Di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari
Keuskupan Agung Palembang
Gregorius Jenli Imawan
ABSTRACT:
As
God's people, both the hierarchy and laity alike, all are united in the same faith, the faith in
Jesus Christ. Being united, all
are called to take part in the mission of Jesus Christ (Trimunera Christi). The
task is not only for the hierarchy,
but also for the laity. The
laity is expected to take part in the execution
of the mission; including being a local leader at the local level. By learning
from the leadership of Jesus Christ, the servant leader, they carry out the
mission in the field of koinonia (service of
communion), leiturgia (service of worship), kerygma (proclamation of the Gospel) and diakonia (socio-civic/service of worldly life). The Church of Archdiocese
Palembang realizes the involvement
of the laity through its
members of Grassroot Catechists. Their presence is
closely linked to the development of the parish in forming small groups that are alive.
Kata-kata Kunci:
Kaum awam, pemimpin lokal, lingkungan, Katekis Akar
Rumput (KAR), kepemimpinan pelayanan (servant
leadership)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Konsili
Vatikan II (1962-1965) memandang Gereja sebagai paguyuban umat Allah “yang
disatukan berdasarkan pada kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus” (LG 4). Sebagai
paguyuban, Gereja merupakan perhimpunan kaum beriman yang dengan Pembaptisan
menjadi anggota-anggota Tubuh Kristus dan dengan kedudukan mereka masing-masing
dipanggil untuk melaksanakan perutusan yang dipercayakan Allah untuk
dilaksanakan di dunia (bdk. LG 31). Di
antara semua orang beriman Kristiani itu, berkat kelahiran dalam Kristus, ada
kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan. Dengan itu, mereka semua, sesuai
dengan kondisi khas dan tugas masing-masing, berkerja sama membangun Tubuh
Kristus.
Tugas
membangun Tubuh Kristus merupakan tugas seluruh anggota Gereja. Tugas itu tidak
hanya bagi kaum hierarki saja, kaum awam diharap juga ikut berperan serta di
dalamnya. Pada kenyataannya, tugas untuk membangun Gereja – secara khusus dalam
lingkup sebuah paroki – tidak dapat terlepas dari keterlibatan kaum awam. Upaya
sebuah paroki mengadakan pembaruan dengan membentuk jemaat-jemaat kecil, yakni
basis yang hidup (bdk. CL 26),
menjadikan peran kaum awam sangatlah diperlukan. Peran mereka dilihat dalam
rangka menjadi “tenaga bantu” bagi pelaksanaan tugas pelayanan yang menjamin
dinamika kehidupan umat di tingkat basis.
Penjelasan
di atas menggugah penulis untuk melihat
kondisi Gereja di Indonesia, khususnya keterlibatan
kaum awam di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari,
Keuskupan Agung Palembang. Keterlibatan mereka
di paroki tersebut secara nyata dalam
diri (para) anggota Katekis Akar Rumput (KAR). Para
anggota KAR menjadi fokus penelitian penulis karena mereka adalah orang-orang
yang melayani umat beriman di paroki pada tingkat komunitas kecil Kristiani
(basis). Kehadiran mereka sebagai “pemimpin lokal” dalam sebuah komunitas kecil
Kristiani sangat penting dan diperlukan.
Persoalan
pengembangan umat beriman pada lingkup komunitas kecil Kristiani menentukan
perkembangan sebuah paroki. Upaya
pengembangan paroki tidak terlepas dari peran kaum
awam karena kehadiran mereka (di tiap-tiap komunitas kecil)
mampu memberikan kontribusi (pelayanan pastoral) yang lebih efektif.
Bahkan, kontribusi mereka sungguh membantu para pelayan
resmi Gereja (para romo). Atas dasar ini, penulis
ingin meneliti keterlibatan kaum awam bagi kehidupan umat beriman dan model
kepemimpinan yang menjadi dasar keterlibatan kaum awam sebagai anggota KAR di
Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari.
Landasan Teori
Sebagai
umat Allah, Gereja merupakan perhimpunan kaum beriman Kristiani yang anggotanya meliputi kaum awam.
Dokumen Konsili Vatikan mendefinisikan
kaum awam sebagai “semua orang beriman Kristiani, kecuali mereka yang
termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja”
(LG 31). Atas definisi tersebut, Heuken
memahami kaum awam sebagai anggota penuh dari Gereja. Oleh
karena itu, mereka ikut bertanggungjawab dan terlibat atas seluruh dinamika
kegiatan dalam Gereja, secara khusus bagi kehidupan umat beriman.
Keterlibatan
kaum awam dalam dinamikan hidup umat beriman nyata dalam komuitas-komunitas
kecil, yakni di tingkat
komunitas basis.
Kehadiran mereka dalam tingkat komunitas kecil, hadir sebagai “pemimpin lokal”.
Mereka biasanya terbilang di antara anggota jemaat yang paling yakin dan yang
paling dapat diandalkan.
Sebagai pemimpin lokal dalam komunitas kecil Kristiani, mereka melaksanaan tugas yang
diemban dalam praksis pelayanan jemaat.
Di
Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari, Keuskupan Agung Palembang, keterlibatan
kaum awam sebagai “pemimpin lokal” secara nyata tampak dalam diri seorang atau
beberapa orang yang disebut sebagai Katekis Akar Rumput (KAR). Sebagai
“pemimpin lokal” dalam sebuah komunitas Kristiani, mereka berasal dari umat
beriman, dipilih dan berkarya di antara mereka demi berjalannya dinamikan kehidupan umat (Gereja).
Model
kepemimpinan yang mendasari pelayanan mereka berakar dari model kepemimpinan Yesus Kristus. Model
kepemimpinan itu adalah “kepemimpinan
pelayanan” (servant leadership). Semangat
kepemimpinan pelayanan ini menekankan bahwa kehadiran pemimpin di tengah umat
beriman, pertama-tama dituntut untuk menjadi pemimpin yang melayani, bukan
menguasai. Greenleaf, sebagai tokoh yang
memperkenalkan konsep kepemimpinan pelayanan, mengatakan bahwa: “[...]
pemimpin besar pertama-tama dilihat sebagai pelayan”.
Model
kepemimpinan pelayanan ini esensinya adalah melayani orang lain sebagai
prioritas utama dan yang pertama. Konsep mengenai kepemimpinan pelayanan ini
kemudian dikembangkan oleh Patterson dalam teori mengenai kepemimpinan
pelayanan. Teori kepemimpinan pelayanan yang digagas Patterson memuat tujuh karakteristik
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu: kasih yang murni/agape (agapao love), kerendahan hati (humility),
mengutamakan orang lain (altruism),
visi (vision), kepercayaan (trust), pemberdayaan (empowerment) dan pelayanan (service).
