Kamis, 21 Desember 2017

Menjadi Pewarta:
Meneladan Santo Stefanus - Martir

Selamat Natal bagi Anda semua. Semoga Damai Sang Kristus, Penyelamat, hadir dalam hati dan keluarga Anda.
Yesus dalam Injil bersabda, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu khawatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang akan berbicara, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berbicara dalam dirimu”. Sabda itu menjadi nyata dalam diri Santo Stefanus-Martir yang kita peringati pada tanggal 26 Desember.
 Kisah Para Rasul menceritakan bahwa Santo Stefanus diangkat menjadi diakon oleh para rasul. Ia bertugas untuk melayani dan membantu para rasul dalam bentuk pelayanan nyata: mengurus orang miskin, janda dan mengajarkan iman. Terpilihnya Stefanus sebagai pelayan-diakon bagi jemaat menjadikan dia sebagai pribadi yang ber-Roh sehingga dia dapat mengadakan mukjizat dan berbicara secara bijaksana di tengah jemaat. Keberaniannya untuk menjadi pelayan, secara khusus pelayan Tuhan, memiliki konsekuensi. Karena keberaniannya untuk menjadi pelayan dan mewartakan iman, Stefanus rela menyerahkan dirinya kembali kepada Tuhan dalam peristiwa “hukuman rajam-dilempari batu sampai mati” yang diterimanya. Konon, dalam sebuah kisah diceritakan, Santo Stefanus mengampuni orang-orang yang membunuhnya; ketika dilempari batu, Stefanus berdoa, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka”.
Stefanus yang merupakan martir pertama menjadi teladan kita dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi kita. Ia menjadi teladan kita dalam mengampuni orang-orang yang melawan kita. Rasanya inilah panggilan Kristiani kita, yakni mewartakan kasih kepada semua orang, terlebih mereka yang pernah melukai kita, baik lahir maupun secara batin. Mewartakan kasih berarti: memberi maaf dan mendoakan teman, sahabat dan tetangga yang mungkin tindakan atau kata-katanya melukai kita. Rasanya, praksis iman itulah yang akan menjadikan suasana Natal di tahun ini menjadi nyata.

Tuhan memberkati. Amin.

Senin, 20 November 2017


Meneladan Yesus

HR Kristus Raja Semesta Alam (Mat 25: 31-46)


Sahabat Dehonian, dalam Minggu ke-34, yang merupakan minggu terakhir dalam Masa Biasa penanggalan liturgi Gereja, kita – sebagai anggota dari Gereja Katolik – merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Khusus dalam perayaan ini, kita diajak untuk merenungkan Pribadi Yesus Kristus sebagai Hakim di Akhir Zaman nanti. Ketika kedatangan-Nya untuk kedua kali, Kristus akan mengadili dengan kekuasaan yang Ia dapatkan sebagai Penebus Dunia.
Ia sendiri bersabda: “Segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”. Atas dasar Sabda ini, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap orang akan “diadili”, mengalami “proses penyaringan” pada akhir zaman, berdasarkan pada perbuatannya terhadap orang-orang yang hina dan yang menderita.
Dalam realitas kehidupan ini, kita menemukan banyak orang yang menderita kelaparan akan makanan (busung lapar dan kurang gizi). Banyak orang yang menderita karena tidak dapat meneruskan pendidikannya di bangku sekolah karena keterbatasan biaya. Banyak orang yang berduka karena “miskin” akan kasih sayang-perhatian dari sesama atau bahkan keluarganya. Banyak pula orang yang menderita, tidak hanya menderita secara fisik tetapi juga secara batin, yang membutuhkan kehadiran sesamanya untuk menolong. Intinya adalah banyak orang yang membutuhkan bantuan dari sesamanya, termasuk kita.
Sahabat dehonian yang terkasih, Yesus yang kita imani telah memberikan teladan dalam hidup-Nya. Kehadiran-Nya menjadi penolong bagi sesama yang membutuhkan pertolongan. Dia memberikan perhatian terhadap orang-orang yang sakit, memberikan penghiburan-pengampunan kepada orang yang berdosa, memberikan pengharapan bagi mereka yang ingin bertobat.
Hadir menjadi penolong bagi sesama pun Tuhan inginkan dari pihak kita. Saya sendiri, sebagai pelayan pastoral, berusaha untuk menghadirkan diri sebagai sesama yang memberikan perhatian – memberikan pertolongan kepada – sesama yang membutuhkan. Saya teringat ketika ada salah satu umat datang ke pastoran untuk meminta pelayanan misa Arwah untuk salah seorang keluarganya yang dipanggil Tuhan seribu hari yang lalu. Dengan semangat ecce venio – kesiap sediaan – saya berusaha untuk hadir sebagai pelayan yang siap menanggapi permintaan umat; saya menyanggupinya. Tapi tidak hanya demikian, ternyata umat itu ingin agar saya duduk sebentar bersamanya untuk mendengar sharing hidupnya. Saya pun menyediakan diri untuk itu.
Pelayanan itu tidak hanya meyanggupi Misa. Dalam praktiknya, pelayanan pun meminta hadir sebagai pendengar bagi umat yang ingin berbagi keluh kesah dalam kehidupan mereka. Saya pun bersyukur atas itu semua karena dengan demikian, umat yang datang tadi tidak hanya mendapat kelegaan bahwa saya bisa memberikan pelayanan Misa, tetapi juga mendapat kelegaan di mana ia dapat membagikan kisah hidup (yang selama ini tidak ada orang yang ingin menjadi pendengarnya).
Sahabat dehonian, bersama dengan Yesus marilah kita menjadi pelopor-pelopor kasih bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Kita perlu pula terus-menerus menyatukan diri dalam Yesus melalui permenungan dan doa-doa agar menjadi kuat dan setia dalam memberikan pelayanan kepada sesama yang membutuhkan. Dengan demikian, kita pun mewartakan bahwa karena Yesus-lah kita melakukannya. Inilah salah satu bentuk kesaksian hidup yang menyerukan bahwa Yesus adalah Raja Semesta Alam, Raja yang rela berkorban bagi keselamatan manusia. Karya-Nya terus berlanjut dalam diri kita.
Tuhan memberkati. Amin.

