MENUJU
MASA DEPAN
I.Pendahuluan
Tulisan yang berjudul Menuju Masa Depan
ini merupakan sebuah rangkuman dari perkuliahan Public Speaking (PS) yang saya jadikan sebagai penulisan untuk
tugas akhir semester. Karena menyadari bahwa begitu pentingnya bahan kuliah PS
yang telah saya dapatkan untuk perjalanan saya ke depan (menjadi seorang imam)
maka saya ingin mengabadikannya ke dalam tulisan ini. Menuju Masa Depan saya
pilih untuk menjadi judul karena dengan merangkum bahan kuliah dalam PS diharapkan
dapat menjadi pengetahuan dasar – yang diharapkan juga dapat mencapai tahap
keterampilan dan afektif – yang selalu saya kembangkan menuju dan selama
menjadi imam.
Berhadapan dengan kesadaran akan
pentingnya PS maka sangat menjadi relevan pula untuk lebih mengerti arti dasar
dari PS itu sendiri serta beberapa aspek yang menyertainya: kekurangan dalam
diri yang perlu diolah, persiapan yang perlu dilakukakan dan penyajiannya. Oleh
karena itu, dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk mengembangkan beberapa
aspek itu yang tentunya juga akan menyinggung bahan/materi PS dari Bpk. G.
Sukadi dengan menambahkan beberapa bahan dari sumber lain.
II.Pentingnya Public Speaking (PS)
PS bukanlah sebuah
kegiatan yang sangat istimewa. PS merupakan sebuah kegiatan yang cukup familiar
dan biasa karena kegiatan semacam ini pada intinya mengarah kepada suatu
kegiatan berbicara di depan umum. Memanglah PS sebuah kegiatan yang biasa namun
sekalipun sebagai kegiatan yang biasa, PS sangatlah membutuhkan kemampuan untuk
menguasainya (kognitif, psikomotorik dan afektif) dan juga harus setia dalam
latihan serta memiliki motivasi yang kuat.
Karena PS merupakan
sebuah kegitan “berbicara di depan umum” maka jenis kegiatan ini sangat
memiliki pengaruh besar bagi saya sebagai calon imam yang pada nantinya juga
akan (sering) untuk tampil di muka umum: berkhotbah, memimpin ibadat, mengajar
agama, memberi sambutan, memberi pengarahan, pemakalah dan lain sebagainya.
Oleh karena itu PS sangatlah jelas memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan
saya, termasuk untuk saat sekarang ini (menjadi seorang frater yang tidak asing
untuk berbicara di depan umum).
Berhadapan dengan
situasi itu, menjadi hal yang sangat fundamental bagi saya untuk lebih
mengetahui lebih lanjut dasar PS sehingga kegiatan ini sungguh menjadi sebuah
milik yang terus dikembangkan agar pewartaan Sabda Allah dapat sungguh ’mendarat’
dalam diri umat beriman. Untuk itu dalam bagian selanjutnya saya akan
menyajikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam ber-PS dengan harapan semakin
mengarahkan saya akan keterampilannya.
III.Kekurangan yang Perlu
Diolah
Kekurangan yang perlu diolah dalam
bagian ini merupakan sebuah penyajian berkaitkan dengan persoalan yang (secara
umum) dialami oleh seseorang dalam mengembangkan PS. Kekurangan ini meliputi
persoalan diri yang sebenarnya berasal dari faktor internal (diri sendiri).
Tipe
kelinci adalah sebuah sikap yang menolak
kesempatan untuk tampil ke depan-berbicara di depan umum. Tipe ini seperti
halnya dengan kelinci yang biasa lari dan bersembunyi sebelum berhadapan
langsung dengan musuhnya. Menghindari rasa takut dengan menghindari kesempatan untuk
tampil dengan aneka macam dalih ini tidak mengatasi persoalan, tetapi justru
memperberat persolaan[1].
Untuk itu sangatlah perlu untuk berusaha mendobrak rasa takut dan kecemasan itu
sebagai modal awal untuk berani tampil ke depan!
Belum
terbiasa merupakan musuh yang tak jarang
dihadapi setelah berani untuk mendobrak pintu ketakutan seperti yang terjadi
dalam tipe kelinci. Dengan berani tampil ke depan umum untuk pertama kalinya
(setelah mendobrak tipe kelinci) bukan berarti akan selalu mendapat keberhasilam.
Rasa taktu yang telah didobrak dalam bagian awal tadi perlu untuk dibersihkan
dan dihancurkan sampai berkeping-keping dengan jalan mengulangi tampil ke depan
dalam kesempatan-kesempatan yang lain!
