Rabu, 01 Maret 2017

MENUJU MASA DEPAN

I.Pendahuluan
Tulisan yang berjudul Menuju Masa Depan ini merupakan sebuah rangkuman dari perkuliahan Public Speaking (PS) yang saya jadikan sebagai penulisan untuk tugas akhir semester. Karena menyadari bahwa begitu pentingnya bahan kuliah PS yang telah saya dapatkan untuk perjalanan saya ke depan (menjadi seorang imam) maka saya ingin mengabadikannya ke dalam tulisan ini. Menuju Masa Depan saya pilih untuk menjadi judul karena dengan merangkum bahan kuliah dalam PS diharapkan dapat menjadi pengetahuan dasar – yang diharapkan juga dapat mencapai tahap keterampilan dan afektif – yang selalu saya kembangkan menuju dan selama menjadi imam.
Berhadapan dengan kesadaran akan pentingnya PS maka sangat menjadi relevan pula untuk lebih mengerti arti dasar dari PS itu sendiri serta beberapa aspek yang menyertainya: kekurangan dalam diri yang perlu diolah, persiapan yang perlu dilakukakan dan penyajiannya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk mengembangkan beberapa aspek itu yang tentunya juga akan menyinggung bahan/materi PS dari Bpk. G. Sukadi dengan menambahkan beberapa bahan dari sumber lain.

II.Pentingnya Public Speaking (PS)
PS bukanlah sebuah kegiatan yang sangat istimewa. PS merupakan sebuah kegiatan yang cukup familiar dan biasa karena kegiatan semacam ini pada intinya mengarah kepada suatu kegiatan berbicara di depan umum. Memanglah PS sebuah kegiatan yang biasa namun sekalipun sebagai kegiatan yang biasa, PS sangatlah membutuhkan kemampuan untuk menguasainya (kognitif, psikomotorik dan afektif) dan juga harus setia dalam latihan serta memiliki motivasi yang kuat.
Karena PS merupakan sebuah kegitan “berbicara di depan umum” maka jenis kegiatan ini sangat memiliki pengaruh besar bagi saya sebagai calon imam yang pada nantinya juga akan (sering) untuk tampil di muka umum: berkhotbah, memimpin ibadat, mengajar agama, memberi sambutan, memberi pengarahan, pemakalah dan lain sebagainya. Oleh karena itu PS sangatlah jelas memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan saya, termasuk untuk saat sekarang ini (menjadi seorang frater yang tidak asing untuk berbicara di depan umum).
Berhadapan dengan situasi itu, menjadi hal yang sangat fundamental bagi saya untuk lebih mengetahui lebih lanjut dasar PS sehingga kegiatan ini sungguh menjadi sebuah milik yang terus dikembangkan agar pewartaan Sabda Allah dapat sungguh ’mendarat’ dalam diri umat beriman. Untuk itu dalam bagian selanjutnya saya akan menyajikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam ber-PS dengan harapan semakin mengarahkan saya akan keterampilannya.