Jumat, 17 November 2017

Judul Buku     :    Soul Awareness: Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi
Penulis            :    Anand Krishna
Penerbit          :    PT Gramedia Pustaka Utama - Jakarta
Tahun Terbit  :    2016

Kita semua berada dalam kolam, atau, barangkali lebih tepat disebut Lautan Energi (hal ix). Anand Krishna dalam bukunya kali ini mengundang setiap pembaca untuk menyadari kesadaran roh. Dengan menyadari kehadiran diri di tengah lautan energi yang begitu luas, pembaca diajak untuk – pertama-tama – memiliki kesadaran materi. Dari kesadaran materi ini diharap berjalan – dalam proses – menuju kesadaran rohani. Lewat buku ini, Anand ingin berbagi beberapa pengalaman pribadinya, bahwa ada kekuatan mahadasyat di dalam diri setiap manusia (hal. xii).
Langkah pertama yang ditawarkan dalam proses penyadaran roh adalah dengan melakukan meditasi. Anand menekankan bahwa apa pun kepercayaan seseorang, ia boleh saja melakoni meditasi, boleh ber-“semedi”; tidak menjadi soal; tidak ada yang melarang; seorang pelaku tidak perlu menutup-nutupi hal tersebut (hal. 65). Meditasi “menghancurkan mind, kemudian mendaur-ulangnya kembali menjadi intelegensi. Prosesnya persis sama seperti menghancurkan kertas bekas, misalnya kertas koran, kemudian mendaur ulang hancurnya menjadi kertas baru. Mind, yang berubah menjadi intelegansi sudah berubah karakter secara menyeluruh., secara total. Mind mengikat kita dengan kebendaan, intelegensi membebaskan kita (hal. 89).
Proses meditasi sebagai jalan menuju kesadaran jiwa bermodalkan pada nafas, waktu-ruang dan gugusan pikiran-perasaan (mind). Intinya, memang mesti mengendalikan mind (hal. 92). Namun pertanyaannya adalah apakah semudah membalikkan telapak tangankah, bila kita mengendalikan mind? Memang tidak mudah. Mengulang jawaban Krishna: “... niscaya pikiran memang liar – pun sulit ditaklukkan; namun ia dapat dikendalikan dengan upaya tanpa henti, dan dengan mengembangkan ketidakterikatan (pada segala pemicu di luar yang menambah keliarannya), demikian adanya....” (hal. 93).
Dalam penjelasan selanjutnya, buku keempat, Anand Krishna membahas tentang Reinkarnasi. Pada bagian ini, ia menekankan bahwa setiap pembaca tidak perlu memperdebatkan apakah konsep tersebut bertentangan dengan beberapa ajaran agama yang ada. Bahkan dengan bebas Anand menghormati posisi setiap pembacanya: Anda tidak harus percaya pada konsep reinkarnasi, tetapi setidaknya membuka diri terhadap kemungkinan itu (hal. 401). Latihan-latihan yang dimaksud berada pada bagian ketiga dari buku yang keempat.
Soul Awareness: Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi merupakan karya yang bermanfaat bagi setiap insan yang ingin mengembangkan kualitas diri dengan jalan memiliki kesadaran diri.
“Buddha” bukanlah nama seseorang. Buddha adalah tahap kesadaran, tingkat kesadaran (hal. 403). Setiap orang – termasuk mereka yang menganut agama tertentu pun – diundang untuk sampai pada tingkat kesadaran diri; memiliki tingkat kesadaran “Buddha” atau “... yang sudah terjaga”. Rasanya dengan demikian, pribadi akan tercerahkan, memiliki tingkat kesadaran bahwa hidup ini adalah sebuah proses menjadi lebih baik; dan itu ditunjukkannya dengan semakin mencintai diri dan kehadirannya bermanfaat bagi sesama.


Salam Kasih, Wassalam, Shalom, Aum Namo Buddhaya, Om Shanti.




Minggu, 29 Oktober 2017

REFLEKSI HARI KE-4

Diutus ke tempat pelayanan yang baru membuatku untuk keluar dari zona nyaman menuju tantangan. Mengapa? Ya..., karena tempat perutusan baru tentunya akan menyuguhkan pelbagai hal yang baru; dan itu semua menuntutku untuk belajar pada hal-hal yang baru pula.
Namun di atas itu semua, semangat ecce venio (datang untuk melakukan kehendak Tuhan) mengajari supaya rendah hati. Rendah hati yang dimaksud adalah menerima tugas perutusan, bukan dipandang sebagai pekerjaan semata, melainkan sebagai persembahan diri kepada Hati-Nya. Rasanya ini menjadikan pelayanan di tempat baru lebih memiliki makna rohani yang mendalam dan menjadikannya lebih kreatif.

Sabtu, 28 Oktober 2017

REFLEKSI HARI KE-3

Sakramen Pengampunan menjadi saat di mana wajah kasih Allah terlihat jelas. Ia yang menerima, memeluk dan mengampuni terlihat dalam diri seorang imam yang terberkati.
Aku sadar bahwa di saat itulah Allah ingin menyapa, “Sudah..., jangan berdosa lagi”. Pengalaman kasih ini menjadikan diri serasa diterima; menjadi bahagia dan bersemangat kembali.

REFLEKSI HARI KE-2

Imamat menjadi tanda Kasih-Nya bahwa Ia mencintai. Anugerah ini sebenarnya menjadikanku sebagai pribadi yang peka, peka akan ketidak-sucian yang menyebabkan imamat ternodai.
Ya..., peka akan dosa; seharusnya imamat menjadikanku peka akan realitas itu. Sisi manusia kuakui memang tidak mudah untuk “menjinakkannya”. Aku tak jarang masuk dalam kejatuhan akan kelemahan. Di tengah situasi itu, suara hati berseru, “Itu salah”!
Meski demikian, Kasih Allah memang tiada batas. Ia tetap mengasihi dengan rahmat sakramen pengampunan yang dalam sisi pandang-Nya ingin mengatakan, “Aku tetap mengasihimu”.

Kamis, 26 Oktober 2017

Retret Hari Ke-1
[26 Okt 2017]

IMAMAT menjadi titik temu antara awal sejarah hidup dan perjalanan hidup ke depan. Melihatnya dari sudut pandang Dia menjadikan seluruh rangkaian hidup - bukan dipilih secara selektif - menjadi bingkai KASIH. Dia mengikutsertakan diri yang lemah ini dalam "lingkaran keselamatan Ilahi" (berawal dari-Nya kekudusan itu mengalir; hadir di tengah manusia dan akan kembali kepada-Nya). Diri ini sadar bahwa lemah, namun kasih-Nya tak kenal batas.