Pemahaman
yang keliru seringkali dimiliki oleh seorang
yang pemula dalam ber-PS. Pemahaman yang keliru itu dan secara umum terjadi
adalah begitu banyak pembicara yag memiliki pemahaman bahwa publik yang akan ia
hadapi adalah benda mati: batu atau pun kawanan binatang. Bahkan ada juga yang sampai menganggap publik itu tidak
ada sama sekali! Bagi mereka yang memiliki pemahaman yang keliru itu dapat saja
menambah kepercayaan diri dalam ber-PS. Akan tetapi materi yang ia sampaikan di
depan khalayak orang hanyalah sebagai sesuatu yang semu saja; komunikasi yang sehat
tidak terjadi antara pembicara dan publiknya! Maka sangatlah tepat dalam PS
untuk tidak meregenerasi pemahaman keliru itu dengan jalan memandang pulik yang
akan dihadapi sebagai sesama. Publik adalah sesama yang akan diberi/disampaikan
ide dari kita yang memiliki ide itu sendiri.
Kurang persiapan merupakan sebuah aspek yang juga perlu untuk
diperhatikan karena secakap dan seterampil seorang pembicara namun bila dalam
persiapannya sangatlah kurang tentulah penampilannya akan tidak optimal. Akan
tetapi, seorang pembicara (pemula) yang dengan sungguh menyiapkan diri untuk
tampil dapat diharapkan akan berhasil dalam penampilannya di depan umum. Oleh
karena itu, sangatlah penting dan mutlak bagi seorang pembicara untuk
menempatkan “persiapan tampil” dengan sungguh, terlebih bagi pemula.
Motivasi tidak kuat merupakan salah satu aspek kekurangan yang diharapkan
diolah bagi seorang pembicara. Berkali-kali tampil tetapi tanpa motivasi yang
jelas dan kuat tak akan banyak hasilnya[2]. Motivasi yang tidak kuat ini hanya akan menjadikan
seorang pembicara mengalami ‘penderitaan’ bila tampil karena motivasi dasarnya
bukanlah untuk menciptakan komunikasi yang sehat dengan publik melainkan hanya
sebagai tugas yang memberatkan saja.
Menyia-nyiakan bakat khusus adalah sebuah kesia-siaan yang akan terjadi bagi seorang
pembicara karena ia tidak menggunakan dengan semaksimal mungkin bakat-bakat
yang dimiliki. Dengan menyia-nyiakan bakat, seorang pembicara tidak hanya tidak
mengembangkan bakat yang dimilikinya melainkan melewatkan satu kesempatan untuk
dapat measuk ke dalam ‘komunikas yang nyaman’ dengan publiknya karena bisa jadi
dengan kemampuan kita berpantun akan menarik perhatian publik sehingga dapat
membantu dalam menarik perhatian publik.
Dengan mengetahui
beberapa aspek yang memuat kekurangan itu saya menyadari bahwa ada beberapa di
antaranya yang juga ada dalam diri saya. Menyadari dan mengakui bahwa
kekurangan itu ada bukanlah sebagai kelemahan yang dapat menghentikan diri untuk
menjadi pembicara yang baik, melainkan lebih membuka mata saya menjadi lebar
untuk mengolahnya. Saya kira hal itu menjadi lebih baik bila langkah untuk
menjadi maju dilakukan pada saat sekarang ini dan bukan nanti!
IV.Persiapan
Untuk dapat berbicara di depan umum
dengan baik, diperlukanlah sebuah persiapan yang memadai pula dari pihak si
pembicara. Persiapan merupakan sebuah langkah penentu bagi penampilan pembicara
di hadapan publik karena memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
pembangunan kepercayaan diri pembicara itu sendiri.
Sebagai seorang frater dan calon imam,
saya menyadari bahwa sangat pentinglah persiapan diri sebelum tampil di depan
publik, entah saat mengajar atau pun dalam memberikan bimbingan dalam suatu
rekoleksi/rertret. Dengan menjadi seorang frater-calon imam saya sadar akan
kewajiban saya sebagai perwarta iman yang pada saatnya nanti mengharuskan saya
untuk tampil di depan umum. Maka, persiapan sebelum tampil di depan umum setidaknya
sudah memberikan entry point bagi
saya untuk dapat menumbuhkan kepercayaan diri akan penguasaan bahan/materi dan
penyajiannya kepada publik. Untuk itu ada dua macam persiapan yang semestinya
harus saya pahami dan terapkan, yakni: persiapan yang dilakukan untuk tampil
berbicara di depan publik yang belum jelas kenyataannya (persiapan jangka
panjang) dan persiapan yang dilakukan untuk menghadapi tugas berbicara di depan
publik yang sudah jelas kapan dan tempatnya (persiapan jangka pendek).
