Rabu, 19 Oktober 2016

Resep 6 Keluarga Katolik Bahagia:


MEMAAFKAN

Sebagai manusia, kita sadar bahwa Allah menciptakan kita sebagai citra-Nya. Keadaan ini tidak ingin mengatakan bahwa kita sudah seperti Dia. Keadaan ini juga tidak ingin mengatakan bahwa kita – sebagai manusia – adalah ciptaan yang sepadan dan bahkan berani untuk menyamakan diri dengan-Nya. Kesadaran bahwa kita, sebagai manusia adalah ciptaan-Nya, semestinya mengantar pada pemahaman bahwa Dia itu Pencipta; dan kita adalah ciptaan-Nya. Maka, kita bukanlah tuhan sebagaimana Dia yang sempurna ada-Nya; tapi kita tidak terbebas dari segala kecacatan dan kerapuhan.
Manusia jika ditilik dari sisi duniawi adalah makhluk yang sangat rapuh. Kerapuhannya terletak pada kelemahan dan kecenderungan terhadap prilaku dosa. Kita mengamini bahwa Iblis diciptakan dan memilik misi untuk menggiring manusia agar bertindak dosa. Dan..., karena kerapuhannya, manusia kadang terpengaruh serta terperosok dalam hidup penuh kedosaan.
            Dari dua poin di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, yakni: meski manusia dicipta sebagai citra Allah, tapi karena kerapuhannya, manusia masih tetap bisa jatuh ke dalam dosa. Salah satu identifikasinya adalah manusia tidak lepas untuk dapat berlaku salah atau melakukan kesalahan.
Sebagai umat Katolik, kita semakin sadar bahwa kita memiliki sifat manusiawi untuk berlaku salah: saling menjatuhkan; melakukan kegagalan; berlaku tidak sesuai dengan kaidah yang ditetapkan. Kecenderungan dan kenyataan berbuat salah rasanya tidak hanya kita temukan dalam lingkup masyarakat luas, tetapi juga dalam keluarga kita masing-masing. Memang, Tuhan menginginkan agar setiap umat-Nya berlaku sempurna “seperti Bapa sempurna”. Namun, kenyataan hidup berkata beda. Keluarga yang seharusnya menjadi paguyuban damai kadang dan bahkan sering ternodai oleh konflik yang berakar pada kesalahan yang telah dibuat; entah konflik antara suami-istri maupun antara orang tua-anak.
Meski demikian, kita harus sadar bahwa kesalahan dalam keluarga adalah sesuatu yang manusiawi dan wajar. Sekarang yang diperlukan adalah kesedian setiap pribadi untuk berani memaafkan; memaafkan anggota keluarga yang telah berbuat salah. Harapannya, keluarga Anda pun demikian!


jenli, scj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...