Kamis, 19 Oktober 2017

          NYALA API SEMANGAT CINTA TUHAN

                             (Luk. 12: 49-53)

Sahabat dehonian yang terkasih, dalam Injil yang baru saja kita baca mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus berkarya. Dalam karya-Nya itu, Ia mewartakan bahwa kedatangan-Nya membawa pertentangan, bukan perdamaian. Apa yang dikatakan-Nya tentu membuat kita terkejut dan bahkan bertanya-tanya: apa maksud dari semuanya itu?
Dalam perjalanan karya perutusan, Yesus mengalami banyak pengalaman; dan pengalaman-pengalaman itu meliputi pengalaman penerimaan serta penolakan dari orang-orang yang mendengarkan-Nya. Orang-orang yang mendengarkan pewartaan-Nya menjadi percaya dan mengikuti-Nya; sedangkan orang-orang yang tidak mendengar – bahkan menolak pewartaan-Nya – memusuhi Yesus. Bisa jadi, mereka yang percaya kepada Yesus akan mengalami hal yang sama dengan yang Yesus alami, yakni akan ditolak dan dimusuhi. Inilah konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi.
Tak jarang dan tak terhindar bila konsekuensi dari pilihan yang harus dihadapi itu adalah bagian dari hidup kita, yang percaya kepada Yesus dan menjadi pengikut atau murid-murid-Nya. Maka, sebagai murid-murid Kristus, kita harus terus-menerus mengarahkan diri kepada-Nya. Yesus pun berharap bahwa api kasih-Nya yang dicurahkan kepada kita terus menyala, terus membakar kita untuk setia mengikuti-Nya. Tanda di mana kita setia untuk mengikuti-Nya terwujud dengan usaha dan perjuangan kita untuk mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita: keluarga, teman atau sahabat; mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita.
Memang, kesetiaan dalam usaha dan memperjuangkan mencintai mereka atau apa yang dipercayakan kepada kita membutuhkan tekad, bahkan tidak hanya itu; kadang juga membutuhkan pengorbanan. Saya pun demikian. Ketika harus melayani umat di stasi-stasi dengan memberikan pelayanan, pelayanan Misa misalnya, kadang harus disertai dengan tekad bulat dan keharusan untuk berani berkorban.
Berhadapan dengan situasi jarak tempuh 30 sampai 40-an kilometer, belum lagi disertai dengan medan jalan yang penuh dengan lobang (orang menyebut keadaan infrastruktur jalan di tempat kami sebagai “wisata jeglongan sewu”; tapi saya merubahnya menjadi “wisata jeglongan rongewu luwih”); berhadapan dengan situasi tindak kriminal “grandong” (di mana pelaku kejahatan dengan senjata api rakitan meminta paksa kendaraan motor korban di jalan) yang kian merajalela; beberapa situasi di atas memang jika dipandang sebagai situasi yang berisiko. Tapi kesadaran saya bahwa tugas pelayanan umat adalah bagian dari tugas perutusan yang dipercayakan, inilah yang mendorong saya untuk lebih dan lebih berani bertekad untuk terus melangkah; sekalipun pengorbanan memintanya.
Nyala api cinta yang dibawa Tuhan sudah bernyala di dalam diri dalam pelaksanaan tugas pelayanan rasanya menjadi daya pacu dan picu bagi saya; demikian pula dengan Anda, sahabatku. Tuhan pun memberikan nyala api cinta yang sama yang mendorong Anda untuk berusaha dan berjuang untuk mencintai mereka atau apa yang dipecayakan kepada kita; serta mencintai pekerjaan atau tugas perutusan yang dipercayakan.

Tuhan memberkati. Amin!

Selasa, 10 Oktober 2017

Judul Buku     :    The Flat-Earth Conspiracy (Terj.)
Penulis            :    Eric Dubay
Penerbit          :    Bumi Media
Tahun Terbit  :    2017

Terbongkar! Bentuk bumi sebenarnya bukan bulat, tetapi datar.
Selama ini kita meyakini bahwa bentuk bumi yang kita huni ini berbentuk bulat. Pengetahuan tentang bumi bulat diajarkan di semua ruang pendidikan atau sekolah di seluruh dunia. Bahkan sejak kita masih dalam usia anak-anak pun sudah “dijejali” dengan gambaran bahwa bumi itu bulat seperti bola. Konsep bumi yang berbentuk bulat sudah menjadi sistem kepercayaan yang tertanam begitu kuat di otak. Namun, ilmu pengetahuan terus berkembang. Apa yang kita yakini sekarang ini bisa jadi berubah kemudian. Keyakinan bahwa bumi itu bulat, yang sudah mapan selama ratusan tahun, mulai digugat. Selama hampir lima ratus tahun, masyarakat telah benar-benar tertipu oleh dongeng kosmik proposisi astronomi (hal. 5).
Seorang peneliti nasional, Eric Dubay, mengungkapkan fakta bahwa teori bumi bulat adalah ilusi yang ditanam di otak kita lewat kebohongan sains dan propaganda media selama lebih dari 500 tahun. Dalam bukunya, The Flat-Earth Conspiracy, Eric memberikan penjelasan konsep bumi datar beserta bukti-bukti ilmiah yang mengungkapkan bahwa bentuk bumi itu bukan bulat, tapi datar. Baginya, teori bumi bulat merupakan bentuk konspirasi terbesar sepanjang sejarah manusia. Selama lima ratus tahun, dengan menggunakan segala bentuk media mulai dari buku, majalah, televisi, hingga gambar hasil rekayasa komputer, konspirasi multi-generasi ini telah berhasil mengubah pemikiran massa dengan mencomot citra bumi yang bergeming, mengubah bentuk bumi menjadi bulat, membuatnya berputar dalam lintasan berbentuk lingkaran dan membuatnya beredar mengelilingi matahari pada orbitnya (hal. 20).
Dalam penelitian yang dituangkan di buku ini, Eric Dubay mengungkapkan fakta-fakta mencengangkan yang membuktikan bahwa bumi itu datar, bukan bulat. Banyak fakta yang dikupas dari pelbagai disiplin ilmu pengetahuan. Beberapa fakta ilmiah yang kuat dan belum bisa di bantah di antaranya adalah non-kurvatur bumi datar yang dapat diukur; pencerahan bumi datar melalui mercusuar; berbedanya situasi antara Antartika dan Arktika; fenomena gerhana matahari dan bulan dan beberapa bukti ilmiah lainnya.
Bersatu dengan Komunitas Flat-Earth Society, Eric Dubay berusaha untuk memberikan pemahaman real kepada dunia bahwa apa yang banyak orang pahami selama ini – tentang bentuk bumi – adalah sesuatu yang keliru. Dalam menyebarkan pemahamannya, Eric Dubay bersama dengan anggota dalam komunitas pun mendapat tantangan dari beberapa orang – dapat dikatakan sebagai kelompok Tatangan Dunia “globalis” – yang berusaha untuk membungkam agar “rahasia besar penipuan” mereka tidak terbongkar.
Buku ini baik untuk dibaca sebagai penambah wawasan dan sekaligus sebagai pemberi perspektif baru dalam memandang konsep dunia yang sudah terpatri di pikiran kita. Selamat membaca!



