Senin, 27 Februari 2017

Nubuat Pedas Sang Nabi

I.       Pendahuluan
“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa (Yer 1:5).” Dalam Sabda itu terlihat dengan jelas panggilan Allah terhadap Yeremia. Ia telah memilih Yeremia dari sediakala dan menentukannya untuk menjadi nabi-Nya.
Sabda Allah yang mengandung unsur kuat perutusan itu mengharuskan Yeremia untuk mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya sebagai orang pilihan Allah. Dengan melihat seluruh nubuat yang terdapat dalam Kitab Yeremia, warna perutusan yang diembannya itu sungguh terasa: hukuman Allah atas bangsa Israel dan seruan kepada Israel supaya bertobat dan kembali kepada Allah mereka[1]. Tugas perutusan yang diemban Yeremia dalam menjawab Sabda Allah terangkum dalam kitabnya yang menampilkan warisan tulisan. Dari warisan tulisan itu, terdapat kesan bahwa ia juga merupakan seorang pribadi yang kaya akan pengalaman. Maka yang kiranya menonjol dalam kitabnya adalah bagaimana ia sendiri mendapatkan pengetahuan tentang karya Allah dan keterlibatan-Nya dalam kehidupan sehari-hari bangsa pilihan, Israel. Berkat wawasan ini, maka Yeremia diakui sebagai nabi besar bangsanya, sehingga nubuatnya pantas dikumpulkan dan diteruskan kepada generasi penerus, bahkan dimanfaatkan, dikembangkan, menjadi semacam pedoman bagi bangsa dalam situasi bahaya, genting dan susah[2].
Dengan melihat kaya dan besarnya penghargaan terhadap Yeremia dan kitabnya, tulisan ini akan menghadirkan sebuah perikop yang terdapat dalam kitabnya itu. Tulisan ini mencoba untuk menguraikan dan memperdalam pemahaman salah satu warisan Yeremia yang terdapat dalam Yer 7:1-11 (yang dalam penanggalan liturgi 2010 merupakan bacaan pertama pada tanggal 24 Juli). Perikop itu menampilkan satu sisi dari kekayaan nabi karena meliputi identitas Yeremia sendiri sebagai sang nabi, sebuah nubuat yang bernuansa ‘pedas’ dan memiliki pesan serta gagasan teologis yang dapat diinterpretasikan sejalan dengan perkembangan sejarah umat beriman akan Allah Yahwe.

II.    Yeremia: Sang Nabi
Untuk dapat mendalami dengan lebih baik perikop Yer 7:1-11, langkah pertama yang patut menjadi perhatian adalah mengenal tokoh Yeremia dan masa karyanya. Dengan mengetahui kedua hal pokok itu pada akhirnya dapat mengantar kepada pemahaman bahwa Yeremia adalah sungguh sang nabi bagi bangsanya.
Pada bagian dari kitabnya telah dituliskan asal usul yang jelas dari nabi yang satu ini : “Inilah perkataan-perkataan Yeremia bin Hilkia, dari keturunan imam yang ada di Anatot di tanah Benyamin (Yer 1:1)”. Yeremia berasal dari keluarga bangsawan, yakni dari keluarga suku Lewi – keturunan imam – yang khusus dipilih oleh Allah bagi pelayanan rohani bangsa Israel. Dari data silsilah keluarga itu, patutlah bagi Yeremia untuk menerima jabatan/tugas pelayanan imamat. Namun tak disangka olehnya bahwa tugas yang harus ia emban adalah bukan hanya tugas untuk menjadi imam saja melainkan sebuah tugas yang telah ditetapkan oleh Allah, yakni untuk menjadi nabi-Nya. Bahkan dalam Sabda-Nya sendiri (Yer 1:5) Allah mengukuhkan Yeremia sebagai orang yang telah dikuduskan dan ditetapkan menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.  Panggilan Allah inilah yang memantabkan Yeremia untuk menjadi pewarta Allah!
Lantas, pertanyaan selanjutnya adalah kapan masa karya sang nabi? “Dalam zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda, dalam tahun yang ketiga belas dari pemerintahannya datanglah firman TUHAN kepada Yeremia. Firman itu datang juga dalam zaman Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, hingga penduduk Yerusalem diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima (Yer 1:2-3)”. Dalam kitabnya disebutkan bahwa ia menyadari panggilan baktinya sebagai nabi pada tahun ke-13 pemerintahan raja Yosia, itu berarti sekitar tahun 627 (SM)[3]. Namun, masa bakti tugas kenabian Yeremia yang menonjol dapat dilihat pada masa sesudah pemerintahan raja Yosia sampai dengan jatuhnya kota Yerusalem di sekitar tahun 587. Situasi bangsa Israel yang dihadapi oleh nabi adalah situasi yang memperlihatkan latar belakang pembangunan[4] dan kehancuran[5] bangsa terpilih. Dalam masa yang bersituasikan penuh gejolak itu merupakan ajang pewartaan sang nabi. Maka, salah satu aspek pewartaannya bernada: mengingatkan peranan Yahwe dalam seluruh percaturan hidup Israel sebagai bangsa pilihan-Nya[6].
Boleh dikatakan bahwa Yeremia mengalami masa dinamis ketika ia menghadapi kenyataan bangsanya. Dengan melandaskan pada kekuatan imanlah ia terus menemukan gairah dan kematangan kenabian untuk mewartakan apa yang dapat dan diharapkan dari Tuhan yang mengasihi bangsa pilihan. Kesetian sebagai pewarta yang menyerukan hukuman Allah atas bangsa Israel dan seruan kepada Israel supaya bertobat agar kembali kepada Allah menjadikan Yeremia benar-benar sebagai ‘sang nabi’.