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui peran para anggota KAR di Paroki Para
Rasul Kudus – Tegalsari, Keuskupan Agung Palembang bagi kehidupan umat beriman
dan menemukan model kepemimpinan yang dimiliki oleh para anggota KAR dalam
tugas pelayanan mereka. Selain itu, juga akan dilihat apresiasi umat beriman
terhadap pelayanan para anggota KAR.
Batasan Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari, Keuskupan Agung
Palembang. Alasan memilih paroki tersebut sebagai tempat penelitian diadakan
adalah “paroki pertama dalam Dekanat II (Keuskupan Agung Palembang) yang
membentuk kelompok KAR adalah Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari; setelah itu,
kelompok KAR juga dibentuk di paroki-paroki lain dalam wilayah Dekanat II
(namun belum semua)”.
Keterlibatan
KAR dalam hidup menggereja di paroki memiliki tempat penting, mengingat jumlah
jemaat-jemaat kecil (lingkungan) yang tidak sedikit dengan jangkauan wilayah
pelayanan yang luas (meliputi dua kabupaten: Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan
Ilir). Atas dasar itu, penulis tertarik untuk meneliti aktivitas KAR, terlebih
mengenai perannya bagi kehidupan iman umat.
Dalam
penelitian ini, yang menjadi informan dan responden utama adalah para anggota
KAR yang saat ini masih aktif. Agar informasi yang diperoleh menjadi lebih
lengkap, data juga diambil dari umat yang bukan sebagai anggota KAR.
Metodologi Penelitian
Metodologi
penelitian dalam penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terstruktur,
yaitu pertanyaan dan asumsi jawaban yang sudah ditentukan dalam kuesioner
sebagai bentuk pertanyaan tertutup. Selain itu, wawancara juga menggunakan
pertanyaan terbuka sehingga diperoleh data secara kualitatif. Mereka yang
menjadi responden utama dalam penelitian ini adalah para anggota KAR yang saat
ini masih aktif. Data juga diperoleh dari umat (bukan termasuk dalam
keanggotaan KAR) sebagai responden sekunder.
Populasi dan Sampel
Jumlah keseluruhan anggota KAR didasarkan pada jumlah
anggota yang sering menghadiri pertemuan rutin bulanan KAR, yakni: 70 jiwa. Dengan
pertimbangan agar keseluruhan anggota KAR dapat terwakili maka sampel diambil
sebanyak 50% dari 70, yaitu: 35 jiwa. Menurut data sensus umat yang terakhir
(tahun 2012), umat Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari berjumlah 1.940 jiwa;
dan jumlah umat yang berada pada umur 17 – 60 tahun, yakni: 1.548
jiwa. Sampel umat yang diambil sebanyak 8% dari 1.548 jiwa,
yaitu: 120 jiwa. Untuk mewakili dari keseluruhan
jumlah populasi, maka sampel yang diambil berjumlah 12 lingkungan dari 26 lingkungan. Penentuan
sampel umat dan lingkungan dilakukan menggunakan pengambilan sampel acak
sederhana (simple random sampling).
Hipotesa Penelitian
Kepemimpinan
para anggota KAR dalam memberikan pelayanan kepada umat beriman menjadi bagian
penting dalam penelitian. Atas dasar itu, penulis memiliki hipotesis bahwa
model kepemimpinan servant leadership
menjadi dasar kepemimpinan para anggota KAR.
PEMIMPIN LOKAN
DALAM KELOMPOK LINGUKNGAN
Kelompok-Kelompok
Lingkungan sebagai Model Komunitas Kecil Kristiani
Fritz
Lobinger melihat kehadiran pemimpin lokal tidak terlepas dengan
“kelompok-kelompok lingkungan”.
Apa yang ingin ditekankan di sini adalah bahwa sebuah kelompok dalam komunitas
hidup menggereja tidak terlepas dengan kehadiran seorang pemimpin. Dalam hal
ini, pemahaman mengenai kelompok-kelompok lingkungan memiliki kesamaan dengan
komunitas kecil Kristiani yang dikenal sebagai komunitas basis. Untuk itu,
penulis akan membahas tentang kelompok-kelompok lingkungan (seturut pemahaman
Fritz Lobinger) sebagai model komunitas kecil Kristiani.
Komunitas Kecil
Kristiani dan Kelompok Lingkungan
James
O’Halloran menyebut bahwa bentuk awal gagasan tentang komunitas kecil Kristiani
adalah persekutuan jemaat-jemaat Kristiani dalam Perjanjian Baru.
Mereka disatukan dalam iman kepada Yesus Kristus yang bangkit dan hadir di tengah jemaat. Dengan
membentuk hidup persekutuan, mereka dipanggil dalam Roh Kudus dan berhimpun
dalam perayaan Perjamuan Tuhan serta dalam pengajaran para Rasul agar dengan
santapan Tubuh dan Darah-Nya, persaudaraan antar mereka semakin diteguhkan (bdk. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17).
Gagasan
mengenai komunitas kecil Kristiani pada jaman sekarang ini dimulai di Brasil sekitar tahun 1950-an.
Dalam perjalanan selanjutnya, gagasan mengenai komunitas kecil Kristiani
berkembang di Amerika Latin; dan bahkan juga berkembang di seluruh dunia. Model
komunitas kecil Kristiani menjadi fenomena hidup menggereja saat ini. Mereka
biasanya berupa kelompok yang terdiri dari delapan sampai tiga puluh anggota.
Dalam kelompok itu, antar anggota terhubung satu sama lain dalam suatu wilayah.
Relasi antar anggota kelompok sangat mendalam dalam pelbagai bidang kehidupan.
Fritz
Lobinger menggunakan istilah kelompok lingkungan untuk menjelaskan komunitas
kecil tersebut.
Kelompok lingkungan dimengerti sebagai “kelompok kecil” atau “jemaat setempat”
yang memiliki karakteristik seperti kelompok kecil Kristiani sebagaimana yang
dijelaskan oleh James O’Halloran.
Kepemimpinan dalam
Kelompok Lingkungan
Para
rasul dan murud-murid yang mengikuti Yesus sejak semula memang belum memiliki
sebuah “institusi” yang jelas; hanya sebatas kumpulan jemaat yang memiliki iman
dan tujuan yang sama. Dalam perjalanan selanjutnya, peristiwa kematian dan
kebangkitan Yesus ternyata memberikan pengaruh kuat bagi mereka. Peristiwa
tersebut membuat para rasul, para murid dan orang-orang yang percaya mengalami
“transisi” sebagai sebuah komunitas. Komunitas Kristiani terus berkembang; dan
yang menjadi dasar utama adalah iman kepada Yesus Tuhan.