Jumat, 29 September 2017

Judul Buku     :    How to Win Friends & Influence People In The Digital Age (terj.)
Penulis            :    Dale Carnagie & Associates
Penerbit          :    PT Gramedia Pustakan Utama - Jakarta
Tahun Terbit  :    2017

Pada tahun 1963, Dale Carnegie melontarkan pernyataan yang menarik kepada para pembaca: “Kemungkinan besar, masalah terbesar yang Anda hadapi adalah berusuan dengan orang lain”. Pernyataan ini menjadi fondasi dari How to Win Friends and Influence People, dan pernyataan ini masih berlaku pada zaman sekarang (hal. x).
Adalah baik untuk mendalami pernyataan tersebut sebagai pijakan untuk membangun sebuah hubungan-relasi komunikasi antar manusia pada era digital seperti sekarang ini. How to Win Friends and Influence People memberikan penjelasan dan sekaligus mengulas kesempatan untuk mendapatkan teman dan memengaruhi orang lain pada masa kini. Dulu, kedua hal itu dapat dicapai dengan tiga cara yang biasa dilakukan, yakni: bertemu secara langsung, melalui surat dan melalui telepon. Orang-orang pada zaman itu menekankan pentingnya pertemuan secara langsung – eksistensi di hadapan yang lain – karena tidak ada sarana lain yang dapat dipakai untuk menggantikannya. Pada zaman sekarang, hal itu menjadi pengecualian. Media sosial yang terbalut dalam koneksi digital menjadi sarana utama. Melalui media ini, kesempatan untuk mendapat teman dan memengaruhi orang lain dapat dilakukan tanpa ada pertemuan dan kehadiran secara langsung.
Memang, karya Carnege ini adalah karya yang ditulis beberapa tahun yang lalu. Namun, dengan beberapa tambahan yang diberikan, pada intinya membuat karya ini dapat diterapkan pada era sekarang. Ada beberapa prinsip utama yang menjadi dasar karya ini dalam membangun hubungan-relasi. Carnage memberikan beberapa resep membangun relasi yang kemudian ia rumuskan ke dalam beberapa cara membangun dan menjaga hubungan-relasi.
Ada enam cara untuk memberikan kesan yang bertahan lama: tunjukkan minat terhadap minat orang lain, tersenyumlah, berkuasa dengan nama, simak lebih lama, bahas apa yang penting bagi mereka, buat orang lain merasa lebih baik. Keenam cara ini adalah resep di mana setiap pribadi diajak untuk menjadi orang yang mampu memberikan kesan baik bagi orang lain yang hadir di depannya. Mungkin di antara itu semua, tersenyum adalah satu hal yang mudah dilakukan. Senyuman, hal itu meningkatkan nilai wajah Anda (hal. 67).
Setelah mendapat kesan dari orang lain, selanjutnya relasi diharapkan mulai terbangun. Selanjutnya, proses terbangunnya relasi itu hendaknya dibarengi dengan mendapatkan dan menjaga kepercayaan yang didapat dari orang lain. Proses ini dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut: mengakui kesalahan dengan cepat dan sungguh-sungguh, membiarkan orang lain mendapat pengakuan, memberikan sikap yang ramah dan jangan berkata “Kau salah”; sebab memberitahu orang bahwa mereka atau dia salah hanya akan membuat orang atau pribadi memusuhi Anda (hal. 129).
Pada bagian akhir, diulas seni menuntun perubahan tanpa penolakan atau kebencian. Bagian ini lebih menekankan upaya untuk menjaga hubungan-relasi yang sudah terbangun, lebih sekadar dari penerimaan kepercayaan dari orang lain. Satu hal yang menjadi bagian dari seni ini adalah senantiasa memberian pujian. Pujian menjadi pijakan utama di saat kita akan memberikan masukan atau kritik yang membangun. Pada praksisnya, sebagian besar dari kita tidak harus bersusah payah mencari kesempatan untuk memuji; kita hanya perlu memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada setiap harinya (hal. 234).
Meski membutuhkan ketekunan dalam membaca, How to Win Friends and Influence People memberikan sumbangan luar biasa bagi siapa saja yang telah membacanya. Karya ini sungguh dimaksudkan bagi siapa saja yang mau menjadi pribadi yang lebih cerdas dalam membangun dan menjadi hubungan-relasi yang telah dibangun. 