III.Kekurangan yang Perlu Diolah
Kekurangan yang perlu diolah dalam bagian ini merupakan sebuah penyajian berkaitkan dengan persoalan yang (secara umum) dialami oleh seseorang dalam mengembangkan PS. Kekurangan ini meliputi persoalan diri yang sebenarnya berasal dari faktor internal (diri sendiri).
Tipe kelinci adalah sebuah sikap yang menolak kesempatan untuk tampil ke depan-berbicara di depan umum. Tipe ini seperti halnya dengan kelinci yang biasa lari dan bersembunyi sebelum berhadapan langsung dengan musuhnya. Menghindari rasa takut dengan menghindari kesempatan untuk tampil dengan aneka macam dalih ini tidak mengatasi persoalan, tetapi justru memperberat persolaan[1]. Untuk itu sangatlah perlu untuk berusaha mendobrak rasa takut dan kecemasan itu sebagai modal awal untuk berani tampil ke depan!
Belum terbiasa merupakan musuh yang tak jarang dihadapi setelah berani untuk mendobrak pintu ketakutan seperti yang terjadi dalam tipe kelinci. Dengan berani tampil ke depan umum untuk pertama kalinya (setelah mendobrak tipe kelinci) bukan berarti akan selalu mendapat keberhasilam. Rasa taktu yang telah didobrak dalam bagian awal tadi perlu untuk dibersihkan dan dihancurkan sampai berkeping-keping dengan jalan mengulangi tampil ke depan dalam kesempatan-kesempatan yang lain!
Pemahaman yang keliru seringkali dimiliki oleh seorang yang pemula dalam ber-PS. Pemahaman yang keliru itu dan secara umum terjadi adalah begitu banyak pembicara yag memiliki pemahaman bahwa publik yang akan ia hadapi adalah benda mati: batu atau pun kawanan binatang. Bahkan ada juga yang sampai menganggap publik itu tidak ada sama sekali! Bagi mereka yang memiliki pemahaman yang keliru itu dapat saja menambah kepercayaan diri dalam ber-PS. Akan tetapi materi yang ia sampaikan di depan khalayak orang hanyalah sebagai sesuatu yang semu saja; komunikasi yang sehat tidak terjadi antara pembicara dan publiknya! Maka sangatlah tepat dalam PS untuk tidak meregenerasi pemahaman keliru itu dengan jalan memandang pulik yang akan dihadapi sebagai sesama. Publik adalah sesama yang akan diberi/disampaikan ide dari kita yang memiliki ide itu sendiri.
Kurang persiapan merupakan sebuah aspek yang juga perlu untuk diperhatikan karena secakap dan seterampil seorang pembicara namun bila dalam persiapannya sangatlah kurang tentulah penampilannya akan tidak optimal. Akan tetapi, seorang pembicara (pemula) yang dengan sungguh menyiapkan diri untuk tampil dapat diharapkan akan berhasil dalam penampilannya di depan umum. Oleh karena itu, sangatlah penting dan mutlak bagi seorang pembicara untuk menempatkan “persiapan tampil” dengan sungguh, terlebih bagi pemula.
Motivasi tidak kuat merupakan salah satu aspek kekurangan yang diharapkan diolah bagi seorang pembicara. Berkali-kali tampil tetapi tanpa motivasi yang jelas dan kuat tak akan banyak hasilnya[2]. Motivasi yang tidak kuat ini hanya akan menjadikan seorang pembicara mengalami ‘penderitaan’ bila tampil karena motivasi dasarnya bukanlah untuk menciptakan komunikasi yang sehat dengan publik melainkan hanya sebagai tugas yang memberatkan saja.
Menyia-nyiakan bakat khusus adalah sebuah kesia-siaan yang akan terjadi bagi seorang pembicara karena ia tidak menggunakan dengan semaksimal mungkin bakat-bakat yang dimiliki. Dengan menyia-nyiakan bakat, seorang pembicara tidak hanya tidak mengembangkan bakat yang dimilikinya melainkan melewatkan satu kesempatan untuk dapat measuk ke dalam ‘komunikas yang nyaman’ dengan publiknya karena bisa jadi dengan kemampuan kita berpantun akan menarik perhatian publik sehingga dapat membantu dalam menarik perhatian publik.
Dengan mengetahui beberapa aspek yang memuat kekurangan itu saya menyadari bahwa ada beberapa di antaranya yang juga ada dalam diri saya. Menyadari dan mengakui bahwa kekurangan itu ada bukanlah sebagai kelemahan yang dapat menghentikan diri untuk menjadi pembicara yang baik, melainkan lebih membuka mata saya menjadi lebar untuk mengolahnya. Saya kira hal itu menjadi lebih baik bila langkah untuk menjadi maju dilakukan pada saat sekarang ini dan bukan nanti!

