Senin, 27 Februari 2017

Ti-ti-ti-ti-tit...”, telepon berbunyi lagi


Jika ada orang yang berkali-kali menelepon HP (handphone) atau telepon rumah Anda, harap hati-hati. Mungkin ada orang yang ingin mengerjai Anda. Rasanya pengalaman itulah yang terjadi pada Sigit, kakak kelasku.
Sore itu, tepatnya pukul 17.15 WIB, kami larut dalam obrolan dan santai bersama. Suasana senja dengan sinar matahari yang mulai meredup mewarnai obrolan di teras depan kamarku, tepat di sebelah telepon rumah terletak.
Sembari memegang HP komunitas dan melihat-lihat apakah ada SMS yang masuk, aku larut dalam obrolan. Selain aku, di situ ada Sigit dan Heru; keduanya adalah kakak kelasku.
Di tengah obrolan, terbesit ide jahil dalam pikiran.
He...he..., aku akan menelepon telepon rumah dengan HP yang kupegang. Pasti Sigit akan ngangkat, terus akan kumatikan lagi. Terus akan telepon lagi; dan Sigit pasti akan ngangkat lagi... dan seterusnya..... Pasti seru deh....!”, bisikku dalam hati sambil senyum-senyum
Untuk menjalankan ide itu, aku sendiri lupa berapa nomor telepon rumah.
Supaya menghilangkan curiga, aku pura-pura masuk ke kamar sebentar. Di kamar aku mencari buku Elenchus yang di dalamnya tercatat nomor telepon rumah VVP.
“Ini dia... 0724 588700”, kataku dalam hati sambil mengetik angka-angka itu ke dalam HP.
Ketika keluar kamar, sambil nggabung lagi dalam obrolan, kutelepon nomor itu dari HP.
Ti-ti-ti-ti-tit....”, suara telepon rumah, tepat di sebelah Sigit berbunyi dengan keras.
Serentak Sigit langsung meninggalkan kami dan mengangkatnya. Ketika ia akan mengangkat, aku langsung mematikan “panggilan” dalam HP yang kupegang.
Ha...ha.... kenaaaa....”, tawaku dalam hati.
Tahu bahwa panggilan itu tidak jadi, Sigit pun kembali bergabung dengan kami.
Baru saja ia bergabung, aku pun menelepon lagi.
Ti-ti-ti-ti-tit....”, suara telepon rumah berbunyi kedua kalinya.
Mendengar itu, Sigit kembali ingin mengangkat. Ketika ia akan mengangkat, lagi-lagi kumatikan “panggilan” dalam HP.
Ha... ha... ha ....”, tawaku lagi dalam hati.
Seperti yang pertama, Sigit pun kembali bergabung dengan kami.
Namun untuk yang ini, ia bertanya dengan nada tinggi, “Sopo yo...?”
Mungkin pertanyaannya itu memuat perasaan jengkel.
Tahu situasi itu, aku pun kembali menelepon untuk ketiga kalinya.
Ti-ti-ti-ti-tit....”, suara telepon rumah berbunyi ketiga kalinya.
Dipenuhi rasa penasaran dan jengkel, Sigit pun berlari dan langsung mengangkat telepon dengan begitu cepat.
Tahu itu, aku pun langsung segera  mematikan “panggilan” HP yang kupegang.
Karena tidak kuat menahan tawa dalam hati, aku pun langsung mengaku, “Ha... ha... ha...., kui aku seng ket mau nelpon (itu aku yang menelepon sejak tadi)...”!
“Asem tenan (sekali)...!”, umpat Sigit setelah tahu bahwa dirinya kukerjai.
Suasana obrolan pun semakin “renyah” hingga waktu menunjukkan hampir pukul 18.00 WIB. Kami mengakhiri obrolan itu. Aku bergegas mandi dengan perasaan “menang” atas kejahilanku.


jenli imawan, scj


1 komentar:

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...