Selasa, 05 September 2017

                                      KELUAR DARI ZONA NYAMAN

Luk 8: 19-21

Terdengar begitu jelas jawaban Yesus: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya”. Jawaban Yesus sebagai tanggapan atas pemberitahuan yang diberikan kepada-Nya tentu mengejutkan orang-orang. Mungkin beberapa orang di sekitarnya bertanya dalam diri: “Mengapa Ia tidak mau bertemu dengan Ibu beserta saudara-saudara-Nya”? Atau bahkan ada yang bertanya: “Apakah ada masalah antara Yesus dengan Ibu serta keluarga-Nya yang menyebabkan Ia tidak mau untuk bertemu”?
Tentu, Yesus sendiri ketika dihadapkan dengan situasi tersebut, sudah secara mendalam memilih apa yang tepat. Rasanya Ia sudah memeriksa diri – kehadiran dan misi-Nya – dan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil-Nya. Jawaban Yesus terhadap situasi itu menunjukkan bahwa Ia lebih memilih untuk menemani orang banyak yang sedang mendengarkan Dia bersabda. Mungkin pilihan ini terasa konyol dan tidak masuk akal. Bukankah kerinduan untuk bertemu dengan orang-orang yang dicintai (dalam hal ini adalah keluarga), setelah lama tidak berjumpa, ada di dalam hati setiap manusia; tanpa terkecuali dengan Yesus? Namun, itulah pilihan yang diambil Yesus, sebuah keputusan radikal. Keputusan itu menunjukkan keberanian Yesus untuk keluar dari zona nyaman – kebersamaan dengan keluarga – demi pencapaian tujuan misi-Nya.
Adalah baik bagi kita untuk dapat belajar dari Yesus; tentunya tidak harus dengan konteks yang sama dengan-Nya. Kita bisa membawa sikap dan keberanian pemilihan keputusan yang dibuat Yesus dalam hidup keseharian sebagai orang Kristiani. Kadang dalam menjalani hidup, entah dalam setiap tugas perutusan atau pun karya, kita berada dalam situasi keragu-raguan dan ketidaknyamanan ketika dihadapkan pada suatu pilihan. Misalnya saja, ketika di lingkungan kerja kita dibujuk untuk melakukan tindakan penyelewengan penggunaan keuangan oleh teman atau atasan. Berhadapan dengan itu, nyaman memang jika kita menuruti apalagi jika kita mendapatkan “bagian”. Meski demikian, kita tetap harus berani mengambil sikap seperti yang Yesus lakukan: berani menolak dan bahkan mengingatkan teman atau atasan kita. Itu hanya sekadar contoh saja; mungkin dalam kenyataan kita memiliki pengalaman yang hampir sama.
Untuk itu, sekarang marilah kita hening sejenak; mengingat kembali pengalaman hidup, apakah kita pernah berhadapan atau dihadapkan pada situasi semacam itu? Kalau memang pernah, tindakan apa yang dibuat? Ke depan, beranikah kita, atau saya pribadi, bertindak radikal – memilih keputusan yang baik – seperti yang pernah Yesus buat?
Tuhan memberkati.

Kamis, 24 Agustus 2017

Judul Buku     :    Fokus (Terj.)
Penulis            :    Daniel Goleman
Penerbit          :    PT Gramedia Pustaka Utama - Jakarta
Tahun Terbit  :    2016

Apakah Anda memberikan atensi? Apakah Anda benar-benar berfokus pada buku di tangan Anda? Ataukah Anda sudah mengalihkan perhatian dengan mengecek jam tangan, e-mail, SMS, Facebook, dan sebagainya? Masih menahan dorongan untuk membiarkan pikiran Anda mengembara? Beberapa pertanyaan tersebut merupakan penyadaran kembali terhadap kehadiran Anda kini dan sekarang.
Mungkin setelah kita terhenyak dan sadar, pertanyaan-pertanyaan di atas menyadarkan kembali kehadiran Anda. Anda pun sadar bahwa kadang pikiran mengembara entah ke mana. Itu sangatlah wajar. Mengapa? Karena pada praktiknya, pikiran seorang pembaca pun biasanya mengembara sebanyak 40% dari total waktu saat dia membaca teks. Namun, apa manfaat dari memberikan atensi untuk jangka waktu yang lama? Dalam buku Fokus, Daneil Goleman menunjukkan mengapa fondasi kesuksesan di segala bidang kehidupan kita adalah kemampuan untuk berfokus.
Kesadaran diri salah satu resep yang disebut Goleman dalam memiliki keter-fokus-an. Kesadaran diri, khususnya ketepatan dalam menguraikan petunjuk-petunjuk internal dari gumaman batin kita, memegang kuncinya. Kesadaran diri merupakan lambang fokus yang hakiki, sesuatu yang bisa menyelaraskan diri kita dengan gumaman haus dari batin kita, yang bisa membantu jalan hidup kita (hal. 73). “Radar mental” (baca: kesadaran diri) dapat dijadikan sebagai kunci pengelolaan apa yang kita lakukan; dan tak kalah pentingnya, apa yang tidak kita lakukan. Prinsipnya adalah bahwa kesadaran diri membawa diri kita pada penyadaran, ke-kini-an.
Kesadaran diri sebagai salah satu resep untuk fokus juga harus disertai dengan kemampuan “membaca orang lain”. Kemampuan ini yang menurut Goleman dipahami sebagai kepekaan sosial. Kepekaan sosial memampukan untuk memiliki kesadaran mengenai apa yang pantas secara sosial yang mendatangi kita sebagai perasaan di tubuh; yang memberikan sinyal-sinyal atau perasaan tertentu yang datang dari orang yang sedang bersama dengan kita. Kesadaran akan konteks (sosial) juga membantu di level yang berbeda: memetakan jaringan sosial di suatu kelompok atau sekolah baru atau tempat kerja; kecakapan yang membuat kita bisa mengelola relasi-relasi itu dengan baik (hal. 139).
Untuk menutup bukunya, Goleman berharap bahwa kualitas keter-fokus-an itu dapat menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu sendiri bergantung pada kemampuan menarik dan mengarahkan atensi kolektif secara efektif (hal. 245). Adapun atensi yang mengemuka menuntut adanya unsur-unsur: pemusatan pada diri sendiri (fokus diri), menarik dan mengarahkan perhatian dari pihak lain, serta memperoleh dan menjaga perhatian yang dipimpin.
Karya Goleman yang tertuang dalam buku yang berjudul Fokus ini sangat baik dibaca bagi mereka yang menginginkan perubahan dalam diri menjadi lebih baik. Salah satu dasar utama untuk itu adalah membangun kesadaran diri, saat ini dan sekarang.

Selamat membaca!