IV.Persiapan
Untuk dapat berbicara di depan umum dengan baik, diperlukanlah sebuah persiapan yang memadai pula dari pihak si pembicara. Persiapan merupakan sebuah langkah penentu bagi penampilan pembicara di hadapan publik karena memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembangunan kepercayaan diri pembicara itu sendiri.
Sebagai seorang frater dan calon imam, saya menyadari bahwa sangat pentinglah persiapan diri sebelum tampil di depan publik, entah saat mengajar atau pun dalam memberikan bimbingan dalam suatu rekoleksi/rertret. Dengan menjadi seorang frater-calon imam saya sadar akan kewajiban saya sebagai perwarta iman yang pada saatnya nanti mengharuskan saya untuk tampil di depan umum. Maka, persiapan sebelum tampil di depan umum setidaknya sudah memberikan entry point bagi saya untuk dapat menumbuhkan kepercayaan diri akan penguasaan bahan/materi dan penyajiannya kepada publik. Untuk itu ada dua macam persiapan yang semestinya harus saya pahami dan terapkan, yakni: persiapan yang dilakukan untuk tampil berbicara di depan publik yang belum jelas kenyataannya (persiapan jangka panjang) dan persiapan yang dilakukan untuk menghadapi tugas berbicara di depan publik yang sudah jelas kapan dan tempatnya (persiapan jangka pendek).
Persiapan jangka panjang adalah sebuah persiapan sebelum tampil di depan umum dengan memperhitungkan pelbagai aspek internal. Persiapan ini meliputi persiapan yang mengarah kepada pembentukan dan penumbuhan pribadi yang sehat. Penumbuhan pribadi yang sehat sangatlah penting bagi seorang pembicara karena hal itu memungkinkan untuk terjadinya komunikasi sehat. Pembicara diharapkan memiliki pandangan yang positif terhadap publik yang sedang dihadapi sehingga tidak mencurigai dan menganggap mereka sebagai musuh yang perlu ‘dihancurkan’. Pembicara yang memiliki pribadi yang sehat akan memandang publik sebagai sesama yang membutuhkan si pembicara dan sekaligus dibutuhkan oleh si pembicara. Dengan memiliki kepribadian yang sehat diharapkan antara pembicara dan publik akan menjalin sebuah komunikasi sehat yang pada akhirnya mereduksi pada akhir pembicaraan yang bermanfaat: jika gagasan pembicara diyakini akan menyempurnakan kehidupan bersama maka akan banyak mendapat dukungan dari publik pula! Persiapan jangka panjang ini juga dapat dibangun oleh pembicara dengan menambah wawasan pengetahuan akan perkembangan dunia teknologi dan informasi. Langkah ini sungguh penting “sebab untuk mengolah tema yang akan dibawakan di depan publik, bukan hanya perlu sumbangan pikiran pribadi yang berasal dari pengalaman, bidang studi pengetahuan dan kesan-kesannya; tetapi ia (pembicara) juga harus mengumpulkan bahan-bahan pengalaman dari dunia sekitanya, dari manusia lain dan dari situasi asing lainnya”[3]. Langkah terakhir yang patut untuk dilakukan, setelah penumbuhan pribadi yang sehat dan menambah wawasan pengetahuan akan perkembangan dunia teknologi serta informasi, seorang pembicara menjadi lebih baik bila terus melatih diri dalam setiap kesempatan yang tersedia sebagai proses persiapan yang terus menerus.
Persiapan jangka pendek merupakan sebuah persiapan yang dilakukan oleh pembicara selain dengan persiapan jangka panjang. Dengan mengetahui kapan dan tempatnya ia akan berhadapan dengan publik, si pembicara diharapkan dapat mempersiapkan dirinya dengan lebih baik melalui langkah-langkah yang sistimatik. Inilah letak seni dari PS yang mempersiapkan pembicara agar tampil lebih baik di hadapan publik dengan menantang pembicara untuk kreatif dalam menyajikan materi yang hendak disampaikan. Adapun beberapa langkah dalam persiapan jangka pendek adalah: menentukan topik dan tujuan dengan melihat keadaan-dunia publik; menganalisis publik dan situasinya; mengumpulkan, menyeleksi dan menyusun bahan/materi; menentukan metode yang akan dipakai dalam penyajiannya; membahasakan ide yang akan disampaikan dengan menggunakan bahasa yang cukup familiar bagi publik; dan berlatih dengan waktu yang cukup dalam menyajikannya.  

