Menunjukkan sebagai Orang yang Diselamatkan
Renungan
Singkat Dehonian
Yoh 6: 36-38
Sahabat
dehonian yang terkasih, saya
paling tidak setuju jika dalam sebuah upacara kematian umat Katolik, ada orang
Katolik sendiri yang berdoa dan berharap: “Semoga, saudara kita diterima di
sisi Tuhan, sesuai dengan amal dan ibadahnya”. Yang menjadi ketidaksetujuan
saya adalah syarat untuk masuk ke surga adalah amal dan ibadah. Jika
benar-benar dihitung atau ditimbang, amal dan ibadah manusia pasti tidak
sebanding dengan dosa karena kedosaan yang lebih berat.
Kita sebagai orang Katolik mengimani dan mengamini
Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Keyakinan iman ini yang mengantarkan kita
bahwa jaminan hidup setelah kematian duniawi ini adalah surga, yakni hidup
bersama Bapa. Sebab Yesus sendiri mengatakan kepada kita bahwa Dialah Jalan,
Kebenaran dan Kehidupan; melalui dan hanya lewat Dia, kita dapat sampai kepada
Bapa.
Dengan menyadari nama baptis yang kita miliki, kita
diingatkan akan rahmat dan sekaligus martabat jaminan kepastian hidup setelah
kematian duniawi. Dengan menyematkan diri sebagai anak-anak Bapa, kita sudah
mendapatkan jaminan dari Bapa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Kesadaran ini
yang kemudian menjadi tugas kita untuk menunjukkannya dalam praksis hidup
keseharian. Sebagai orang yang sudah diselamatkan dengan menerima jaminan hidup
ke surga, kita memiliki tanggung jawab menunjukkan diri sebagai orang yang
sudah diselamatkan. Cara dan tindak hidup kita semestinya menunjukkan jati diri
orang-orang yang sudah diselamatkan.
Yesus pada Injil hari ini mengatakan: “Janganlah kamu
menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum,
maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah,
dan kamu akan diberi;....”. Cara dan tindak hidup untuk tidak menghakimi, tidak
menghukum, mengampuni dan memberi diharap menjadi model hidup kita, sebagai
orang Katolik jaman sekarang; yakni orang-orang yang sudah diselamatkan. Kadang
untuk mewujudkannya, kita berhadapan dengan keegoan diri yang maunya ingin
menang sendiri. Pertanyaan dasar yang patut kita renungkan adalah: “Mau, apa
tidak, kita melakukannya sebagai wujud bahwa aku adalah orang-orang yang
diselamatkan; orang-orang yang sudah mendapatkan jaminan hidup setelah
kematian”? Jika jawabannya “ya”, berarti kita pun meng-iya-kan dan menjaga
martabat hidup ke surga. Namun, jika sebaliknya, berarti kita pun menolaknya.
Tuhan memberkati. Amin!