Minggu, 20 Agustus 2017

MENJADI PELAYAN BAGI SESAMA

Mat 23: 1-12

Sahabat dehonian yang terkasih, pada bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus berhadapan dengan orang-orang yang memusuhi-Nya. Mereka itu adalah para ahli Kitab – yang dikenal sebagai para ahli-ahli Taurat – dan orang-orang Farisi. Para ahi Kitab ini adalah para kaum intelektualis religius yang dengan kemampuan dan kuasanya memberikan penafsiran serta pengajaran yang berdasarkan pada Kitab Perjanjian Lama. Apa yang diajarkan mereka diharapkan menjadi pedoman bagi jemaat untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari. Sementara, orang-orang Farisi adalah orang yang membanggakan dirinya sebagai orang-orang yang masuk dalah hitungan mereka yang menaati hukum (agama).
Dalam banyak kasus, sering kita jumpai bahwa mereka – kedua kelompok itu – menentang dan menolak kehadiran Yesus. Kehadiran Yesus bagi mereka dipandang sebagai “pendatang baru” yang menganggu posisi kemapanan mereka di tengah jemaat dan masyarakat.
Sungguh menarik jika kita melihat sikap Yesus terhadap mereka. Yesus mengajak para murid dan orang-orang untuk memiliki sikap kritis terhadap para ahli Kitab dan orang-orang Farisi. Ini tampak pada sikap kritis Yesus: “Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi jangan turuti perbuatan-perbuatan mereka. Karena, mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya”. Dalam hal ini, Yesus sebenarnya mengajak para murid dan orang-orang yang Ia ajar untuk tidak mengikuti kemunafikan para ahli Taurat. Yesus juga mengecam orang-orang Farisi yang suka menonjolkan diri dan mendapatkan kehormatan di mata banyak orang. Oleh karena itu, Yesus menghendaki supaya para murid dan orang-orang menjadi pribadi yang tidak seperti orang Farisi, melainkan menjadi pribadi yang bersemangat dalam pelayanan dengan memiliki sifat kerendahan hati.
Ajaran dan ajakan Yesus ini menjadi tantangan bagi kita sebagai murid-murid-Nya pada jaman sekarang. Di tengah kecenderungan yang egois untuk menjadi “yang terdepan” di antara yang lain, kadang kita ingin menjadi tuan atas anggota komunitas yang lain, atas istri, suami, anak-anak dan orang-orang yang dipercayakan kepada kita. Dengan menjadi murid Kristus, kita hendaknya menjadi pelayan bagi yang lain. Kita diminta untuk mengutamakan sesama dalam situasi apa dan kapan pun. Dengan menjadikan diri sebagai pelayan bagi sesama, kehadiran kita sungguh menunjukkan jati diri seorang Kristiani sejati yang dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang lebih baik.
Tuhan memberkati.

Selasa, 18 Juli 2017

Jika Sabda Berdaya dalam Diri


Tuhan Yesus menyebut para murid-Nya sebagai pribadi-pribadi yang berbahagia. Mengapa? Ya..., karena mereka dapat melihat dan mendengar Sabda Allah; bahwa mereka dapat mengalami kebersamaan dengan Sabda Allah, yang telah menjadi Manusia. Pengalaman kebersamaan secara manusiawi itu menjadi dasar bagi para murid untuk mengalami pengalaman penyelamatan dalam hidup. Momentum kebersamaan dengan Sang Sabda yang telah menjadi Manusia menjadikan mereka berbahagia dan sekaligus mendorong mereka untuk mewartakan kesaksian kabar bahagia-gembira kepada dunia.
Lantas, bagaimana dengan kita? Marilah sekarang kita coba untuk merenungkan sikap kita akan Sabda Allah yang sering kita dengar (dalam setiap liturgi Sabda) dan kita terima Rupa-Nya (yang telah menjadi Tubuh dan Darah dalam Perayaan Ekaristi). Apakah Sabda Allah sungguh berdaya guna dan efektif bagi hidup serta tindak sosial kita? Apakah Sabda Allah berpengaruh positif dalam hidup dan berpengaruh besar dalam kata-kata serta perbuatanku sehari-hari; secara khusus bagaimana pengaruhnya bagi komunitas, keluarga dan orang-orang di sekitar?
Jika dalam praksis kehidupan kita tetap setia berdoa dan membangun relasi yang personal dengan Allah; jika kita mampu membangun relasi yang baik dengan komunitas, keluarga dan orang-orang di sekitar kita; jika kita mampu untuk melaksanakan dengan setia dan tanggung jawab setiap tugas atau pekerjaan yang dipercayakan kepada kita; jika kita peduli dan bertindak nyata atas kedukaan orang di sekitar kita; itu semua menandakan bahwa kita sudah menyambut Sabda Allah dengan baik dalam diri. Seperti para murid mendengar dan melihat, serta menunjukkan panggilan perutusan karena Sabda yang telah mereka alami; kita jika sudah melakukan beberapa hal di atas pun demikian. Namun bila yang terjadi sebaliknya, maka kita perlu bertanya pada diri: “Mengapa Sabda Allah yang sering saya dengar dan terima tidak berdaya guna”?
Untuk itu, marilah kita berdoa dan mohon kekuatan Roh Allah dan doa Santo Yoakim serta Santa Anna, orang tua Bunda Maria, supaya kita mempu merawat dan mengelola Sabda Allah dalam diri sehingga kita mampu menjadi pribadi yang berkenan bagi Allah, keluarga dan sesama.

Tuhan memberkati.

Senin, 19 Juni 2017

 Renungan Singkat Dehonian (26 Jun 2017)
Mat 7: 1-5

Sahabat dehonian yang terkasih, Tuhan Yesus mengajak kita untuk merenungkan dan membuat sebuah evaluasi diri. Hal ini tampak dalam bacaan Injil yang baru saja kita dengar. Bacaan Injil dengan menampilkan topik: “penghakiman yang mungkin sering kita berikan kepada sesama”. Yesus mengajak agar kita tidak dengan begitu mudah menghakimi orang lain. Kita, mungkin sering atau mudah menghakimi kata-kata, karakter dan perbuatan orang lain yang bersalah terhadap kita. Kadang kita bahkan mencela dan sampai menghukum kesalahan yang telah diperbuat oleh sesama; tapi kita “buta” atas kesalahan atau kelemahan diri. Atas realitas itu, sangat relevan pribahasa yang mengatakan: Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak.
Kita perlu sadar bahwa kita bukanlah manusia yang sempurna, yang tidak menutup kemungkinan untuk berbuat salah. Kita pun perlu sadar bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Kita ingat Sabda Tuhan: “Ada balok di mata kita”. Sabda ini mengajak untuk menyadari kelemahan kita yang harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum memberikan penghakiman kepada orang lain atau sesama.
Lantas, sikap apa yang perlu dan tepat dilakukan saat kita berhadapan dengan prilaku orang lain, apalagi terhadap mereka yang terang-terangan melakukan kesalahan? Berusaha memahami mengapa orang itu berbuat kesalahan adalah langkah bijak. Memahami kesalahan orang lain dengan penuh kasih adalah upaya untuk memahami dan membantu untuk mengatasi kelemahan yang dimilikinya. Dengan berusaha memahami pihak lain, kita pun akan mengalami kedamaian jika jatuh dalam kelemahan yang sama. Ini akan berbeda jika yang kita kembangkan adalah semangat menghakimi. Jika yang terjadi demikian, kita akan selalu merasa cemas dan gelisah, bila kita sendiri jatuh dalam kesalahan.
Maka, ukuran yang perlu kita kenakan dalam menghadapi kesalahan orang lain adalah kasih Tuhan sendiri; yakni kasih kepada kita semua sebagai umat-Nya. Kasih Tuhan perlu dijadikan sebagai dasar yang akan selalu menggerakkan kita untuk memahami dan mengerti sesama yang bersalah kepada kita. Bukankah Ia membuat matahari-Nya terbit bagi orang yang jahat dan juga bagi orang yang baik? Bukankah hujan pun diturunkan-Nya bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar? Kasih Allah adalah kasih sempurna untuk semua; dan kita pun diundang untuk menjadi seperti-Nya.