V.Penyajian
Dengan menyadari beberapa kekurangan internal yang tidak dipungkiri keberadaannya dan berusaha untuk mengolahnya serta dengan mengadakan latihan yang cukup kiranya tidak menutup kemungkinan terhadap kecemasan saat tampil. Hal itu sangat wajar, terlebih bagi pembicara pemula, sebab kemampuan dan keterampilan PS memerlukan adanya pelatihan yang terus menerus. Menyadari akan situasi diri yang masih grogi sebenarnya menjadikan kita untuk lebih berani mempersiapkan diri dengan lebih sehingga kecemasan itu tidak menjadi penghalang fundamental dalam PS. Berhadapan dengan situasi itu, ada beberapa hal yang dapat menjadi bantuan bagi pengembangan diri untuk meningkatkan kemampuan PS dalam penyajian materi di depan publik yang meliputi: bintang bersudut lima, penampilan, penyajian sesuai dengan metode, kontak mata, berbicara bersama, mimik dan gesture serta umpan balik.
Pokok komunikasi dalam PS antara pembicara dan publik adalah seperti bintang bersudut lima. Apakah yang dimaksud dengan kelima sudut bintang itu? Kelima sudut bintang itu meliputi: “ide atau informasi, bentuk atau susunan wacana lisan, bahasa, penyampaian, dan hubungan publik”[4]. Kelima sudut bintang itu sangatlah penting dalam penyampaian (pidato) ketika pembicara berdiri di depan publik. Maka menjadi hal relevanlah bila kelima segi itu diperhitungkan dengan baik sebelum pembicara berdiri di depan publik agar ide yang hendak disampaikan dapat diterima; dengan bentuk susunan wacana lisan yang memadai dapat dipahami; dengan bahasa familiar yang digunakan memungkinkan pembicara dapat menyampaikan materi dengan baik terhadap publik sehingga akan terciptalah komunikasi yang sehat secara timbal balik.
Patut juga untuk diperhitungkan bahwa sebelum seorang pembicara tampil, aspek yang juga perlu diperhitungkan adalah dengan memiliki penampilan yang pantas. Seorang pembicara harus memiliki sumber daya tarik pada pribadi, ide yang disajikan dan teknik penyampaiannya. Pribadi yang menarik adalah “pribadi yang sungguh-sungguh melayani publik”[5]. Pribadi yang diharapkan adalah pribadi yang secara sungguh-sungguh memperhatikan siapa publik dan apa kebutuhan publiknya serta memperhatikan bentuk penyajian. Ide yang memenuhi kebutuhan publik juga perlu untuk diutamakan sehingga kehadiran pembicara dengan idenya sungguh menjadi kerinduan bagi publik apalagi dapat menyesuaikannya pada teknik penyampaian ide yang memadai. Kesesuaian harmonis antara ide dan teknik penyampaian sungguh menjadi modal untuk menarik perhatian publik. Oleh karena itu, sangatlah baik jika pembicara juga memperhatikan dan memilih metode penyajian yang sesuai.
 Setelah memperhatikan beberapa pokok penyajian yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, langkah selanjutnya adalah bagaimana membentuk komunikasi antara pembicara dengan publik. Untuk itu langkah pertama yang harus diperhitungkan oleh pembicara adalah dengan memiliki kontak mata dengan publik ketika tampil di muka. Yang dimaksudkan adalah bukan hanya sekadar menatap mata publik tetapi menekankan adanya niat dan ketulusan pembicara untuk menyapa publik, di antaranya dengan memberikan senyuman dan pancaran sinar mata persahabatan serta juga dengan kata-kata. Kondisi demikian sungguh sangat kondusif untuk terciptanya sebuah komunikasi sehat: berbicara bersama (pembicara berbicara dengan atau bersama publik dan bukannya pembicara berbicara untuk atau kepada publik) yang akan menjadi lebih baik jika pembicara mampu menampilkan mimik dan gesture sesuai yang pada akhirnya akan semakin memperlengkap bentuk penyajian kepada publik! Beberapa langkah tadi adalah cara yang tepat untuk mendukung pembicara untuk menciptakan komunikasi dengan publik sehingga pembicara sendiri memandang publik bukan sebagai objek melainkan sebagai subjek-sesama. Inilah letak terakhir dari bantuk penyajian untuk terciptanya sebuah umpan balik yang terjadi dari pihak publik atas diri pembicara.
Dengan memperhatikan beberapa aspek dari bentuk penyajian (bintang bersudut lima, penampilan, penyajian sesuai dengan metode, kontak mata, berbicara bersama, mimik dan gesture serta umpan balik) kiranya menjadi sebuah modal bagi pembicara dalam ber-PS untuk dapat tampil di muka publik.

