Senin, 27 Februari 2017

Asem tenan...!

Bagaiamana rasanya jika dikerjai oleh teman? Mungkin tidak sedikit dari kita yang pernah mengalaminya. Begitu juga denganku.
Pagi itu, aku telah siap untuk berangkat kuliah. Tas berisi buku yang kupersiapkan semalam, kini akan kubawa. Seperti biasa, aku menambah isi tas dengan termos air, yang berisi kopi hangat, dan botol air minum. Pikirku, meski tas agak sedikit berat karena ditambah dua wadah minuman, namun dua minuman itu akan menjadi teman sepanjang kuliah. Maklum, kuliah di hari itu sampai siang.
Kukayuh sepeda bersama salah satu teman angkatan. Jarak yang harus kami tempuh untuk sampai di kampus, kurang lebih lima kilometer. Waktu yang dibutuhkan sekitar sepuluh menit; malah bisa kurang dari itu jika bersepedanya tidak dengan santai.
Sesampainya di lingkungan kampus, kami pergi ke sudut belakang. Di sana ada sebuah bangunan kayu yang didirikan di atas kolam ikan. Bagi kami, itu menjadi tempat pertama sebelum memasuki area parkir kampus. Mengapa? Karena di situ kami dapat beristirahat sebentar, minum dan ambil nafas setelah perjalanan yang kadang melelahkan.
“Akhirnya sampai...”, gumamku sambil turun dari sepeda.
Bersama dengan temanku tadi, kami memulai ‘ritual istirahat’ sebagaimana dengan hari-hari biasanya.
Setelah istirahat sejenak, aku terasa haus dan ingin meneguk air minum.
Hmmm..., pasti tambah segar nih setelah minum”, kataku dalam hati.
Maka, kubuka tas untuk mengambil botol air minum. Tapi, apa yang terjadi? Terlihat dengan jelas, tasku menjadi penuh; penuh bukan karena buku-buku atau dua wadah air tadi, melainkan beberapa ‘barang-barang asing’.
“Asem tenan (sekali)..., aku dikerjai...!”, umpatku dalam hati.
Betapa jengkel rasanya setelah melihat beberapa ‘barang asing’ yang memenuhi tas.
“Wah jannn..., ada piring dan gelas plastik, toples plastik, kain lap dan sulak...”, kataku dalam hati sambil mengamati isi tas.
Sungguh, sejak berangkat dari rumah, aku tidak menaruh curiga sama sekali bahwa akan ada orang yang akan mengerjai.
“Siapa ya kira-kira yang memasukkannya, hmmm...?”, tanyaku dalam hati sambil menerka pelaku di balik peristiwa itu.
Aku berusaha menutupi kejadian itu agar orang lain tidak tahu. Sebab jika yang lain tahu pasti akan menjadi bahan tertawaan.
Sambil terus mencari siapa pelakunya, ada niat jahat muncul, “Awas... tunggu pembalasanku!”.


jenli imawan, scj

1 komentar:

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...