Tuhan memberkati.

Selasa, 23 Mei 2017


act to LITURGY


Pre Event AYD 2017
catholic youth of BELITUGUBATU




The 7th Asian Youth Day 2017

·         Asian Youth Day (AYD) is a Catholic youth summit in Asian Region.
·         The event is held in every three years and attend by more than two thousand Catholic youth from various countries in Asia.
·         The spirit of evangelization is built through any activities in this event.





Joyful Asian Youth!
Living The Gospel In Multicultural Asia





P = Priest, A = All, L = Lector

Introductory Rites
Greeting
P:    In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit. 
A:   Amen.
P:    The grace of our Lord Jesus Christ,
and the love of God,
and the communion of the Holy Spirit
be with you all.
A:   And with your spirit.

P:    Brethren (brothers and sisters), let us acknowledge our sins, and so prepare ourselves to celebrate the sacred mysteries.
A:   I confess to almighty God
and to you, my brothers and sisters,
that I have greatly sinned,
in my thoughts and in my words,
in what I have done and in what I have failed to do,
through my fault, through my fault,
through my most grievous fault
;
therefore I ask blessed Mary ever-Virgin,
all the Angels and Saints,
and you, my brothers and sisters,
to pray for me to the Lord our God.
P:    May almighty God have mercy on us, 
forgive us our sins, 
and bring us to everlasting life.
A:   Amen.

P:    Lord have mercy. 
A:   Lord have mercy.
P:    Christ have mercy. 
A:   Christ have mercy.
P:    Lord have mercy. 
A:   Lord have mercy.

P:    Let us pray,
Father in heaven, let your Spirit come upon us with power to fill us with his gift. May he make our hearts pleasing to you, and ready to do your will. May your Spirit also motivate us to have a spirit of evangelization which is built through many activities in our daily life. Through our Lord Jesus Christ, your Son, who lives and reigns with you in the unity of the Holy Spirit, one God, for ever and ever.
A:   Amen.

Liturgy of the Word
First Reading  Acts 22:30; 23:6-11

L:    Paul is cross-examined by the Jewish Council, in Jerusalem

since he wanted to find out what Paul was being accused of by the Jews, the next day he released him and ordered the chief priests and the entire council to meet. He brought Paul down and had him stand before them.
When Paul noticed that some were Sadducees and others were Pharisees, he called out in the council, “Brothers, I am a Pharisee, a son of Pharisees. I am on trial concerning the hope of the resurrection of the dead.” When he said this, a dissension began between the Pharisees and the Sadducees, and the assembly was divided. (The Sadducees say that there is no resurrection, or angel, or spirit; but the Pharisees acknowledge all three.) Then a great clamor arose, and certain scribes of the Pharisees” group stood up and contended, “We find nothing wrong with this man. What if a spirit or an angel has spoken to him?” When the dissension became violent, the tribune, fearing that they would tear Paul to pieces, ordered the soldiers to go down, take him by force, and bring him into the barracks. That night the Lord stood near him and said, “Keep up your courage! For just as you have testified for me in Jerusalem, so you must bear witness also in Rome.”
L:    The word of the Lord.
A:   Thanks be to God.

Responsorial Psalm

R) Preserve me, God, I take refuge in you.

1.        Preserve me, God, I take refuge in you. I say to the Lord: “You are my God”. O, Lord, it is you who are my portion and cup; it is you yourself who are my prize. R)

2.        I will bless the Lord who gives me counsel, who even at night directs my heart. I keep the Lord ever in my sight: since he is at my right hand, I shall stand firm. R)

3.        And so my heart rejoices, my soul is glad; even my body shall rest in safety. For your will not leave my soul among the dead, nor let your beloved know decay. R)

 

Alleluia

P:    Alleluia.

A:   Alleluia.

I ask not only on behalf of these, but also on behalf of those who will believe in me through their word,

       that they may all be one.

A:   Alleluia.

 

 

Gospel

P:    The Lord be with you. 
A:   And with your spirit.
P:    A reading from the holy Gospel according to John. 
A:   Glory to you, Lord.

 

Gospel: John 17:20-26

Jesus prayed, 
“I ask not only on behalf of these, but also on behalf of those who will believe in me through their word, that they may all be one. As you, Father, are in me and I am in you, may they also be in us, so that the world may believe that you have sent me. The glory that you have given me I have given them, so that they may be one, as we are one, I in them and you in me, that they may become completely one, so that the world may know that you have sent me and have loved them even as you have loved me. Father, I desire that those also, whom you have given me, may be with me where I am, to see my glory,  which you have given me because you loved me before the foundation of the world.
“Righteous Father, the world does not know you, but I know you; and these know that you have sent me I made your name known to them, and I will make it known, so that the love with which you have loved me may be in them, and I in them.”
P:    The Gospel of the Lord. 
A:   Praise to you, Lord Jesus Christ.

Homily 

 

Liturgy of the Eucharist
Preparation of the Altar and the Gifts
P:    Blessed are you, Lord God of all creation,
for through your goodness we have received
the bread we offer you:
fruit of the earth and work of human hands,
it will become for us the bread of life.
A:   Blessed be God for ever.

P:    By the mystery of this water and wine
may we come to share in the divinity of Christ
who humbled himself to share in our humanity.
P:    Blessed are you, Lord God of all creation,
for through your goodness we have received
the wine we offer you:
fruit of the vine and work of human hands,
it will become our spiritual drink.
A:   Blessed be God for ever.