Dalam
ranah ini, keberadaan seorang pemimpin amat diperlukan bagi gerak dinamika
kehidupan dalam komunitas kecil Kristiani. James O’Halloran menekankan
pentingnya kehadiran seorang pemimpin (yang kompeten) bagi berjalannya dinamika
kehidupan dalam komunitas Kecil Kristiani.
Lobinger pun menandaskan hal yang sama. Baginya, dalam kelompok-kelompok
lingkungan atau kelompok-kelompok umat basis, kebutuhan akan adanya pemimpin
malah lebih tinggi.
Alasannya adalah bahwa setiap anggota Gereja yang tinggal dalam wilayah umat
basis – atau dalam kelompok lingkungan – didesak untuk berperan serta bagi
berjalannya dinamika kehidupan komunitas.
Dalam
praksis dinamika kehidupan Gereja, ada banyak orang yang menjadi pemimpin.
Mereka hadir di tengah jemaat beriman untuk memimpin dan juga memberikan
pelayanan. Sebagian dari mereka tergabung dalam jajaran yang disebut sebagai
pemimpin lokal.
Secara
etimologis, istilah pemimpin lokal berasal dari dua kata dasar, yakni:
“pemimpin” dan “lokal”. Kedua kata tersebut memiliki pengertian masing-masing.
“Pemimpin” diartikan sebagai “orang yang memimpin”;
sedangkan “lokal” diartikan sebagai “setempat”,
menunjuk pada suatu wilayah atau lingkungan. Dari dua pengertian tersebut,
istilah “pemimpin lokal” dapat dipahami sebagai “orang yang memimpin (di)
lingkungan setempat”.
Istilah
pemimpin lokal berasal dari Fritz Lobinger. Istilah pemimpin lokal mengacu pada
para pemimpin yang muncul di dalam sebuah jemaat Kristiani dan biasanya tinggal
dengan jemaat itu pula (setempat).
Bagi Lobinger, jemaat setempat ini menunjuk pada kelompok lingkungan atau
kelompok kecil dalam sebuah jemaat secara keseluruhan.
Dasar Kepemimpinan
Pemimpin Lokal: Yesus Kristus
Setiap pemimpin lokal
semestinya harus belajar dari Yesus Krustus, Sang Teladan, tentang bagaimana
memimpin dan melayani. Bagi Lobinger, Yesus memberikan suatu panduan yang
penting untuk kehidupan dan kepemimpinan di dalam jemaat-Nya.
Seorang pemimpin membasuh kaki orang-orang yang dipimpinnya.
Yesus sendiri memberikan keteladanan dalam hal ini. Peristiwa ketika Yesus
membasuh kaki para murid-murid-Nya adalah contoh nyata di mana Ia menjadi
seorang pemimpin yang bersedia melayani orang-orang yang dipimpin (bdk. Yoh 13: 1-20). Apa yang dilakukan
oleh Yesus menjadi pengajaran bagi para murid agar juga melakukan seperti yang
telah diperbuat-Nya:
Mengertikah
kamu apa yang kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu
itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh
kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh
kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga
berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu (Yoh 13: 12-15).
Yesus
dengan terang menjelaskan bahwa apa yang telah dilakukan-Nya itu harus ditiru
dalam kehidupan para murid-Nya.
Para murid diharapkan kelak dapat menjadi pemimpin-pemimpin jemaat yang tidak
menggunakan kepemimpinan sebagai sarana untuk menguasai, melainkan untuk
melayani.
Peristiwa
pembasuhan kaki adalah salah satu bentuk pengajaran Yesus kepada para murid
sebagai seorang pemimpin. Pembasuhan kaki bukan sekadar ritus biasa, namun
memuat makna mendalam. Bahkan sebelum peristiwa pembasuhan kaki itu terjadi,
Yesus sudah seringkali menunjukkan pengajaran “membasuh kaki” kepada para murid:
ketika Ia memperlihatkan kesabaran yang besar terhadap pemahaman mereka yang
lamban (bdk. Mat 16: 5-12); ketika Ia
bergaul dengan orang-orang sakit dan menyembuhkan mereka (bdk. Mrk 6: 56); ketika Ia mengampuni para murid karena kedegilan
mereka (bdk. Mrk 16: 14); ketika Ia
membantu mereka dari hari ke hari untuk menangkap warta Kabar Gembira (bdk. Mat 13: 1-23).
Seorang
pemimpin diharapkan juga selalu “membasuh kaki” orang-orang yang dipimpinnya.
Itu dapat dilakukan bila: seorang pemimpin melayani dengan penuh kesabaran;
memprioritaskan pelayanannya terhadap orang-orang yang lemah (orang-orang sakit
dan miskin); mengedepankan sikap pengampunan; dan senantiasa membantu jemaat
yang dipimpinnya untuk memahami warta Kabar Gembira.
Model Kepemimpinan Yesus Kristus: Pemimpin sebagai
Pelayan (Servant Leadership)
Kepemimpinan
Yesus Kristus seperti yang telah dijelaskan di atas, melahirkan sebuah model kepemimpinan
yang dapat dijadikan sebagai pola kepemimpinan pemimpin lokal. Model
kepemimpinan itu adalah kepemimpinan pelayanan. Kepemimpinan pelayanan adalah
salah satu teori kepemimpinan yang berkembang pada saat ini. Teori kepemimpinan
ini menekankan peran dan fungsi seseorang – yang menjabat sebagai pemimpin –
untuk menggunakan “kepercayaan” yang dimilikinya sebagai pemimpin yang
melayani, bukan menguasai. Hal tersebut ditegaskan Robert K. Greenleaf yang
mengatakan bahwa, “[...] pemimpin besar pertama-tama dilihat sebagai pelayan”.
Model kepemimpinan pelayanan ini esensinya adalah melayani orang lain (yang
dipimpin) sebagai prioritas utama dan yang pertama.
Kepemimpinan
sebagai pelayan memiliki kesejajaran dengan model pelayanan Yesus Kristus.
Anthony D’Souza menyebutkan bahwa satu ciri penting dari kepemimpinan-pelayan
adalah memberikan teladan;
dan Yesus Kristus telah melakukannya. Karakter pelayanan seorang pemimpin
ditunjukkan sendiri oleh Yesus lewat peristiwa pembasuhan kaki para murid-Nya (bdk. Yoh 13: 1-20). Peristiwa pembasuhan
kaki pada malam menjelang sengsara-Nya menegaskan kembali apa yang telah Ia
ajarkan mengenai menjadi pelayan.
Dengan
berpola pada kepemimpinan Yesus Kristus, Sang Pelayan, seorang pemimpin sungguh
dapat melayani. Berkaitan dengan
ini, Kathleen Patterson menyebutkan beberapa
kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin pelayan.
