Jumat, 25 November 2016

MENDENGAR


Seni Menjaga Kelanggengan Hidup Berkeluarga

Dalam suatu pertengkaran keluarga terjadi demikian. Suami berkata dengan keras kepada istrinya, “Tidak usah berteriak”! Lantas, si istri pun menjawabnya tak mau kalah, “Tentu saja aku berteriak, sebab kamu tidak mendengar apa yang kukatakan. Kamu bahkan tidak mau mendengarkan”!
Mendengarkan merupakan keterampilan yang membuat pasangan-pasangan, atau mereka yang telah menjalin hidup perkawinan-keluarga tetap bersatu. Bahkan, di tengah-tengah panasnya pertengkaran – ketika kedua pihak terjebak oleh pembajakan emosi (diri dikuasai oleh emosi yang terus membara) – bila salah satunya dan terkadang keduanya dapat menerapkan keterampilan mendengarkan, pihak tersebut akan berhasil meredam api amarah. Ini mau menekankan bahwa mendengarkan pasangan dan menanggapinya dengan tindakan yang tenang, tanpa juga ikut terpengaruh suasana kemarahan, akan menjadi langkah perbaikan untuk pasangannya sendiri. Pasangan yang terjebak dalam emosi kemarahan atau emosi yang merugikan akan merasa “diorangkan”, merasa dihargai dan merasa didengarkan.
Pada beberapa kasus konkret, pasangan-pasangan yang sudah mendekat ke arah perceraian akan tenggelam dalam amarah terpaku pada detail-detail persoalan yang dipertengkarkan, sehingga tidak mampu mendengarkan – apalagi menjawab – tawaran damai yang barangkali tersirat dalam kata-kata yang dilontarkan oleh pasangannya. Tentu saja, dalam suatu pertengkaran – suami dan istri – apa yang dikatakan sering kali berupa serangan; atau yang dikatakan, disampaikan dengan sikap negatif begitu kuat sehingga masing-masing pribadi sulit untuk mendengarkan.
Dalam mengarungi hidup berkeluarga, kita tidak menutup mata bahwa pertikaian, atau dapat disebut sebagai konflik antara suami dan istri, menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Bisa jadi letak permasalahannya adalah bahwa istri tidak puas terhadap tanggung jawab suami dalam mencari penghidupan yang layak, suami tidak puas atas pelayanan istri terhadap pengurusan keadaan rumah tangga dan permasalahan-permasalahan lainnya.
Di sini, salah satu tindakan penting yang perlu dibuat, yakni: mendengarkan. Mendengarkan yang dimaksud adalah mendengarkan dengan jalan berempati. Mendengarkan dengan jalan berempati memampukan pasangan untuk tidak hanya sekadar mendengarkan keluhan pasangannya, tetap juga berani untuk tidak kembali membalas keluhan dengan keluhan atau serangan serupa. Mendengar dengan jalan berempati berarti berani mendengar semua keluhan pasangan dengan hati terbuka tanpa menyela; dan dengan tetap mengutamakan semagat kasih pasangang untuk mencintai seumur hidup. Semoga Anda dan pasangan Anda pun demikian.


jenli, scj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...