Mungkin bagi sebagian umat sudah menjadi hal yang lumrah
ketika mendengar dan menyaksikan tingkah laku anak-anak ketika Misa sedang
berlangsung. Bagi sebagian umat memandangnya sebagai hal yang wajar, sebab bagi
mereka seperti itulah anak-anak. Namun ada juga sebagian umat yang memandang sangat
mengganggu berjalannya Misa. Di lain pihak, bagi romo yang memimpin Misa pun
kadang memiliki pandangan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada
romo yang bisa menerimanya dan tidak jarang juga ada romo yang menentangnya
dengan keras, bahkan menyuruh orang tua untuk membawa anak mereka keluar atau
diikutsertakan dalam kegiatan anak-anak (yang biasanya di paroki-paroki
tertentu ada pembimbingnya sendiri).
Menghadapi hal itu, banyak orang tua merasa tertekan dan
memiliki perasaan tidak enak ketika melihat anak mereka dipandang sebagai
sumber “keributan” Misa. Dalam hal ini, orang tua tentu tidak dapat menyalahkan
umat atau romo. Orang tua tentu tidak disarankan untuk menyalahkan anak karena
pada umur itu, anak berada pada tahap perkembangan diri: melakukan partisipasi
dalam pelbagi kegiatan fisik dan mampu mengambil inisiatif untuk suatu tindakan
yang akan dilakukan. Pada tahap ini, anak akan lebih menghabiskan waktunya
untuk melakukan gerak fisik atau pun wicara. Melalui tindakan-tindakan
tersebut, mereka ingin merealisasikan apa yang menjadi kebutuhan diri; meski
tak jarang membuat suasana ribut.
Banyak orang tua lebih memilih membawa anak mereka keluar
dari Gereja dan momong mereka. Bahkan,
ada orang tua yang memberikan makanan dan minuman kepada anak agar mereka diam-tenang.
Itu semua dilakukan agar anak tidak menjadi sumber keributan dan tidak
mengganggu umat lain yang sedang khusuk berdoa. Namun apa langkah itu bijak
bagi perkembangan diri anak?
Sebenarnya, langkah orang tua untuk berusaha menjaga anak
agar tidak ribut selama misa dengan pelbagai kegiatan yang dilakukan – seperti contoh
di atas – cukup baik. Tapi hal itu tentu harus dipertimbangkan lebih lanjut:
Apakah dengan mengajak mereka ke luar Gereja bisa membiasakan anak untuk
menjadi pribadi yang merasa betah di dalam Gereja? Bukankan mereka nantinya
malah terasing dengan kegiatan Misa itu sendiri? Apakah dengan memberikan
mereka minuman dan makanan akan mendidik mereka menjadi dewasa? Bukankan hal
itu malah menjauhkan pengenalan mereka terhadap pemahaman doa yang khusuk?
Salah
satu tugas orang tua Katolik adalah mendidik iman anak. Dalam ranah ini, adalah
tugas orang tua untuk mendampingin anak, secara khusus mengikut-sertakan mereka
dalam pelbagai kegiatan rohani (misal: Misa). Maka, peran orang tua yang bijak
dalam memilih solusi ketika menghadapi tahap perkembangan anak sungguh
diperlukan. Di satu sisi, orang tua tidak harus selalu meng-iya-kan apa yang
menjadi kehendak anak: bermain, makan, minum, ribut dan lain sebagainya. Di lain
sisi, orang tua tentu juga tidak boleh mengekang apa yang menjadi kebutuhan
anak. Maka, menyeimbangkan antara apa yang baik dan yang menjadi kebutuhan anak
adalah langkah pilihan yang bijak.
Ketika
anak ingin bermain dan ingin ke luar dari Gereja; ketika anak ingin makan dan
minum ketika Misa sedang berlangsung; berhadapan dengan situasi itu, orang tua
diajak untuk memilih tindakan yang bijak. Tindakan yang bijak lebih menekankan
pada pertimbangan: “Apakah dengan tindakanku, iman anak akan terdidik? Apakah
hal itu malah sekadar memenuhi kebutuhan mereka semata tanpa ada didikan iman?
jenli, scj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar