Peringatan
Arwah dalam Gereja Katolik
Sebenarnya,
praktek doa untuk orang-orang yang sudah meninggal sudah dijalankan sejak lama.
Hal ini dapat dibandingkan dengan 2 Mak 12:42-45 di mana para jemaat Allah
memohon belas kasih Allah untuk mengampuni dosa dari mereka yang yang telah
meninggal. Dalam Gereja sendiri, praktek mendoakan mereka yang sudah meninggal
juga dapat ditemukan. Misalnya saja dalam Doa Syukur Agung (DSA) II, III dan
IV. Bagi Gereja, doa-doa yang dilambungkan merupakan doa yang dijiwai dengan
semangat iman dan pengharapan akan kerahiman, kebaikan serta kemurahan Allah
sebagaimana tampak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus.
Atas
dasar adanya praktek mendoakan arwah, Gereja (Katolik) sendiri memberikan
tempat dan menghargai budaya setempat untuk diintegrasikan dalam liturgi dan
doa arwah. Dalam hal ini, orang-orang Katolik di Indonesia memiliki kebiasaan
untuk memperingati dan mendoakan arwah menurut rangkaian hari dan tahun (hari
ke-3, 7, 40, 100, 1 dan 2 tahun, 1000 hari dan seterusnya). Berhadapan dengan
kebiasaan yang menjadi kearifan lokal masyarakat setempat, Gereja mengangkatnya
dan memasukkan kearifan lokal itu ke dalam liturgi Gereja. Hal tersebut nampak
jelas dalam praktek misa peringatan arwah menurut hari dan tahun tertentu.
Dengan demikian, “Kurban ekaristis Paskah Kristus dipersembahkan oleh Gereja
bagi para arwah; sebab semua anggota dalam Tubuh Kristus merupakan persekutuan,
sehingga dengan demikian yang sudah mati pun menerima pertolongan rohani,
sedangkan yang masih hidup dihibur dengan harapan”(PUMR 379).
Praktek
mendoakan arwah dalam perayaan liturgi (Misa) dapat dipandang dalam dua segi:
pertama, sebagai perayaan iman akan satu tindakan Allah yang menyelamatkan
orang yang sudah meninggal melalui Kristus dalam Roh Kudus; kedua, sebagai doa
yang mau mengungkapkan kekayaan iman akan misteri penebusan Kristus menurut
segi-segi tertentu. Demikian pula semua simbol yang biasa digunakan dalam adat
tradisi budaya setempat dalam mengiringi perayaan mendoakan arwah tetap bisa
digunakan sejauh maknanya selaras dengan nilai-nilai Kristiani dan ditempatkan
dalam terang misteri Kristus. Maka, praktek perayaan Ekaristi untuk
memperingati arwah merupakan sebuah bentuk pewartaan iman Kristiani, yang dalam
segi pastoral-inkulturasi merupakan “penghadiran karya keselamatan Allah dalam
Kristus yang mendarat, membumi dan menjadi manusia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar