Nubuat Pedas Sang
Nabi
I.
Pendahuluan
“Sebelum Aku membentuk engkau dalam
rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi
nabi bagi bangsa-bangsa (Yer 1:5).” Dalam Sabda itu terlihat dengan jelas
panggilan Allah terhadap Yeremia. Ia telah memilih Yeremia dari sediakala dan
menentukannya untuk menjadi nabi-Nya.
Sabda Allah yang mengandung unsur
kuat perutusan itu mengharuskan Yeremia untuk mengemban tugas yang dipercayakan
kepadanya sebagai orang pilihan Allah. Dengan melihat seluruh nubuat yang
terdapat dalam Kitab Yeremia, warna perutusan yang diembannya itu sungguh
terasa: hukuman Allah atas bangsa Israel
dan seruan kepada Israel
supaya bertobat dan kembali kepada Allah mereka[1].
Tugas perutusan yang diemban Yeremia dalam menjawab Sabda Allah terangkum dalam
kitabnya yang menampilkan warisan tulisan. Dari warisan tulisan itu, terdapat
kesan bahwa ia juga merupakan seorang pribadi yang kaya akan pengalaman. Maka
yang kiranya menonjol dalam kitabnya adalah bagaimana ia sendiri mendapatkan
pengetahuan tentang karya Allah dan keterlibatan-Nya dalam kehidupan
sehari-hari bangsa pilihan, Israel .
Berkat wawasan ini, maka Yeremia diakui sebagai nabi besar bangsanya, sehingga
nubuatnya pantas dikumpulkan dan diteruskan kepada generasi penerus, bahkan dimanfaatkan,
dikembangkan, menjadi semacam pedoman bagi bangsa dalam situasi bahaya, genting
dan susah[2].
Dengan melihat kaya dan besarnya
penghargaan terhadap Yeremia dan kitabnya, tulisan ini akan menghadirkan sebuah
perikop yang terdapat dalam kitabnya itu. Tulisan ini mencoba untuk menguraikan
dan memperdalam pemahaman salah satu warisan Yeremia yang terdapat dalam Yer
7:1-11 (yang dalam penanggalan liturgi 2010 merupakan bacaan pertama pada
tanggal 24 Juli). Perikop itu menampilkan satu sisi dari kekayaan nabi karena
meliputi identitas Yeremia sendiri sebagai sang nabi, sebuah nubuat yang
bernuansa ‘pedas’ dan memiliki pesan serta gagasan teologis yang dapat
diinterpretasikan sejalan dengan perkembangan sejarah umat beriman akan Allah
Yahwe.
II.
Yeremia:
Sang Nabi
Untuk dapat mendalami
dengan lebih baik perikop Yer 7:1-11, langkah pertama yang patut menjadi
perhatian adalah mengenal tokoh Yeremia dan masa karyanya. Dengan mengetahui
kedua hal pokok itu pada akhirnya dapat mengantar kepada pemahaman bahwa Yeremia
adalah sungguh sang nabi bagi bangsanya.
Pada
bagian dari kitabnya telah dituliskan asal usul yang jelas dari nabi yang satu
ini : “Inilah perkataan-perkataan Yeremia bin Hilkia, dari
keturunan imam yang ada di Anatot di tanah Benyamin (Yer 1:1)”. Yeremia berasal
dari keluarga bangsawan, yakni dari keluarga suku Lewi – keturunan imam – yang
khusus dipilih oleh Allah bagi pelayanan rohani bangsa Israel . Dari data silsilah keluarga
itu, patutlah bagi Yeremia untuk menerima jabatan/tugas pelayanan imamat. Namun
tak disangka olehnya bahwa tugas yang harus ia emban adalah bukan hanya tugas
untuk menjadi imam saja melainkan sebuah tugas yang telah ditetapkan oleh
Allah, yakni untuk menjadi nabi-Nya. Bahkan dalam Sabda-Nya sendiri (Yer 1:5)
Allah mengukuhkan Yeremia sebagai orang yang telah dikuduskan dan ditetapkan
menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.
Panggilan Allah inilah yang memantabkan Yeremia untuk menjadi pewarta
Allah!
Lantas, pertanyaan
selanjutnya adalah kapan masa karya sang nabi? “Dalam zaman Yosia bin Amon,
raja Yehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari pemerintahannya datanglah
firman TUHAN kepada Yeremia. Firman itu datang juga dalam zaman Yoyakim bin
Yosia, raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia,
raja Yehuda, hingga penduduk Yerusalem diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan
yang kelima (Yer 1:2-3)”. Dalam kitabnya disebutkan bahwa ia menyadari
panggilan baktinya sebagai nabi pada tahun ke-13 pemerintahan raja Yosia, itu
berarti sekitar tahun 627 (SM)[3].
Namun, masa bakti tugas kenabian Yeremia yang menonjol dapat dilihat pada masa
sesudah pemerintahan raja Yosia sampai dengan jatuhnya kota Yerusalem di sekitar tahun 587. Situasi
bangsa Israel
yang dihadapi oleh nabi adalah situasi yang memperlihatkan latar belakang pembangunan[4]
dan kehancuran[5]
bangsa terpilih. Dalam masa yang bersituasikan penuh gejolak itu merupakan
ajang pewartaan sang nabi. Maka, salah satu aspek pewartaannya bernada:
mengingatkan peranan Yahwe dalam seluruh percaturan hidup Israel sebagai
bangsa pilihan-Nya[6].
Boleh dikatakan bahwa Yeremia mengalami masa
dinamis ketika ia menghadapi kenyataan bangsanya. Dengan melandaskan pada
kekuatan imanlah ia terus menemukan gairah dan kematangan kenabian untuk
mewartakan apa yang dapat dan diharapkan dari Tuhan yang mengasihi bangsa
pilihan. Kesetian sebagai pewarta yang menyerukan hukuman Allah atas bangsa Israel dan seruan kepada Israel supaya
bertobat agar kembali kepada Allah menjadikan Yeremia benar-benar sebagai ‘sang
nabi’.
III.
Nubuat
Pedas
Setelah Yoyakim dinobatkan
menjadi raja (sekitar tahun 609 SM) dan ia meninggalkan usaha raja Yosia dalam
mengembangkan hidup religius serta pembangunan bangsa, tampillah Yeremia yang
mewartakan firman Tuhan di Kenisah. Salah satu firman Tuhan yang disampaikan
nabi Yeremia pada masa itu adalah perikop Yer 7:1-11.
Firman yang datang kepada Yeremia dari pada TUHAN, bunyinya: “Berdirilah di
pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana
firman ini dan katakanlah: Dengarlah firman TUHAN, hai sekalian orang Yehuda
yang masuk melalui semua pintu gerbang ini untuk sujud menyembah kepada TUHAN!
Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel : Perbaikilah tingkah
langkahmu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini.
Janganlah percaya kepada perkataan dusta yang berbunyi: Ini bait TUHAN, bait
TUHAN, bait TUHAN, melainkan jika kamu sungguh-sungguh memperbaiki tingkah
langkahmu dan perbuatanmu, jika kamu sungguh-sungguh melaksanakan keadilan di
antara kamu masing-masing, tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak
menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti
allah lain, yang menjadi kemalanganmu sendiri, maka Aku mau diam bersama-sama
kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari
dahulu kala sampai selama-lamanya. Tetapi sesungguhnya, kamu percaya kepada
perkataan dusta yang tidak memberi faedah. Masakan kamu mencuri, membunuh,
berzinah dan bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah
lain yang tidak kamu kenal, kemudian kamu datang berdiri di hadapan-Ku di rumah
yang atasnya nama-Ku diserukan, sambil berkata: Kita selamat, supaya dapat pula
melakukan segala perbuatan yang keji ini! Sudahkah menjadi sarang penyamun di
matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat
semuanya, demikianlah firman TUHAN (Yer 7:1-11)”.
Firman Allah yang
disampaikan itu biasa disebut dengan ‘kotbah kenisah’ karena isinya lebih
terpusat pada Kenisah di Yerusalem[7].
Dalam kitab Yeremia dapat ditemukan perikop paralel dari kotbah Yer 7, yakni
Yer 26.
Kotbah kenisah dalam
Yer 7:1-11 menampilkan kecaman keras dan sangat mencekam bagi bangsa Israel .
Nabi mengejutkan telinga pendengar yang datang ke kenisah untuk melaksanakan
peribadatan dengan menyatakan bahwa kepercayaan mereka kepada Allah yang
melindungi akan tidak ada sama sekali artinya. Kecaman ini sungguh terasa pedas
bagi telinga bangsa Israel
yang selama ini mempercayai bahwa Allah Yahwe akan mendengarkan seruan umat
yang datang kepada-Nya. Bahkan kecaman itu semakin terasa amat pedas ketika
sang nabi bernubuat bahwa kenisah itu pantas untuk dihancurkan seperti Allah
telah menghancurkan kenisah Silo[8]
(Mzm 78: 60-61).
Dalam nubuatnya itu,
nabi dengan keberaniannya memberikan kritik terhadap praktik ibadat para
pengunjung di kenisah (ay 2). Bukan kepada mereka yang sudah kehilangan
semangat hidup religiusnya nabi mengalamatkan kritiknya itu melainkan kepada
para pengunjung di kenisah yang menganggap diri sebagai orang Israel sejati/saleh. Kritik pedas
sang nabi nampaknya diarahkan pada praktik ibadat – diikuti dengan membawa
persembahan – yang dilakukan oleh mereka yang merasa saleh tersebut. Nabi
melihat bahwa para ‘pemuja Allah Yahwe’ itu nampaknya sekadar mengikuti tradisi
bahwa Yahwe sudah puas dihormati dengan persembahan dan dupa. Bagi mereka
pelaksanakan ibadat dan yang diikuti dengan persembahan diyakini akan mendapat
perlindungan kuasa-Nya, sekalipun hati dan tingkah laku mereka jahat. Keyakinan
yang mendasari mereka untuk hanya melakukukan peribadatan sebagai sarana untuk
mendapatkan perlindungan Tuhan dapat ditemukan dalam Mzm 89 dan 132. Sebuah
pendasaran iman yang hanya sebatas ranah kultis dan tidak meliputi ranah
praktis!
Nabi memulai kecamannya
pada ay 3 dengan mendaftar gelar-gelar Yahwe: Tuhan semesta alam, Allah Israel ,
untuk menekankan kuasa dan wibawa Tuhan atas semuanya, dan bukan terikat pada
suatu tempat[9]. Ayat
ini kemudian dilanjutkan dengan tuntutan suatu perbuatan bagi umat Israel
sebagai syarat agar Tuhan berkenan tinggal di tengah umat. Pertama disebutkan
kewajiban bagi Israel
untuk tidak mudah percaya terhadap pewartaan nabi-nabi palsu yang menyerukan
kedustaan: “Ini bait Tuhan, bait Tuhan, bait Tuhan” (ay 4). Perwartaan para
nabi palsu itu dipandang Yeremia dapat menyesatkan Israel dalam melaksanakan ibadat
kepada Allah. Dalam ay 5-6 nabi menyerukan agar Israel memperbaiki tingkah langkah
dan perbuatan dengan melaksanakan keadilan di antara mereka masing-masing.
Mereka dituntut untuk memperlakukan dengan adil orang yang tidak berdaya, orang
asing yang tinggal di negeri itu, yaitu piatu dan janda serta semua orang yang
tidak lagi mempunyai keluarga (Mzm 10:14.18; 68:6; 146:9; Yes 1:23; Ul 10:18). Selanjutnya , Israel dituntut untuk tidak
menumpahkan darah orang yang tidak bersalah – seperti Daud yang merencanakan
terbunuhnya Uria dan merebut istrinya serta bagaimana Ahab membunuh Nabot untuk
mendapatkan kebun anggurnya – karena kurbannya adalah orang yang disingkirkan
dan tidak mempunyai jaminan hukum. Tuntutan terakhir yang disampaikan Yeremia
adalah agar Israel
tidak mengikuti allah lain. Nampaknya tuntutan terakhir ini menyadarkan Israel
untuk kembali kepada Allah mereka dan tidak berbakti kepada allah lain
sebagaimana yang dikecam oleh nabi dalam Yer 7: 16-20. Nampaknya nabi
menekankan pada dosa vertikal (dengan Allah) dan horisontal (dengan
sesama/sosial) yang pada akhirnya akan merugikan dan menjadi sumber kemalangan
bagi mereka sendiri.
Di
tengah nubuat pedas dan tuntutan yang disampaikan, ternyata nabi juga
menampilkan nubuat harapan (ay 7). Harapan itu adalah bila Israel memperbaiki
tingkah langkah dan perbuatannya serta dengan sungguh-sungguh melaksanakan
keadilan di antara mereka masing-masing, maka Yahwe akan bersedia untuk tinggal
di tanah yang telah diberikan kepada nenek moyang mereka, dari dahulu kala
sampai selama-lamanya. Namun, sepertinya harapan itu masih menjadi sebuah
tujuan yang hendak dicapai karena pada kenyataannya (ay 8-10) mereka masih
percaya kepada perkataan dusta yang tidak memberi faedah, mencuri, membunuh,
berzinah dan bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah
lain yang tidak mereka kenal; kemudian datang berdiri di hadapan Allah di rumah
yang atasnya nama-Nya diserukan, sambil berkata: “Kita selamat, supaya dapat
pula melakukan segala perbuatan yang keji ini”! Kenyataan dosa[10]
yang dibuat oleh Israel inilah yang mambuat Yahwe dengan perantaraan Yeremia
menubuatkan kehancuran kenisah di Yerusalem (12-15) sebagai tempat-Nya bertahta
di tengah umat. Sebab Ia sendiri melihat kejahatan yang dibuat oleh mereka yang
memiliki keyakinan bahwa pelaksanakan ibadat dan yang diikuti dengan
persembahan akan mendapat perlindungan kuasa-Nya, sekalipun hati serta
perbuatan mereka jahat.
Nubuat
tentang penghancuran kenisah Yerusalam yang disampaikan oleh Yeremia sebagai reaksi
atas tindakan kejahatan Israel sungguh tidak dapat diterima oleh mereka. Mereka
percaya bahwa Yahwe akan tetap tinggal bersama umat-Nya dengan tinggal di
kenisah sebagai tahta-Nya di dunia (Mzm 89 dan 132). Namun keyakinan itu
kemudian digugat olah Yahwe sendiri sebab melihat tingkah laku Israel yang
hanya mementingkan tindakan kultis peribadatan sebagai syarat utama untuk
menyenangkan hati-Nya. Nubuat pedas yang dilancarkan oleh Yeremia – sebagai
jalan untuk menyadarkan – tidak dapat diterima oleh telinga bangsa Israel
karena bagi mereka tidaklah mungkin jika Allah sendiri yang akan menghancurkan
tempat-Nya seperti peristiwa di Silo.
IV.
Pesan
dan Gagasan Teologis
Perwartaan Yeremia
memiliki keterpusatan pada ketaatan terhadap kehendak Yahwe, kesetiaan kepada
perjanjian Allah yang telah mengambil Israel sebagai bangsa pilihan-Nya.
Dalam hal ini ia tidak berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya yang ingin
menekankan kasih setia Yahwe dengan kesediaan untuk menerima kembali umat
kesayangan yang telah tidak setia kepada-Nya.
Dalam banyak kesempatan
Yeremia telah bernubuat untuk mengajak Israel bertobat (Yer 2:2-3; 3:12;
3:19-20) dan perikop Yer 7:1-11 merupakan salah satu di antaranya. Dalam
seluruh perikop – dan juga dapat diikutkan ay 12-15 – nubuat pedas yang
berisikan kecaman bagi Israel
ini berisikan tiga hal pokok yang ingin disampaikan: percaya, nama dan allah lain[11].
Ketiga kata kunci itu digunakan untuk menunjukkan betapa bangsa yang terpilih
itu gagal dalam percaya kepada Allah dan nama-Nya yang besar, tidak seperti
leluhur mereka yang setia kepada-Nya. Abraham dan Yakub dulu percaya kepada
nama Allah dengan berlaku setia kepada perjanjian-Nya (Kej 13:14-17; 15:18-21;
Kel 3:7-8). Pada kenyatannya mereka (Israel ) lebih memilih untuk
menyembah kepada allah lain yang tidak mereka kenal sebagaimana kecaman nabi
terhadap penyembahan berhala yang menyebar luas di mana-mana (Yer 7:16-20).
Ketiga kata kunci itu ditampilkan oleh nabi untuk mengajak Israel agar kembali setia kepada
Allah dengan mencontoh para leluhur mereka. Ajakan itu diikuti dengan sebuah
ancaman – Tuhan sendiri akan menyerahkan kenisah dan tempat itu untuk
dihancurkan seperti pernah terjadi di Silo – dengan maksud agar Israel
gentar dan kembali kepada Allah mereka.
Ancaman yang
mengetengahkan penghancuran Israel
merupakan sebuah nubuat yang menggugat bagi telinga bangsa Israel . Kepercayaan yang familiar
dalam lingkungan mereka mengatakan bahwa Allah pasti akan tinggal selalu
bersama umat pilihan-Nya, yakni dalam kenisah-Nya. Kepercayaan yang selama ini
menjadi pegangan fundamental bagi kehidupan religius bangsa Israel itu telah digugat dalam
nubuat Yeremia. Dengan kotbah kenisah, Allah melalui nabi Yeremia ingin
memurnikan kepercayaan Israel
bahwa Ia sendiri lebih besar dibandingkan dengan simbol di bumi yang dipandang
sebagai tempat/tahta kehadiran-Nya[12].