Kualitas-kualitas itu adalah: kasih
yang murni/agape (agapao love), kerendahan hati (humility), mengutamakan orang lain (altruism), visi (vision), kepercayaan (trust),
pemberdayaan (empowerment) dan
pelayanan (service)
Fungsi Pemimpin Lokal
Pemimpin
lokal sebagai pemimpin dan pelayan pastoral dalam sebuah kelompok lingkungan
atau komunitas kecil Kristiani, memiliki beberapa fungsi atau peran bagi
kehidupan umat beriman. P. Van Hooijdonk menyebut beberapa fungsi pelayanan
pastoral ke dalam empat fungsi pokok hidup menggereja, yakni: koinonia (bidang pelayanan untuk
memelihara persekutuan umat), leiturgia
(bidang pelayanan peribadatan), kerygma
(bidang pelayanan pewartaan) dan diakonia
(pelayanan sosial kemasyarakatan/pelayanan hidup duniawi).
KATEKIS AKAR RUMPUT (KAR) DI PAROKI PARA RASUL KUDUS - TEGALSARI
Katekis Akar Rumput
(KAR)
Paroki
Para Rasul Kudus – Tegalsari memberikan kesempatan
yang besar bagi partisipasi kaum
awam. Hal tersebut sejalan dengan Pedoman Pastoral Keuskupan Agung Palembang:
“Kaum awam mempunyai peran tak tergantikan di dalam pembentukkan jemaat di keuskupan
kita dan dalam kehadirannya di tengah masyarakat plural”.
Hidup menggereja
“menjadi kesempatan bagi kaum awam dalam menyumbangkan dan memberdayakan
talenta serta panggilannya untuk lebih aktif dalam evangelisasi, menjadikan
Gereja lebih misioner dan dihargai di tengah masyarakat”.
Untuk
mewujudkan cita-cita itu, Gereja Keuskupan Agung Palembang dalam Sinode II
tahun 2009 memandang perlu menegaskan prioritas pastoral:
“Pengadaan/pemberdayaan katekis (pelaku katekese) yang nyata dalam diri para anggota
Katekis Akar Rumput (KAR) di tingkat paroki”.
Tanggapan atas prioritas pastoral itu
merupakan konsekuensi dari pembaruan paroki dengan membentuk jemaat-jemaat kecil.
Di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari, yang menjadi bagian dari Keuskupan Agung Palembang,
pemberdayaan kaum awam (dalam diri para anggota
KAR) dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada umat
beriman (jemaat-jemaat kecil) di tingkat lingkungan.
Arti dan Makna Katekis
Akar Rumput (KAR)
Katekis
Akar Rumput (KAR) berasal pada kata “katekis” dan “akar rumput”. Istilah
“katekis” ini dari kata “katekese”, berakar pada kata “catechein” yang berarti menggemakan kembali atau meneruskan.
Marinus Telaumbanua menjelaskan arti “katekese” sebagai usaha-usaha dari pihak
Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan
imannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk
menunjang berjalannya proses katekese diperlukan pendamping katekese, yakni katekis. Dalam praksis
kehidupan menggereja, kehadiran katekis menjadi nyata seperti yang terjadi di
Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari, Keuskupan Agung Palembang. Sebelum KAR
hadir, katekis yang ada adalah katekis yang diutus dan digaji oleh keuskupan untuk
melaksanakan tugas pewartaan bagi umat.
Dalam perjalanan waktu, muncullah tenaga-tenaga sukarela yang membantu
pelaksanaan tugas katekis.
Tenaga-tenaga sukarela itu adalah para Katekis Akar Rumput (KAR). Dalam sebuah
wawancara, Bapak Bernardus Realino Mikirno memberikan penjelasan mengenai KAR:
Istilah
“katekis” menunjuk pada “pewarta”; sedangkan “akar rumput” menunjuk “asal”
mereka, yakni dari tingkat bawah (dalam paroki, yakni lingkungan). Katekis Akar
Rumput (KAR) dapat dipahami sebagai orang-orang yang dengan sukarela menjadi
tenaga pewarta Gereja di lingkungan masing-masing. Mereka di antaranya meliputi
anggota DPP, para anggota prodiakon, para pengurus lingkungan dan beberapa
anggota seksi dalam kepengurusan DPP.
Dari penjelasan di atas, Katekis Akar Rumput (KAR)
dipahami sebagai mereka – kaum awam – yang berpartisipasi dalam reksa pastoral
paroki, dengan memberikan bantuan yang diperlukan dan dengan mengembangkan
kegiatan pastoral, baik dalam bidang persekutuan, pewartaan, liturgi dan
pelayanan maupun kesaksian. Anggota-anggotanya meliputi: anggota DPP, prodiakon, ketua
wilayah dan ketua lingkungan. Partisipasi pelayanan mereka adalah untuk menjamin
dinamika kehidupan umat beriman yang berada di tiap-tiap lingkungan. Pemakaian
istilah “Katekis Akar Rumput” ingin menunjukkan peran mereka sebagai tenaga
sukarela dalam melaksanakan tugas
pelayanan. Istilah tersebut membedakan mereka dengan “katekis resmi” yang
memang ada dan digaji oleh keuskupan (meski dalam praksisnya, paroki yang
menggaji).
Menjadi Pelayan
Pastoral di Lingkungan
Anggota
KAR berasal dari (kelompok) lingkungan
di mana ia (atau mereka) berasal. Mereka adalah tokoh umat “yang dipilih”
dari setiap lingkungan supaya menjadi orang
yang memberikan pengaruh bagi Gereja (di tingkat lingkungan) dan masyarakat.
Peran tokoh umat ini tidak mengganti
peran ketua lingkungan.
Sebagai orang yang dipilih oleh umat, setiap anggota KAR
berperan dalam dinamika kehidupan umat beriman di setiap lingkungan. Dari
sini terlihat dengan jelas bahwa model partisipasi
anggota KAR – yang terdiri dari kaum awam – bagi dinamika kehidupan umat di
tingkat lingkungan dapat disamakan dengan model partisipasi kaum
awam menurut Lobinger, yakni sebagai pemimpin lokal.
Menjadi pemimpin lokal dapat dipahami sebagai bentuk
partisipasi awam secara sukarela bagi pelaksanaan pelayanan pastoral Gereja. Pelayanan
pastoral KAR berkaitan dengan pelayanan pewartaan (kerygma) kepada umat. Pewartaan iman itu meliputi usaha untuk
memelihara persekutuan umat (koinonia), pewartaan Sabda (dalam sebuah peribadatan)
dan mengajak umat agar
berperan serta dalam pelayanan sosial-kemasyarakatan (diakonia). KAR juga berperan dalam bidang pelayanan peribadatan (leiturgia) di lingkungan.