III. Nubuat Pedas
Setelah Yoyakim dinobatkan menjadi raja (sekitar tahun 609 SM) dan ia meninggalkan usaha raja Yosia dalam mengembangkan hidup religius serta pembangunan bangsa, tampillah Yeremia yang mewartakan firman Tuhan di Kenisah. Salah satu firman Tuhan yang disampaikan nabi Yeremia pada masa itu adalah perikop Yer 7:1-11.
Firman yang datang kepada Yeremia dari pada TUHAN, bunyinya: “Berdirilah di pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana firman ini dan katakanlah: Dengarlah firman TUHAN, hai sekalian orang Yehuda yang masuk melalui semua pintu gerbang ini untuk sujud menyembah kepada TUHAN! Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini. Janganlah percaya kepada perkataan dusta yang berbunyi: Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN, melainkan jika kamu sungguh-sungguh memperbaiki tingkah langkahmu dan perbuatanmu, jika kamu sungguh-sungguh melaksanakan keadilan di antara kamu masing-masing, tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti allah lain, yang menjadi kemalanganmu sendiri, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya. Tetapi sesungguhnya, kamu percaya kepada perkataan dusta yang tidak memberi faedah. Masakan kamu mencuri, membunuh, berzinah dan bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal, kemudian kamu datang berdiri di hadapan-Ku di rumah yang atasnya nama-Ku diserukan, sambil berkata: Kita selamat, supaya dapat pula melakukan segala perbuatan yang keji ini! Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN (Yer 7:1-11)”.
Firman Allah yang disampaikan itu biasa disebut dengan ‘kotbah kenisah’ karena isinya lebih terpusat pada Kenisah di Yerusalem[7]. Dalam kitab Yeremia dapat ditemukan perikop paralel dari kotbah Yer 7, yakni Yer 26.
Kotbah kenisah dalam Yer 7:1-11 menampilkan kecaman keras dan sangat mencekam bagi bangsa Israel. Nabi mengejutkan telinga pendengar yang datang ke kenisah untuk melaksanakan peribadatan dengan menyatakan bahwa kepercayaan mereka kepada Allah yang melindungi akan tidak ada sama sekali artinya. Kecaman ini sungguh terasa pedas bagi telinga bangsa Israel yang selama ini mempercayai bahwa Allah Yahwe akan mendengarkan seruan umat yang datang kepada-Nya. Bahkan kecaman itu semakin terasa amat pedas ketika sang nabi bernubuat bahwa kenisah itu pantas untuk dihancurkan seperti Allah telah menghancurkan kenisah Silo[8] (Mzm 78: 60-61).
Dalam nubuatnya itu, nabi dengan keberaniannya memberikan kritik terhadap praktik ibadat para pengunjung di kenisah (ay 2). Bukan kepada mereka yang sudah kehilangan semangat hidup religiusnya nabi mengalamatkan kritiknya itu melainkan kepada para pengunjung di kenisah yang menganggap diri sebagai orang Israel sejati/saleh. Kritik pedas sang nabi nampaknya diarahkan pada praktik ibadat – diikuti dengan membawa persembahan – yang dilakukan oleh mereka yang merasa saleh tersebut. Nabi melihat bahwa para ‘pemuja Allah Yahwe’ itu nampaknya sekadar mengikuti tradisi bahwa Yahwe sudah puas dihormati dengan persembahan dan dupa. Bagi mereka pelaksanakan ibadat dan yang diikuti dengan persembahan diyakini akan mendapat perlindungan kuasa-Nya, sekalipun hati dan tingkah laku mereka jahat. Keyakinan yang mendasari mereka untuk hanya melakukukan peribadatan sebagai sarana untuk mendapatkan perlindungan Tuhan dapat ditemukan dalam Mzm 89 dan 132. Sebuah pendasaran iman yang hanya sebatas ranah kultis dan tidak meliputi ranah praktis!
