu mata kuliah yang diujikan. Saya merasa bahwa pertanyaan lisan yang diajukan oleh dosen secara lisan dapat saya jawab. Namun kata-kata dari dosen penguji – mungkin karena “pintarnya” dosen untuk membuat bingung mahasiswa ketika ujian – yang sungguh terdengar jelas di telinga membuat saya merasa bimbang dan merasa jawaban saya pasti salah! Betapa tidak khawatirnya hati ketika dosen berkata: “Sana keluar…, jawabanmu tidak jelas”?
Sekiranya itulah yang menjadi kegalauan hati pada waktu itu di hadapanNya. Bagi saya, menghadirkan segala pengalaman hidup dalam adorasi (termasuk pengalaman sekecil apapun) merupakan kesempatan yang tepat untuk menyertakan karya Allah dalam hidup. Jika saya renungkan kembali, betapa luar biasa daya kekuatan Allah yang menyapa saya waktu itu. Dengan memandang kehadiranNya dalam Sakramen Maha Kudus, menyadarkan saya untuk berani menghadapi segala realitas karena Ia yang memanggil senantiasa menyertai. Tekad untuk berani menghadapi ujian ulang ataupun tidak merupakan buah yang saya alami setelah mengalami peneguhan dariNya. Yesus yang sungguh hadir secara sakramental dalam Hosti Suci memberikan daya IhahiNya untuk menguatkan saya, hambanya yang lemah. Itulah pengalaman akan cinta Allah yang terus saya terima. Sebuah pengalaman dicintai yang mendorong diri untuk menjawab dan membalasNya.
Jika yang terjadi bahwa setelah on line di hadapan internet orang memiliki sesuatu yang dibawa (entah data atau pesan), maka adanya pengalaman “dicinta” merupakan buah yang saya terima setelah on line di hadapan Allah dalam adorasi. Itulah pengalaman yang menggerakkan diri untuk berani melangkah maju kembali, tanpa terkurung dalam kekhawatiran hati, bersemangat dalam melanjutkan tugas perutusan studi. Dari sini dimulailah langkah untuk mempersembahan diri sebagai buah dari on line di hadapan Allah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...