KAR berperan dalam membantu pelaksanaan pelayanan
pastoral romo paroki. Gereja paroki dan seluruh kapel yang berada di Paroki
Para Rasul Kudus – Tegalsari berhak untuk mendapatkan pelayanan Misa (Misa hari
Minggu maupun pada hari raya). Namun karena jumlah romo tidak sebanding dengan
jumlah tempat pelayanan, maka tidak semua tempat dapat dilayani. Dalam hal ini,
KAR memainkan perannya. Beberapa tempat pelayanan yang tidak mendapatkan
pelayanan Misa dari romo diganti dengan pelayanan Ibadat Sabda yang dipimpin
oleh anggota KAR.
PENELITIAN
KETERLIBATAN KATEKIS AKAR RUMPUT (KAR) DI PAROKI PARA RASUL KUDUS - TEGALSARI
Pada
bagian ini, penulis akan memaparkan proses dan hasil penelitian
Keterlibatan Katekis Akar Rumput (KAR) di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari. Hasil penelitian itu
meliputi: 1) peran
para anggota KAR di Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari bagi kehidupan umat
beriman; 2) model
kepemimpinan pelayanan (servant leadership)
yang dimiliki oleh para anggota KAR dalam tugas pelayanan mereka; 3) faktor-faktor berpengaruh
bagi kinerja para anggota KAR; 4) apresiasi
umat beriman terhadap pelayanan para anggota KAR.
Peran
Katekis Akar Rumput (KAR) bagi Kehidupan Umat Beriman
Kehadiran KAR dalam sebuah
lingkungan komunitas umat beriman, memiliki beberapa tugas. Beberapa tugas itu
berkaitan dengan kehadiran mereka sebagai pelaku
katekese dan pelayan pastoral. Sebagai pelaku katekese, KAR berperan dalam bidang
pewartaan kepada umat untuk
memelihara paguyuban dan yang mengajak umat
supaya terlibat dalam hidup sosial-kemasyarakatan. Sebagai pelayan pastoral, mereka berperan dalam
pelaksanaan beberapa kegiatan peribadatan; di antaranya adalah memimpin Ibadat
Sabda hari Minggu.
Semua
umat di lingkungan (12 lingkungan) yang menjadi responden dalam penelitian ini,
menerima pelayanan yang dilakukan oleh para anggota KAR. Maka, umat (bukan termasuk
anggota KAR) adalah subyek penelitian yang memberikan informasi tentang
pengaruh keterlibatan pelayanan para anggota KAR bagi kehidupan jemaat beriman.
Data hasil penelitian – tentang pengajaran
KAR yang mengajak
hidup rukun – menunjukkan bahwa hampir tiga perempat responden
(73,3%) mengatakan KAR selalu mengajarkan umat untuk
hidup rukun. Kurang dari dua persepuluh responden (17,5%) mengatakan bahwa KAR
sering mengajar dan mengajak umat untuk hidup rukun. Sementara hanya sebagian
kecil responden (9,2%) mengatakan bahwa KAR kadang-kadang mengajar umat untuk
hidup rukun.
Penelitian juga mencakup tentang penilaian atas isi renungan KAR
dalam Ibadat Sabda Hari Minggu.
Salah satu inti dari renungan dalam Ibadat Sabda adalah
mengajak umat untuk hidup lebih baik. Sebagai contoh, ajakan hidup lebih baik menunjuk pada usaha KAR yang
mendorong umat agar memiliki niat saling memaafkan jika terjadi konflik antar
mereka. Maka, selain mengupas dan merenungkan
Sabda dari Kitab Suci, pemimpin ibadat juga memberikan semangat dan inspirasi –
yang didasarkan pada Kitab Suci – bagi umat.
Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga
responden (69,2%) melihat isi renungan yang diberikan KAR selalu mengajak umat
untuk hidup lebih baik. Lebih dari dua persepuluh responden (21,7%) mengatakan
isi renungan KAR sering mengajak umat untuk hidup lebih baik. Hampir
dari sepersepuluh responden (9,2%) mengatakan renungan KAR kadang-kadang mengajak umat untuk hidup lebih baik. Data ini
menunjukkan adanya persoalan pastoral di mana ada anggota KAR yang kurang
menekankan pentingnya hidup lebih baik dalam pengajarannya.
Keterlibatan KAR bagi kehidupan umat beriman ditunjukkan juga dengan
mengajak umat supaya terlibat
dalam hidup sosial-kemasyarakatan, secara khusus terlibat dalam
kegiatan ronda malam. Hasil penelitian
menunjukkan kurang dari dua persepuluh responden (18,3%) mengatakan KAR selalu
mengajak umat terlibat dalam ronda malam. Kurang dari dua persepuluh responden
lainnya (18,3%) mengatakan KAR sering mengajak umat terlibat ronda malam.
Jumlah tersebut berbeda jauh jika dibandingkan dengan
lebih dari sepertiga responden (36,7%) yang mengatakan KAR kadang mengajak umat
ikut ronda malam. Bahkan, lebih dari
seperempat responden (26,7%) mengatakan KAR sama
sekali tidak pernah mengajak umat agar terlibat dalam kegiatan ronda malam.
Dari data hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat keterlibatan
KAR untuk menghimbau dan mengajak umat supaya
terlibat dalam ronda malam perlu untuk lebih ditingkatkan.
Ini menjadi permasalahan pastoral yang dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi untuk KAR. Harapannya, setiap anggota KAR semakin sadar
bahwa pewartaan yang mengajak umat untuk terlibat dalam ronda malam itu
penting.
Kepemimpinan Katekis Akar Rumput (KAR): Kepemimpinan Pelayanan
(Servant Leadership)
Kepemimpinan
Yesus Kristus merupakan sebuah model kepemimpinan bagi pelayan Kristiani dan juga bagi
para anggota KAR. Ada
7 kualitas kepemimpinan
pelayanan yang perlu dimiliki, yaitu: kasih, kerendahan hati, mengutamakan
orang lain, memiliki visi, memberikan kepercayaan, memberdayakan dan melayani. Dari ke-7 kualitas itu, di sini akan ditampilkan data
hasil penelitian dari 2 kualitas yang mewakili, yakni: kasih dan kerendahan
hati.
Dengan
kasih yang murni dalam pelaksanaan
tugas pelayanan di tengah umat, setiap anggota KAR memiliki daya untuk
melakukan sesuatu yang baik. Daya itu membuat pelayanan dilaksanakan secara
tulus dengan tidak mengharapkan
imbalan uang. Hasil penelitian menunjukkan hampir semua responden
(90,8%) mengatakan bahwa KAR melayani tanpa mengharapkan imbalan uang. Jumlah
tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan kurang dari sepersepuluh
responden (8,3%) yang mengatakan KAR kadang-kadang meminta imbalan uang atas
pelayanan; dan
sedikit responden yang mengatakan sering
(0,8%).