Nabi memulai kecamannya pada ay 3 dengan mendaftar gelar-gelar Yahwe: Tuhan semesta alam, Allah Israel, untuk menekankan kuasa dan wibawa Tuhan atas semuanya, dan bukan terikat pada suatu tempat[9]. Ayat ini kemudian dilanjutkan dengan tuntutan suatu perbuatan bagi umat Israel sebagai syarat agar Tuhan berkenan tinggal di tengah umat. Pertama disebutkan kewajiban bagi Israel untuk tidak mudah percaya terhadap pewartaan nabi-nabi palsu yang menyerukan kedustaan: “Ini bait Tuhan, bait Tuhan, bait Tuhan” (ay 4). Perwartaan para nabi palsu itu dipandang Yeremia dapat menyesatkan Israel dalam melaksanakan ibadat kepada Allah. Dalam ay 5-6 nabi menyerukan agar Israel memperbaiki tingkah langkah dan perbuatan dengan melaksanakan keadilan di antara mereka masing-masing. Mereka dituntut untuk memperlakukan dengan adil orang yang tidak berdaya, orang asing yang tinggal di negeri itu, yaitu piatu dan janda serta semua orang yang tidak lagi mempunyai keluarga (Mzm 10:14.18; 68:6; 146:9; Yes 1:23; Ul 10:18). Selanjutnya, Israel dituntut untuk tidak menumpahkan darah orang yang tidak bersalah – seperti Daud yang merencanakan terbunuhnya Uria dan merebut istrinya serta bagaimana Ahab membunuh Nabot untuk mendapatkan kebun anggurnya – karena kurbannya adalah orang yang disingkirkan dan tidak mempunyai jaminan hukum. Tuntutan terakhir yang disampaikan Yeremia adalah agar Israel tidak mengikuti allah lain. Nampaknya tuntutan terakhir ini menyadarkan Israel untuk kembali kepada Allah mereka dan tidak berbakti kepada allah lain sebagaimana yang dikecam oleh nabi dalam Yer 7: 16-20. Nampaknya nabi menekankan pada dosa vertikal (dengan Allah) dan horisontal (dengan sesama/sosial) yang pada akhirnya akan merugikan dan menjadi sumber kemalangan bagi mereka sendiri.  
Di tengah nubuat pedas dan tuntutan yang disampaikan, ternyata nabi juga menampilkan nubuat harapan (ay 7). Harapan itu adalah bila Israel memperbaiki tingkah langkah dan perbuatannya serta dengan sungguh-sungguh melaksanakan keadilan di antara mereka masing-masing, maka Yahwe akan bersedia untuk tinggal di tanah yang telah diberikan kepada nenek moyang mereka, dari dahulu kala sampai selama-lamanya. Namun, sepertinya harapan itu masih menjadi sebuah tujuan yang hendak dicapai karena pada kenyataannya (ay 8-10) mereka masih percaya kepada perkataan dusta yang tidak memberi faedah, mencuri, membunuh, berzinah dan bersumpah palsu, membakar korban kepada Baal dan mengikuti allah lain yang tidak mereka kenal; kemudian datang berdiri di hadapan Allah di rumah yang atasnya nama-Nya diserukan, sambil berkata: “Kita selamat, supaya dapat pula melakukan segala perbuatan yang keji ini”! Kenyataan dosa[10] yang dibuat oleh Israel inilah yang mambuat Yahwe dengan perantaraan Yeremia menubuatkan kehancuran kenisah di Yerusalem (12-15) sebagai tempat-Nya bertahta di tengah umat. Sebab Ia sendiri melihat kejahatan yang dibuat oleh mereka yang memiliki keyakinan bahwa pelaksanakan ibadat dan yang diikuti dengan persembahan akan mendapat perlindungan kuasa-Nya, sekalipun hati serta perbuatan mereka jahat.
Nubuat tentang penghancuran kenisah Yerusalam yang disampaikan oleh Yeremia sebagai reaksi atas tindakan kejahatan Israel sungguh tidak dapat diterima oleh mereka. Mereka percaya bahwa Yahwe akan tetap tinggal bersama umat-Nya dengan tinggal di kenisah sebagai tahta-Nya di dunia (Mzm 89 dan 132). Namun keyakinan itu kemudian digugat olah Yahwe sendiri sebab melihat tingkah laku Israel yang hanya mementingkan tindakan kultis peribadatan sebagai syarat utama untuk menyenangkan hati-Nya. Nubuat pedas yang dilancarkan oleh Yeremia – sebagai jalan untuk menyadarkan – tidak dapat diterima oleh telinga bangsa Israel karena bagi mereka tidaklah mungkin jika Allah sendiri yang akan menghancurkan tempat-Nya seperti peristiwa di Silo.