VI.Penutup
Beberapa hal yang saya tuliskan di atas merupakan sebuah pemahaman yang kaya dalam perkuliahan PS. Secara pribadi saya menyadari bahwa sekalipun telah mengetahui dengan sangat baik beberapa aspek mendasar dalam PS (kekurangan dalam diri yang perlu diolah, persiapan yang perlu dilakukakan dan penyajiannya) akan menjadi hal yang hanya pada tataran kognitif saja bila tidak dipraktikkan secara kontinyu.
Menarik untuk mengingat nasihat Bpk. Sukadi untuk selalu berani tampil dan tampil dengan menggunakan kesempatan yang ada karena melalui jalan itu saya diajak untuk melatih tataran kognitig PS menuju ke tahap keterampilan PS. Kemampun inilah yang kiranya menjadi harapan besar dengan mengikuti perkuliahan PS sebagai penunjang bagi masa depan saya untuk menjadi seorang imam. Pemahaman kognitif dan keterampilan inilah yang seharusnya dimulai dari sekarang untuk saya kembangkan secara terus menerus. Saya sungguh menyadari peran PS dalam kehidupan saya sekarang ini (apalagi sebagai calon imam) sebab tugas utama saya tak lain adalah berkhotbah, memimpin ibadat, mengajar agama, memberikan sambutan, berpidato, memberikan pengarahan, pemakalah dan beberpa kegiatan lain yang mengharuskan saya untuk tampil di muka umum (umat beriman/khalayak umum) untuk mewartakan Sabda Tuhan. Akhirnya, keterampilan PS sangatlah memiliki andil besar dalam ranah ‘menuju masa depan’ saya!

Daftar Pustaka

Hendrikus, Dori Wuwur,
1991    Retorika, Kanisius, Jakarta.
Sukadi, G.,
1993    Public Speaking Bagi Pemula, Grasindo, Jakarta.
2010    Hand Out Bahan Kuliah Public Speaking: Semester IV, Yogyakarta.





[1] G. Sukadi, Public Speaking Bagi Pemula, Grasindo, Jakarta 1993, 11.
[2] G. Sukadi, Public Speaking Bagi Pemula, 19.
[3] Dori Wuwur Hendrikus, Retorika, Kanisius, Jakarta 1991, 63.
[4] G. Sukadi, Public Speaking Bagi Pemula, 78.
[5] G. Sukadi, Public Speaking Bagi Pemula, 79.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...