Atas
dasar kerendahan hati, setiap anggota
KAR diharapkan tidak
menjadi pemimpin yang arogan dan egois. Ia juga tidak bersikap otoriter
terhadap umat, yakni orang-orang yang dipercayakan kepadanya. Kerendahan hati
itu dapat dilihat melalui sikap yang tenang dan bijaksana ketika menerima kritik dari umat.
Dari
data hasil penelitian terlihat bahwa lebih dari seperempat responden (29,2%)
mengatakan KAR selalu menerima kritik dari umat. Selain itu, kurang dari
seperempat responden (20,8%) mengatakan KAR sering menerima kritik, terlebih
kritikan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pelayanan. Sebagian kecil dari
responden (5,8%) mengatakan bahwa KAR tidak pernah menerima kritikan dari umat.
Kurang dari separo jumlah
responden (44,2%) mengatakan KAR kadang menerima kritikan dari umat. Data ini menunjukkan bahwa masih ada anggota KAR yang
kurang dapat menerima kritikan dari umat. Hal ini menjadi sebuah permasalahan
pastoral mengingat kritikan dari umat (biasanya) menjadi bahan evaluasi bagi
pelayanan yang lebih baik. Dengan sulit menerima kritikan atau masukan, KAR
sebenarnya menutup diri dari upaya pembenahan diri.
Berdasarkan dua data hasil penelitian yang menunjukkan
kualitas kepemimpinan KAR (yang diwakili oleh kualitas kepemimpinan dalam hal
kasih dan kerendahan hati), hepotesis dalam penelitian, yakni: model kepemimpinan
servant leadership menjadi dasar kepemimpinan para anggota KAR, menemukan
kebenarannya.
Faktor-faktor
Berpengaruh bagi Kinerja Katekis Akar Rumput (KAR)
Peran
kepemimpinan KAR
dalam melayani jemaat tidak lepas dari 2 faktor
yang mempengaruhi. Kedua
faktor itu adalah pembinaan yang berkelanjutan dan peran paroki (romo paroki serta
Dewan Pastoral Paroki [DPP]). Para anggota KAR di
lingkungan (12 lingkungan sampel) yang menjadi responden dan informan penelitian dalam
bagian ini berjumlah 35 jiwa.
Untuk semakin membuat pelayanan menjadi
lebih berkualitas, setiap anggota KAR diharapkan selalu menambah kemampuan dan
pengetahuan melalui pembinaan yang berkelanjutan. Upaya pembinaan yang
berkelanjutan selama ini telah dilakukan, baik dari pihak paroki maupun oleh
anggota KAR sendiri (belajar mandiri). Salah
satu upaya pembinaan ini didapat
melalui keikutsertaan KAR dalam
pertemuan rutin.
Pertemuan KAR diadakan sebulan sekali
dengan beberapa bahan materi yang dibahas; di antaranya adalah program Keuskupan
Agung Palembang, program Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari dan materi-materi
tematis (APP, Bulan Kitab Suci Nasional, Bulan Rosario, Bulan Maria, Adven).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
dari seperempat responden (28,6%) selalu menghadiri pertemuan KAR. Pentingnya
pertemuan KAR juga dirasakan oleh
lebih dari separo responden (54,3%)
yang mengatakan sering menghadiri. Meski demikian,
lebih dari sepersepuluh responden (14,3%) kadang-kadang menghadiri pertemuan
KAR dan hanya sedikit responden (2,9%) yang tidak pernah menghadirinya. Data yang menunjukkan bahwa ada responden yang kadang
dan bahkan tidak pernah mengikuti pertemuan rutin dapat dijadikan evaluasi.
Romo paroki dan DPP
memiliki arah yang sejalan dalam menunjang kehidupan umat beriman. Romo paroki dan DPP dapat
dikatakan sebagai perwakilan dari paroki yang memiliki peran penting bagi
kinerja pelayanan KAR. Lantas pertanyaannya adalah bagaimana peran paroki (romo paroki dan DPP) bagi
KAR selama ini? Peran itu berkaitan dengan kesejahteraan dari paroki bagi
para anggota KAR.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
dari sepertiga responden (34,3%)
mengatakan bahwa paroki selalu memberikan perhatian bagi kesejahteraan KAR.
Kurang dari sepersepuluh responden (8,6%) mengatakan paroki sering
memperhatikan kesejahteraan KAR. Perhatian paroki bagi kesejahteraan KAR
berkaitan dengan bagaimana paroki (baik itu romo
paroki maupun DPP) memberikan dukungan (misal:
finansial) untuk menunjang pelayanan KAR.
Di lain pihak, perhatian paroki
bagi kesejahteraan KAR tidak pernah dialami oleh hampir separo dari jumlah
responden (45,7%). Lebih dari sepersepuluh responden (11,4%) mengalami bahwa
paroki kadang-kadang menaruh perhatian bagi kesejahteraan anggota KAR. Dua data terakhir menunjukkan adanya persoalan pastoral
berkaitan dengan perlunya paroki untuk meningkatkan perhatian bagi
kesejahteraan KAR.
Apresiasi Umat terhadap Keterlibatan
Katekis Akar Rumput (KAR)
KAR
adalah figur pemimpin lokal di lingkungan umat beriman. Kehadiran setiap
anggota KAR di tengah umat merupakan kehadiran sosok pemimpin yang menjadi
contoh dan teladan. Kehadiran setiap anggota KAR mendapatkan apresiasi dari
umat. Apresiasi dari umat menunjuk pada penerimaan dan sekaligus juga
memberikan penilaian atas KAR. Apresiasi umat ini berkaitan dengan bagaimana
KAR memberikan keteladanan dalam membangun
hidup rukun.
Tingkat
apresiasi umat atas KAR dalam memberikan keteladanan hidup rukun cukup tinggi.
Hal tersebut ditunjukkan dengan melihat
data bahwa hampir dua pertiga responden (63,3%)
mengatakan KAR selalu memberikan teladan untuk hidup rukun. Lebih dari dua persepuluh
responden (21,7%) mengalami bahwa KAR sering memberikan teladan untuk hidup
rukun dengan sesama. Di lain pihak, bagi lebih dari sepersepuluh responden
(13,3%) mengatakan KAR dirasakan masih kadang-kadang saja dalam memberikan
teladan hidup rukun. Hanya sedikit responden (1,7%) yang mengatakan bahwa KAR
tidak pernah memberikan keteladanan dalam mewujudkan kehidupan yang rukun.
Resume
Penelitian
Dalam
pelayanan bagi kehidupan
umat beriman, KAR dipandang oleh umat memiliki peran dalam menciptakan paguyuban.