IV. Pesan dan Gagasan Teologis
Perwartaan Yeremia memiliki keterpusatan pada ketaatan terhadap kehendak Yahwe, kesetiaan kepada perjanjian Allah yang telah mengambil Israel sebagai bangsa pilihan-Nya. Dalam hal ini ia tidak berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya yang ingin menekankan kasih setia Yahwe dengan kesediaan untuk menerima kembali umat kesayangan yang telah tidak setia kepada-Nya.
Dalam banyak kesempatan Yeremia telah bernubuat untuk mengajak Israel bertobat (Yer 2:2-3; 3:12; 3:19-20) dan perikop Yer 7:1-11 merupakan salah satu di antaranya. Dalam seluruh perikop – dan juga dapat diikutkan ay 12-15 – nubuat pedas yang berisikan kecaman bagi Israel ini berisikan tiga hal pokok yang ingin disampaikan: percaya, nama dan allah lain[11]. Ketiga kata kunci itu digunakan untuk menunjukkan betapa bangsa yang terpilih itu gagal dalam percaya kepada Allah dan nama-Nya yang besar, tidak seperti leluhur mereka yang setia kepada-Nya. Abraham dan Yakub dulu percaya kepada nama Allah dengan berlaku setia kepada perjanjian-Nya (Kej 13:14-17; 15:18-21; Kel 3:7-8). Pada kenyatannya mereka (Israel) lebih memilih untuk menyembah kepada allah lain yang tidak mereka kenal sebagaimana kecaman nabi terhadap penyembahan berhala yang menyebar luas di mana-mana (Yer 7:16-20). Ketiga kata kunci itu ditampilkan oleh nabi untuk mengajak Israel agar kembali setia kepada Allah dengan mencontoh para leluhur mereka. Ajakan itu diikuti dengan sebuah ancaman – Tuhan sendiri akan menyerahkan kenisah dan tempat itu untuk dihancurkan seperti pernah terjadi di Silo – dengan maksud agar Israel gentar dan kembali kepada Allah mereka.
Ancaman yang mengetengahkan penghancuran Israel merupakan sebuah nubuat yang menggugat bagi telinga bangsa Israel. Kepercayaan yang familiar dalam lingkungan mereka mengatakan bahwa Allah pasti akan tinggal selalu bersama umat pilihan-Nya, yakni dalam kenisah-Nya. Kepercayaan yang selama ini menjadi pegangan fundamental bagi kehidupan religius bangsa Israel itu telah digugat dalam nubuat Yeremia. Dengan kotbah kenisah, Allah melalui nabi Yeremia ingin memurnikan kepercayaan Israel bahwa Ia sendiri lebih besar dibandingkan dengan simbol di bumi yang dipandang sebagai tempat/tahta kehadiran-Nya[12]. Demikian pula dengan kenisah di Yerusalem. Oleh karena itu, Ia memperingatkan bangsa terpilih itu untuk tidak hanya memusatkan perhatian mereka (dengan ibadat kultis) kepada tempat kenisah sebagai sarana perjumpaan dengan Allah saja. Kenisah bukanlah pula tempat untuk menyelamatkan orang jahat yang mencari perlindungan dari Allah. Ia mengingatkan bahwa perjumpaan dengan Allah pertama-tama harus diikuti dengan pembangunan hati dan tingkah laku yang baik – dengan melaksanakan tuntutan Allah pada ay 5-6 – sehingga pokok harapan yang disampaikan nabi dalam ay 7 dapat dialami.

V.    Refleksi dan Penutup
Sang nabi dalam kotbah kenisahnya mengejutkan para pengengar, yakni Israel, yang datang ke kenisah untuk berdoa dengan menyatakan kepercayaan mereka kepada Allah yang melindungi tidaklah selalu menjadi pegangan religius yang fundamental. Bahkan dengan berani ia menyatakan bahwa kenisah itu pantas untuk dihancurkan! Nubuat yang terasa pedas bagi telinga Israel itu dengan tegas mengkritik bahwa penghormatan berhala dan kemunafikan umat sepantasnya dijawab dengan murka Allah. Ancaman yang disampaikan Yeremia nampaknya sebuah nubuat kehancuran. Namun di balik itu semua, nubuat yang disampaikan oleh nabi – sekalipun itu pedas bagi telinga Israel – ingin menunjukkan kasih setia Allah Yahwe untuk menyadarkan dan menerima kembali umat yang menolak-Nya. 


*  *  *


Daftar Pustaka
Boadt, Lawrence C.S.P.,
         1982       Jeremiah 1-25, Michael Glazier, Inc., Delaware.
Clements, R.E.,
         1988       Jeremiah: Interpretation, A Bible Commentary for Teaching and Preaching, John Knox Press, Atlanta.
Courturier, Guy P. C.S.C.,
1968       “Jeremiah”, dalam Raymond E. Brown S.S. dkk. (eds), The New Jerome Biblical Commentary, Prentice Hall, New Jersey.
Darmawijaya, St.,
         1990       Warta Nabi Sebelum Pembuangan, Kanisius, Yogyakarta.
Lembaga Biblika Indonesia
         2005       Kitab Suci Katolik, Lembaga Biblika Indonesia.
Marx, D.,
1977              Penjelasan Singkat tentang Kitab Yeremia, Gunung Mulia, Jakarta.






1 Dapat dilihat dalam D. Marx, Penjelasan Singkat tentang Kitab Yeremia, Gunung Mulia, Jakarta 1977, 12.
[2] St. Darmawijaya, Warta Nabi Sebelum Pembuangan, Kanisius, Yogyakarta 1990, 78-79.
[3] St. Darmawijaya, Warta Nabi Sebelum Pembuangan, 79.
[4] Pada masa raja Yosia diadakan pembangunan religius bangsa Isarel yang berlandaskan pada ditemukannya bagian dari Kitab Ulangan yang memiliki pesan utama ajakan untuk setia kepada perjanjian Tuhan.
[5] Raja Zedekia memberontak kepada Babel (589 SM) sehingga pada akhirnya Yerusalem dikepung dan tentara Babel tidak membiarkan Yerusalem tetap berdiri dengan mengancurkan kota dan Kenisah (587 SM).
[6] Dapat dilihat dalam St. Darmawijaya, Warta Nabi Sebelum Pembuangan, 80.
[7] Dapat dilihat dalam R. E. Clements, Jeremiah: Interpretation, A Bible Commentary for Teaching and Preaching, John Knox Press, Atlanta 1988, 43-44.
[8] Yer 7:1-11 semakin lengkap dengan tambahan ay 14 yang menyatakan bahwa Allah akan menghancukan kenisah di Yerusalem seperti Ia pernah menghancurkan kenisah di Silo.
[9]  St. Darmawijaya, Warta Nabi Sebelum Pembuangan, 131.
[10] Kenyataannya bahwa Israel telah melawan perintah Allah sebagaimana yang tertulis dalam Kel 20:1-13.
[11] Dapat dilihat dalam Lawrence Boadt, C. S. P., Jeremiah 1-25, Michael Glazier, Inc., Delaware 1982, 64.
[12] Dapat dilihat dalam R. E. Clements, Jeremiah: Interpretation, A Bible Commentary for Teaching and Preaching, 46.

1 komentar:

  1. Copas:
    "sekalipun itu pedas bagi telinga Israel – ingin menunjukkan kasih setia Allah Yahwe untuk menyadarkan dan menerima kembali umat yang menolak-Nya.

    BalasHapus

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...