Demikian pula dengan kenisah di Yerusalem. Oleh karena itu, Ia memperingatkan
bangsa terpilih itu untuk tidak hanya memusatkan perhatian mereka (dengan
ibadat kultis) kepada tempat kenisah sebagai sarana perjumpaan dengan Allah
saja. Kenisah bukanlah pula tempat untuk menyelamatkan orang jahat yang mencari
perlindungan dari Allah. Ia mengingatkan bahwa perjumpaan dengan Allah
pertama-tama harus diikuti dengan pembangunan hati dan tingkah laku yang baik –
dengan melaksanakan tuntutan Allah pada ay 5-6 – sehingga pokok harapan yang
disampaikan nabi dalam ay 7 dapat dialami.
V.
Refleksi
dan Penutup
Sang nabi dalam kotbah
kenisahnya mengejutkan para pengengar, yakni Israel , yang datang ke kenisah
untuk berdoa dengan menyatakan kepercayaan mereka kepada Allah yang melindungi
tidaklah selalu menjadi pegangan religius yang fundamental. Bahkan dengan
berani ia menyatakan bahwa kenisah itu pantas untuk dihancurkan! Nubuat yang
terasa pedas bagi telinga Israel
itu dengan tegas mengkritik bahwa penghormatan berhala dan kemunafikan umat
sepantasnya dijawab dengan murka Allah. Ancaman yang disampaikan Yeremia
nampaknya sebuah nubuat kehancuran. Namun di balik itu semua, nubuat yang
disampaikan oleh nabi – sekalipun itu pedas bagi telinga Israel – ingin
menunjukkan kasih setia Allah Yahwe untuk menyadarkan dan menerima kembali umat
yang menolak-Nya.
* * *
Daftar
Pustaka
Boadt, Lawrence C.S.P.,
1982 Jeremiah
1-25, Michael Glazier, Inc., Delaware .
Clements, R.E.,
1988 Jeremiah:
Interpretation, A Bible Commentary for Teaching and Preaching, John Knox
Press, Atlanta .
Courturier, Guy P. C.S.C.,
1968 “Jeremiah”, dalam Raymond E. Brown S.S. dkk. (eds), The New Jerome Biblical Commentary, Prentice Hall , New
Jersey .
Darmawijaya,
St.,
1990 Warta Nabi Sebelum Pembuangan, Kanisius,
Yogyakarta.
Lembaga Biblika Indonesia
2005
Kitab
Suci Katolik, Lembaga Biblika Indonesia.
Marx, D.,
1977
Penjelasan
Singkat tentang Kitab Yeremia, Gunung Mulia, Jakarta.
[4] Pada masa raja Yosia diadakan pembangunan religius
bangsa Isarel yang berlandaskan pada ditemukannya bagian dari Kitab Ulangan
yang memiliki pesan utama ajakan untuk setia kepada perjanjian Tuhan.
[5] Raja
Zedekia memberontak kepada Babel (589 SM) sehingga pada akhirnya Yerusalem
dikepung dan tentara Babel tidak membiarkan Yerusalem tetap berdiri dengan
mengancurkan kota dan Kenisah (587 SM).
[7] Dapat dilihat dalam
R. E. Clements, Jeremiah: Interpretation,
A Bible Commentary for Teaching and Preaching, John Knox Press, Atlanta 1988, 43-44.
[8] Yer 7:1-11 semakin
lengkap dengan tambahan ay 14 yang menyatakan bahwa Allah akan menghancukan
kenisah di Yerusalem seperti Ia pernah menghancurkan kenisah di Silo.
[9] St. Darmawijaya, Warta Nabi Sebelum Pembuangan, 131.
[10] Kenyataannya bahwa Israel
telah melawan perintah Allah sebagaimana yang tertulis dalam Kel 20:1-13.
[11] Dapat dilihat dalam
Lawrence Boadt, C. S. P., Jeremiah 1-25,
Michael Glazier, Inc., Delaware
1982, 64.
[12] Dapat dilihat dalam
R. E. Clements, Jeremiah: Interpretation,
A Bible Commentary for Teaching and Preaching, 46.