Pelaksanaan peran tersebut dikonkretkan
melalui keterlibatan KAR dalam mengajak
umat supaya hidup rukun dan untuk hidup lebih baik.
Selain itu, berkaitan dengan
pelaksanaan pelayanan hidup duniawi yang berkaitan dengan hidup bermasyarakat,
KAR dinilai memiliki peran dalam
mendorong umat supaya
terlibat di masyarakat, yakni dengan mengajak agar terlibat dalam
kegiatan ronda malam.
Berbicara tentang pelayanan KAR bagi kehidupan umat
beriman, ada kesamaan dengan pendapat P. Van
Hooijdonk yang melihat beberapa
pelayanan KAR sebagai bentuk kepemimpinan dalam jemaat. Berkat
sakramen baptis, kaum awam ikut ambil bagian dalam tugas pelayanan Gereja.
Rahmat dalam sakramen baptis memampukan KAR, sebagai kaum awam, memiliki tugas
untuk melanjutkan tiga tugas imamat Yesus Kristus, yaitu sebagai imam, nabi dan
raja (bdk. Kan 204; LG 31).
Pelaksanaan tugas-tugas itu menjadi bentuk kegiatan pelayanan KAR. Kegiatan
pelayanan tersebut menunjuk pada keterlibatan mereka bagi kehidupan umat
beriman yang memuat tujuan untuk memimpin komunitas Kristiani agar mengarah
pada tujuan yang diharapkan.
Model
kepemimpinan yang dimiliki oleh para anggota KAR dalam tugas pelayanan adalah kepemimpinan pelayanan (servant leadership). Model kepemimpinan
ini – dalam pelaksanaannya – memiliki tujuh kualitas yang harus dinyatakan,
yakni: memiliki kasih yang murni, memiliki kerendahan hati, mengutamakan orang
lain, memiliki visi, memberikan kepercayaan, memberdayakan dan melayani.
Berdasarkan hasil data penelitian, model kepemimpinan tersebut – yang ditunjukkan dengan dua kualitas kepemimpinan,
yakni: kasih dan kerendahan hati – sungguh nampak
bagi umat.
Berkaitan dengan kepemimpinan pelayanan (servant leadership), data menunjukkan
bahwa para anggota KAR sudah menunjukkannya; sekalipun konsep kepemimpinan ini
belum mereka kenali atau sadari. Sebagai model kepemimpinan yang mengambil dari
inspirasi Yesus Kristus,
kepemimpinan pelayanan sungguh tepat jika dijadikan model kepemimpinan KAR;
mengingat bahwa KAR adalah para pemimpin lokal bagi umat di tingkat lingkungan
maupun paroki. Berpola pada kepemimpinan Yesus Kristus, sebagai Pemimpin yang
melayani, kepemimpinan anggota KAR akan mengalir dari rasa cinta yang tulus
untuk melayani orang-orang yang dipimpin. Tanpa semangat pelayanan, KAR hanya
akan melihat orang-orang yang ia pimpin sebagai “obyek” dari kepemimpinannya
atau sebatas tenaga kerja untuk menjalankan sebuah institusi.
Patut untuk diapresiasi atas keikutsertaan anggota KAR dalam
pertemuan rutin (lih. Tabel 4.6); meski tidak semua. Melalui pertemuan itu,
setiap anggota KAR diberi pembekalan sehingga dapat memiliki kualitas dan
keterampilan yang lebih baik dalam memberikan pelayanan. Untuk mendukung itu
semua, peran paroki tidak dapat dipisahkan. Paroki, dalam hal ini adalah romo
paroki dan DPP, sebenarnya memiliki tempat
penting bagi KAR. Hal ini dapat dikonkretkan dengan tidak hanya memberikan
pembekalan, tetapi juga berani untuk lebih memperhatikan kesejahteraan KAR.
Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan KAR sungguh diapresiasi oleh umat.
Umat yang menjadi responden penelitian menilai bahwa kehadiran KAR dalam
pelayanannya ternyata tidak hanya memenuhi kebutuhan pastoral, melainkan juga
memberikan keteladanan yang baik. Bentuk-bentuk keteladanan itu meliputi upaya dalam membangun
hidup rukun.
USULAN
PASTORAL
Selanjutnya akan disampaikan
beberapa usulan pastoral
terpilih dan perlu untuk segera dilakukan berkaitan dengan usaha peningkatan
pelayanan KAR. Beberapa usulan pastoral mencakup pelayanan KAR bagi kehidupan
umat, kepemimpinan KAR sebagai kepemimpinan pelayanan (servant leadership) dan faktor-faktor yang menunjang kinerja KAR.
Usulan-usulan pastoral ditujukan kepada paroki (pastor paroki dan DPP), anggota
KAR serta umat.
Usulan untuk Pastor
Paroki dan Dewan Pastoral Paroki (DPP)
Paroki,
yakni pastor paroki dan DPP, ikut berperan serta menjamin keberadaan dan
pelayanan KAR. Paroki
diharapkan tetap setia memberikan pembekalan bagi semua anggota KAR. Pembekalan
itu meliputi: materi yang berkaitan tentang tafsiran
Kitab Suci; dan pengadaan kursus kepemimpinan.
Kursus kepemimpinan diadakan untuk mendalami bagaimana menjadi pemimpin di
tengah umat dan bagaimana cara menggunakan metode yang menarik dalam memimpin
sebuah pertemuan atau ibadat Sabda.
Selain
itu, paroki diharapkan juga memberikan perhatian kepada KAR dengan menjamin
kebutuhan operasional pelayanan. Menjamin
kebutuhan operasional pelayanan merupakan tanggapan atas data yang menunjukkan
bahwa kurang dari separo anggota KAR (45,7%) mengatakan paroki tidak pernah
menaruh perhatian pada kesejahteraan KAR (lih. Tabel 4.7). Ini
dapat dikonkretkan dengan mengalokasikan dana finansial (khusus) untuk KAR.
Dana itu salah satunya difungsikan untuk membeli bahan bakar minyak atau membantu biaya perjalanan ketika
KAR memberikan pelayanan atau mengikuti pelbagai pertemuan KAR.
Usulan untuk Anggota
Katekis Akar Rumput (KAR)
Pertemuan
KAR itu penting dan bagi banyak anggota, pertemuan itu sungguh membantu untuk
menambah kualitas pelayanan. Meski demikian, ada saja anggota KAR yang kadang-kadang (14,3%) dan bahkan tidak
pernah (2,9%) menghadirinya (lih. Tabel 4.6). Berhadapan dengan
kasus demikian, setiap anggota KAR diharapkan untuk mengingatkan para anggota
lain berkaitan dengan pertemuan KAR yang akan dilakukan. Ini dapat dilakukan
dengan menghubungi langsung anggota KAR yang bersangkutan, menggunakan pesan sms (short message service) dan juga bisa menyisipkannya dalam pengumuman
(setelah Misa atau Ibadat Sabda).