Invitation to Prayer
P:    With humble spirit and contrite heart
may we be accepted by you, O Lord,
and may our sacrifice in your sight this day
be pleasing to you, Lord God.
P:    Wash me, O Lord, from my iniquity
and cleanse me from my sin.

P:    Pray, brethren (brothers and sisters),
that my sacrifice and yours
may be acceptable to God,
the almighty Father.
A:   May the Lord accept the sacrifice at your hands
for the praise and glory of his name,
for our good
and the good of all his holy Church.


The Prayer over the Offerings
P:    Merciful Lord, make holy these gifts, and let our spiritual sacrifice make us en everlasting gift to you.
C:   Amen.

Eucharistic Prayer II

P:    The Lord be with you. 
A:   And with your spirit.
P:    Lift up your hearts.
A:   We lift them up to the Lord.
P:    Let us give thanks to the Lord our God.
A:   It is right and just.

P:    It is truly right and just, our duty and our salvation,
always and everywhere to give you thanks, Father most holy,
through your beloved Son, Jesus Christ,
your Word through whom you made all things,
whom you sent as our Savior and Redeemer,
incarnate by the Holy Spirit and born of the Virgin.
Fulfilling your will and gaining for you a holy people,
he stretched out his hands as he endured his Passion,
so as to break the bonds of death and manifest the resurrection.
And so, with the Angels and all the Saints
we declare your glory, as with one voice we acclaim:

P-A:Holy, Holy, Holy Lord God of hosts.
Heaven and earth are full of your glory.
Hosanna in the highest.
Blessed is he who comes in the name of the Lord.
Hosanna in the highest.

P:    You are indeed Holy, O Lord,
the fount of all holiness.
     Make holy, therefore, these gifts, we pray,
by sending down your Spirit upon them like the dewfall,
so that they may become for us
the Body and (+) Blood of our Lord Jesus Christ.
     At the time he was betrayed
and entered willingly into his Passion,

he took bread and, giving thanks, broke it,
and gave it to his disciples, saying:

TAKE THIS, ALL OF YOU, AND EAT OF IT,
FOR THIS IS MY BODY,
WHICH WILL BE GIVEN UP FOR YOU.


In a similar way, when supper was ended,
he took the chalice
and, once more giving thanks,
he gave it to his disciples, saying:

TAKE THIS, ALL OF YOU, AND DRINK FROM IT,
FOR THIS IS THE CHALICE OF MY BLOOD,
THE BLOOD OF THE NEW AND ETERNAL COVENANT,
WHICH WILL BE POURED OUT FOR YOU AND FOR MANY
FOR THE FORGIVENESS OF SINS.
DO THIS IN MEMORY OF ME.


The mystery of faith.

A:   We proclaim your Death, O Lord,
and profess your Resurrection
until you come again.

P:    Therefore, as we celebrate
the memorial of his Death and Resurrection,
we offer you, Lord,
the Bread of life and the Chalice of salvation,
giving thanks that you have held us worthy
to be in your presence and minister to you.
Humbly we pray
that, partaking of the Body and Blood of Christ,
we may be gathered into one by the Holy Spirit.
Remember, Lord, your Church,
spread throughout the world,
and bring her to the fullness of charity,
together with N. our Pope and N. our Bishop
and all the clergy.

     Remember our brothers and sisters
who have fallen asleep in the hope of the resurrection,
and all who have died in your mercy:
welcome them into the light of your face.
Have mercy on us all, we pray,
that with the Blessed Virgin Mary, Mother of God,
with saint Joseph her spouse, the blessed Apostles,
and all the Saints who have pleased you throughout
the ages, we may merit to be coheirs to eternal life,
and may praise and glorify you
through your Son, Jesus Christ.

Through him, and with him, and in him,
O God, almighty Father,
in the unity of the Holy Spirit,
all glory and honor is yours,
for ever and ever.
A:             Amen.

Communion Rite

P:    At the Savior’s command 
and formed by divine teaching, 
we dare to say:
A:   Our Father, who art in heaven,
hallowed be thy name;
thy kingdom come,
thy will be done
on earth as it is in heaven.
Give us this day our daily bread,
and forgive us our trespasses,
as we forgive those who trespass against us;
and lead us not into temptation,
but deliver us from evil.

P:    Deliver us, Lord, we pray, from every evil,
graciously grant peace in our days,
that, by the help of your mercy,
we may be always free from sin
and safe from all distress,
as we await the blessed hope
and the coming of our Savior, Jesus Christ.
A:   For the kingdom, the power and the glory are yours now and forever.

 

Sign of Peace

P:    Lord Jesus Christ,
who said to your Apostles;
Peace I leave you, my peace I give you;
look not on our sins,
but on the faith of your Church,
and graciously grant her peace and unity
in accordance with your will.
Who live and reign forever and ever.
A:   Amen.

P:    The peace of the Lord be with you always.
A:   And with your spirit.

P:    May this mingling of the Body and Blood
of our Lord Jesus Christ
bring eternal life to us who receive it.

 

Breaking of the Bread

A:   Lamb of God, you take away the sins of the world,
have mercy on us.
Lamb of God, you take away the sins of the world,
have mercy on us.
Lamb of God, you take away the sins of the world,
grant us peace.

P:    Lord Jesus Christ, Son of the living God,
who, by the will of the Father
and the work of the Holy Spirit,
through your Death gave life to the world,
free me by this, your most holy Body and Blood,
from all my sins and from every evil;
keep me always faithful to your commandments,
and never let me be parted from you.

Communion

P:    Behold the Lamb of God,
behold him who takes away the sins of the world.
Blessed are those called to the supper of the Lamb.
A:   Lord, I am not worthy
that you should enter under my roof,
but only say the word
and my soul shall be healed.

P:    Let us pray,
Lord Jesus, renew us by the mysteries we have shared. Help us to know you and prepare us for the gifts of the Spirit. Lord, we are proud and glad to be the host country of AYD 2017. Therefore, help us to dare joining in this event to be participants in each our parish. We also pray for the goodness of the event. Lord Jesus, we praise your name, now and forever.
A:   Amen.

 

Concluding Rite

Blessing

P:    The Lord be with you.
A:   And with your spirit.
P:    May almighty God bless you, 
Spirit and the Holy and the Son the Father,
A:   Amen.

 

Dismissal
P:    Go forth, the Mass is ended.

A:   Thanks be to God.

P:    Go in peace, glorifying the Lord by your life.

A:   Amen.



La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...