Rabu, 21 Agustus 2019


Iman itu sebuah Potensi

[ Matius 23: 13-22 ]


Dalam Injil, Tuhan Yesus mengecam para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Setidaknya, tiga kali Tuhan mengecam mereka dengan berkata: “Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi; hai kalian orang-orang munafik”! Bahkan, kecaman itu semakin keras ketika ia mengatakan: “Celakalah kalian, hai pemimpin-pemimpin buta”! Dari sini, kita dapat merenungkan dengan mengajukan pertanyaan ini: “Apa yang sebenarnya ingin ditegaskan oleh Tuhan dengan menegur para pemimpin atau pemuka agama masyarakat Yahudi pada saat itu”?
Saya melihat bahwa teguran Tuhan Yesus itu ingin mengkritik tindak hidup para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan bukan mengkritik ajaran mereka. Jika ditanya soal ajaran, pasti itu mereka sangat mengetahui dengan sangat mendalam; dan itu terlihat dengan jabatan yang secara sosial disematkan pada mereka: Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Tentunya mereka tahu betul hukum dan ajaran agama yang itu semua tidak dimiliki oleh kamu awam.
Lantas, apa yang kurang benar dalam diri mereka sehingga Tuhan menegur dengan keras dan tegas? Rasanya, Tuhan menegur ketidak-konsistenan mereka sebagai pemuka agama yang menjadi panutan. Mereka hanya mengajar tetapi tidak menjalankan. Mereka kadang mencari kepentingan sendiri, dengan mengorbankan jemaat yang dipercayakan. Mereka tidak menjadikan orang lebih baik, tapi malah memperburuk keadaannya. Di sini Tuhan menegur mereka dengan berkata: “Kalian mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan satu orang saja…, dan sesudah ia bertobat, kalian menjadikan dia orang nereka, yang dua kali lebih jahat dari pada kalian sendiri”. Bahkan, Tuhan menegur mereka karena mereka, yang dalam kenyataan, menjadi kaum legalis di mana menjadikan hubungan rohani dengan Allah hanya sebatas pelaksanaan tata cara keagamaan saja. Singkatnya, teguran Yesus merupakan sebuah kritik di mana mereka tidak menyelaraskan antaran ajaran iman dan hidup; hidup di sini diartikan sebagai tindakan atau buah dari iman.
Dengan merenungkan peristiwa Injil pada hari ini, marilah kita juga melihat diri sendiri. Bisa jadi, teguran Yesus kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga merupakan teguran bagi kita. Kita memiliki iman dan iman itu mengajarkan kepada kita nilai-nilai keutamaan dalam hidup, yakni kasih. Namun kita patut bertanya pada diri, apakah kita sudah mewujudkan iman kita dalam tindakan hidup konkrit? Ataukah, iman kita sebatas identitas yang melekat pada diri tanpa memberi pengaruh positif bagi diri sendiri maupun sesama?
Iman itu bukan hanya sekadar ajaran atau pun kepercayaan. Jika hanya demikian, maka iman tidak memiliki makna. Iman itu sejatinya adalah sebuah daya; daya yang memiliki potensi untuk bertindak. Dan tindakan itu memberikan manfaat bagi diri dan juga bagi sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...