Bekerja
sama dengan paroki, kelompok KAR perlu untuk memiliki dana keuangan sendiri.
Dana keuangan KAR ini dapat dijadikan sebagai “bank utama” yang mengatur segala
pemasukan dan pengeluaran KAR selama memberikan pelayanan.
Salah satu keuntungannya adalah dana itu dapat dijadikan sebagai pendukung
biaya transportasi dalam pelayanan, terlebih untuk membeli bahan bakar minyak.
Berkaitan dengan kualitas kepemimpinan sebagai pelayan (servant leadership), para anggota KAR
diharap bersedia untuk lebih rendah hati menerima kritik dari umat. Kritik yang
dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan pelayanan KAR. Ini dirasa perlu karena
kurang dari separo umat (44,2%) menilai bahwa KAR kadang-kadang mau menerima
kritik dari umat (lih. Tabel 4.5). Kritik dari umat, terlebih yang berkaitan
dengan pelayanan KAR, hendaknya dipandang sebagai evaluasi terhadap pelayanan
yang telah dilakukan. Evaluasi itu dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran
untuk pelayanan yang lebih baik.
Usulan untuk Umat
Umat
diharapkan mampu bekerja sama bersama para anggota KAR dengan mendukung dan
mengapresiasi pelayanan yang dilakukan. Ini dikonkretkan dengan ikut terlibat
dalam pelaksanaan tugas KAR dan memberikan kritikan yang membangun jika itu
diperlukan.
Setiap
umat memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota KAR. Maka, hendaknya
umat juga memiliki kesadaran untuk siap menjadi pengganti anggota KAR yang lama
jika masa tugasnya sudah selesai. Dengan demikian, pelayanan menjadi anggota
KAR tidak hanya terfokus pada satu orang saja, melainkan semua.
Gregorius
Jenli Imawan
Alumnus
Magister Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; sekarang berkarya
di
Gereja Katolik Paroki St. Pius X – Gisting, Keuskupan Tanjungkarang
Email: imawangreg@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen
Gereja
. . . . . . . . . . . ,
1993 Dokumen Konsili Vatikan II,
diterjemahkan oleh R. Hardawardaya, Obor, Jakarta.
Keuskupan Agung Palembang,
Pedoman Pastoral Keuskupan Agung Palembang.
Yohanes Paulus II,
1989 Christifideles
Laici, (12 Maret 1989).
Buku
Pokok
Clark, Stephen B.,
1972 Building Christian
Communities: Strategy for Renewing the Church,
Ave Maria Press, Notre Dame.
Greenleaf, Robert K.,
1977 Servant Leadership: A
Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness,
Paulist Press, New Jersey.
Lobinger, Fritz,
1999 Melatih Kepemimpinan
Partisipatif, diterjemahkan dari Towards Non-dominating Leadership, oleh
Nita, Biro Penerbitan Propinsi SVD Ende, Maumere.
1999 Melayani dan Memimpin
Jemaat Kristiani: Sebuah Panduan bagi Para Pemimpin Jemaat-jemaat Kristen,
diterjemahkan dari Serving and Leading
the Christian Community: A handbook for the Leaders of Christian Communities, oleh Yosef Maria-Eugene Schmitz, LPBAJ
dan Celesty Hieronika, Jakarta.
2000 Membangun Jemaat
Kristen Basis, diterjemakan dari Building Small Christian Communities,
oleh Yosef Maria Florisan, LPBAJ, Maumere.
O’Halloran, James,
1991 Signs of Hope:
Developing Small Christian Communities,
Orbis Books, Maryknoll.
Van Hooijdonk, P.,
1980 Pengertian Pastoral,
Seri Pastoral no. 26, Pusat Pastoral Yogyakarta, Yogkakarta.
1990 Pengembangan Jemaat: Kepemimpinan Pastoral,
dalam Seri Pastoral no. 100, Pusat Pastoral Yogyakarta, Yogyakarta.
Buku
Pendukung
Balun, Bernard S.,
2012 Komunitas Basis
Gerejawi: Paroki, Gereja yang Hidup,
Lamalera, Yogyakarta.
D’Souza, Anthony,
2007 Proactive Visionary
Leadership, diterjemahkan dari Proactive Visionary Leadership, oleh
Lilis Setyayanti, Trisewu Leadership Institute, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1988 Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Dihe Sanga, Laurensius,
2010 Menggugat Pola Pastoral
Menurut Cara Hidup Ber-KBG, Amara Books,
Yogyakarta.
Heuken, A.,
1967 Kaum
Awam dan Kerasulannya, Kursus Kader Katolik, Jakarta.
Mantra, Ida Bagoes,
2001 Langkah-langkah
Penelitian Survei, Usulan Penelitian dan Laporan Penelitian,
BPFG-UGM, Yogyakarta.
McBrien, Richard P.,
The Church: The Evolution of Catholicism,
HarperCollins e-books.
Osborne, Kenan B.,
1993 Ministry: Lay Ministry
in the Roman Catholic Church-Its History and Theology,
Paulist Press, New York.
Sloyan, Gerard,
1988 John: Interpretation –
A Bible Commentary for Teaching and Preaching,
John Knox Press, Louisville.
Telaumbanua, Marinus,
1999 Ilmu Kateketik:
Hakikat, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi,
Obor, Jakarta.
Thomas, H. G.,
1980 Christian Religious
Education: Sharing Our Story and Vision,
Harper & Row, San Fransisco.
Utama, Ignatius L. Madya,
2013 Kepemimpinan Pastoral
yang Efektif, Seri Pastoral no. 425, Pusat
Pastoral Yogyakarta (PPY) – Kanisius, Yogyakarta.
Wilkes, C. Gene,
2005 Jesus on Leadership:
Temukan Rahasia Kepemimpinan Pelayanan dari Kehidupan Kristus,
diterjemakan dari Jesus on Leadership:
Discovering the Secrets of Servant Leadership from the Life of the Christ,
oleh Danuyasa Asihwardji, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Artikel
Hagul,
Peter – Chris Manning – Masri Singarimbun,
1989
“Penentuan
Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel” dalam Masri Singarimbun dan
Sofian Effendi (eds.),
Metode Penelitian Survai, LP3ES,
Jakarta, 38-51.
Data
Statistik
Data Statistik Paroki Para Rasul Kudus – Tegalsari,
Keuskupan Agung Palembang, tahun 2012.
Internet
Fritz.
Lobinger, Melatih Kepemimpinan
Partisipatif, diterjemahkan dari Towards
Non-dominating Leadership, oleh Nita, Biro Penerbitan Propinsi SVD Ende,
Maumere 1999, 44.