Senin, 18 Juni 2018



Menjadi Hamba dan Pelayan

Renungan Singkat Dehonian 
Yoh 13: 16-20


Sahabat dehonian yang terkasih, bacaan pada kesempatan ini mengingatkan saya pada pelayanan Kamis Putih dalam Tri Hari Suci yang kita rayakan beberapa minggu yang lalu. Pelayanan Kamis Putih yang saya lakukan meliputi tiga stasi dengan jarak cukup berjauhan. Dengan melakukan pelayanan Misa atau Ekaristi Kamis Putih sebanyak tiga kali, maka kita dapat menghitung bahwa jumlah umat – yang menjadi murid – dalam upacara pembasuhan kaki berarti cukup banyak.
Berhadapan dengan pelayanan ini, saya mengalami ada situasi yang dirasakan. Saya secara pribadi merasa harus melepas ego diri sebagai seorang romo, yang salama ini biasa mendapat penghormatan dan penghargaan dari umat. Ego harus dilepaskan agar dapat menundukkan diri di hadapan umat supaya menjadi lebih rendah di hadapan mereka. Situasi ini berbanding terbalik ketika selama ini saya harus berada “di atas” umat karena status imamat yang saya sandang. Setelah menundukkan diri, ego pun harus semakin ditinggal tatkala harus mencuci kaki umat. Diri merasa dan disadarkan bahwa, kaki-kaki inilah yang menjadi penegak kehidupan umat.
Upacara pembasuhan kaki yang saya lakukan kepada umat di tiga stasi itu mengingatkan bahwa saya adalah seorang hamba; dan sejatinya adalah seorang hamba, pelayan Tuhan dan umat yang Dia percayakan kepada saya. Dalam Injil hari ini Tuhan bersabda: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, atau seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya”. Sabda itu menyadarkan saya bahwa saya-lah hamba-Nya, saya-lah utusan-Nya. Jika ia sudah melakukan hal yang sama kepada kedua belas murid pada waktu itu, maka saya pun harus melakukan hal sama sebagaimana yang dilakukan oleh-Nya.
Dalam hal ini saya berefleksi bahwa saya adalah seorang hamba yang menerima tugas perutusan seturut teladan Kristus; dan hamba itu tidak hanya saya, tetapi Anda juga. Kita semua diundang pada kesempatan ini untuk menjadi seorang hamba dan sekaligus utusan yang berani untuk membebaskan diri dari keinginan menyalahgunakan suatu hal yang dipercayakan kepada kita. Bila kita, Anda dan saya selalu dalam semangat kesetiaan dan kerendahan hati, melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan (baik itu sebagai imam, biarawan/biarawati, atau pun awam), maka Tuhan Yesus pun akan menyebut kita berbahagia sebagaimana Sabda-Nya: “... berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya”.
Tuhan memberkati. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...