Untuk Orang Tua:
Bila Amarah Berarti “Bunuh Diri”
Dari banyak penelitian dan studi mengatakan ada sebuah relasi
antara kekuatan emosi dan fisik. Salah satu temuan yang berdasarkan penelitian
dan studi mengatakan bahwa kekuatan amarah dapat memicu pada rusaknya daya
kerja jantung; hal ini semakin menjadi jika orang atau pribadi yang
bersangkutan sudah memiliki “bibit” penyakit jantung.
Setiap amarah yang disertai dengan suasana hati yang ingin
menyerang pihak lawan, setiap amarah itu pula menyumbang tekanan stres tambahan
bagi jantung dengan meningkatkan laju denyut jantung serta tekanan darah.
Apabila hal ini berulang secara terus-menerus, hal tersebut akan bersifat
merusak; terutama karena golakan darah yang mengalir melalui arteri koroner
bersama dengan detak jantung dapat menimbulkan robekan-robekan mikro pada
pembuluh tersebut, yang merupakan tempat bertumbuhnya plak. Apabila jantung
berdenyut lebih cepat dan tekanan darah lebih tinggi karena kebiasaan untuk marah-marah, jika selama 30 tahun, hal
tersebut barangkali menyebabkan timbunan plak yang terus menumpuk lebih cepat.
Dengan demikian, keadaannya menjurus pada peyakit koroner.
Begitu
penyakit jantung menyerang, mekanisme yang dipicu oleh amarah menghambat
efisiensi jantung sebagai pemompa darah. Efek dari hambatan efisien itu membuat
amarah pada akhirnya menjadi faktor mematikan, faktor “bunuh diri” yang
disebabkan oleh kesalahan diri sendiri.
Pertanyaan
yang patut menjadi bahan refleksi bagi kita adalah “apakah saya adalah pribadi
yang memiliki karakter cepat untuk marah”? Mungkin untuk menjawabnya, sangat
tepat bila kita mengingat sejenak pengalaman hidup sebagai orang tua atau
sebagai pasangan suami-istri. Adakalanya kita marah ketika menghadapi dan
mendidik anak yang sulit untuk diarahkan. Adakalanya kita marah ketika pasangan
(suami-istri Anda) kurang memahami dan bahkan sulit untuk mengerti apa yang
menjadi kehendak dan perasaan kita.
Rasanya,
perlu bagi kita, yang memangku tugas sebagai pasangan suami-istri atau pun
sebagai orang tua untuk menambah panjang kesabaran dalam menjalani hidup. Kesabaran
memampukan untuk berani “ambil nafas” ketika “virus kemarahan” menyerang. Kesabaran
membantu untuk meminimalisir hanyutnya diri dalam rasa marah yang membakar. Akhirnya,
dengan memiliki dan menambah panjang kesabaran, hanyutnya diri untuk menjadi
pribadi yang cepat marah pun dapat dihindarkan sedini mungkin; dan jantung Anda
pun akan selalu berdetak dengan rileks-santai. Itulah arti hidup yang sehat
secara emosi dan fisik. Semoga, Anda dan pasangah hidup Anda pun demikian!
jenli,
scj