Persiapan
jangka panjang adalah sebuah persiapan sebelum
tampil di depan umum dengan memperhitungkan pelbagai aspek internal. Persiapan
ini meliputi persiapan yang mengarah kepada pembentukan dan penumbuhan pribadi
yang sehat. Penumbuhan pribadi yang sehat sangatlah penting bagi seorang
pembicara karena hal itu memungkinkan untuk terjadinya komunikasi sehat. Pembicara
diharapkan memiliki pandangan yang positif terhadap publik yang sedang dihadapi
sehingga tidak mencurigai dan menganggap mereka sebagai musuh yang perlu
‘dihancurkan’. Pembicara yang memiliki pribadi yang sehat akan memandang publik
sebagai sesama yang membutuhkan si pembicara dan sekaligus dibutuhkan oleh si
pembicara. Dengan memiliki kepribadian yang sehat diharapkan antara pembicara
dan publik akan menjalin sebuah komunikasi sehat yang pada akhirnya mereduksi
pada akhir pembicaraan yang bermanfaat: jika gagasan pembicara diyakini akan
menyempurnakan kehidupan bersama maka akan banyak mendapat dukungan dari publik
pula! Persiapan jangka panjang ini juga dapat dibangun oleh pembicara dengan menambah
wawasan pengetahuan akan perkembangan dunia teknologi dan informasi. Langkah
ini sungguh penting “sebab untuk mengolah tema yang akan dibawakan di depan
publik, bukan hanya perlu sumbangan pikiran pribadi yang berasal dari pengalaman,
bidang studi pengetahuan dan kesan-kesannya; tetapi ia (pembicara) juga harus
mengumpulkan bahan-bahan pengalaman dari dunia sekitanya, dari manusia lain dan
dari situasi asing lainnya”[3].
Langkah terakhir yang patut untuk dilakukan, setelah penumbuhan pribadi yang
sehat dan menambah wawasan pengetahuan akan perkembangan dunia teknologi serta
informasi, seorang pembicara menjadi lebih baik bila terus melatih diri dalam
setiap kesempatan yang tersedia sebagai proses persiapan yang terus menerus.
Persiapan
jangka pendek merupakan sebuah persiapan yang
dilakukan oleh pembicara selain dengan persiapan jangka panjang. Dengan
mengetahui kapan dan tempatnya ia akan berhadapan dengan publik, si pembicara diharapkan
dapat mempersiapkan dirinya dengan lebih baik melalui langkah-langkah yang
sistimatik. Inilah letak seni dari PS yang mempersiapkan pembicara agar tampil
lebih baik di hadapan publik dengan menantang pembicara untuk kreatif dalam menyajikan
materi yang hendak disampaikan. Adapun beberapa langkah dalam persiapan jangka
pendek adalah: menentukan topik dan tujuan dengan melihat keadaan-dunia publik;
menganalisis publik dan situasinya; mengumpulkan, menyeleksi dan menyusun
bahan/materi; menentukan metode yang akan dipakai dalam penyajiannya;
membahasakan ide yang akan disampaikan dengan menggunakan bahasa yang cukup
familiar bagi publik; dan berlatih dengan waktu yang cukup dalam menyajikannya.
V.Penyajian
Dengan menyadari beberapa kekurangan
internal yang tidak dipungkiri keberadaannya dan berusaha untuk mengolahnya serta
dengan mengadakan latihan yang cukup kiranya tidak menutup kemungkinan terhadap
kecemasan saat tampil. Hal itu sangat wajar, terlebih bagi pembicara pemula, sebab
kemampuan dan keterampilan PS memerlukan adanya pelatihan yang terus menerus. Menyadari
akan situasi diri yang masih grogi
sebenarnya menjadikan kita untuk lebih berani mempersiapkan diri dengan lebih
sehingga kecemasan itu tidak menjadi penghalang fundamental dalam PS.
Berhadapan dengan situasi itu, ada beberapa hal yang dapat menjadi bantuan bagi
pengembangan diri untuk meningkatkan kemampuan PS dalam penyajian materi di
depan publik yang meliputi: bintang bersudut lima, penampilan, penyajian sesuai
dengan metode, kontak mata, berbicara bersama, mimik dan gesture serta umpan balik.
Pokok komunikasi dalam PS antara
pembicara dan publik adalah seperti bintang
bersudut lima. Apakah yang dimaksud dengan kelima sudut bintang itu? Kelima
sudut bintang itu meliputi: “ide atau informasi, bentuk atau susunan wacana
lisan, bahasa, penyampaian, dan hubungan publik”[4].
Kelima sudut bintang itu sangatlah penting dalam penyampaian (pidato) ketika
pembicara berdiri di depan publik. Maka menjadi hal relevanlah bila kelima segi
itu diperhitungkan dengan baik sebelum pembicara berdiri di depan publik agar
ide yang hendak disampaikan dapat diterima; dengan bentuk susunan wacana lisan
yang memadai dapat dipahami; dengan bahasa familiar yang digunakan memungkinkan
pembicara dapat menyampaikan materi dengan baik terhadap publik sehingga akan
terciptalah komunikasi yang sehat secara timbal balik.
Patut juga untuk diperhitungkan bahwa
sebelum seorang pembicara tampil, aspek yang juga perlu diperhitungkan adalah
dengan memiliki penampilan yang pantas.
Seorang pembicara harus memiliki sumber daya tarik pada pribadi, ide yang
disajikan dan teknik penyampaiannya. Pribadi yang menarik adalah “pribadi yang
sungguh-sungguh melayani publik”[5].
Pribadi yang diharapkan adalah pribadi yang secara sungguh-sungguh
memperhatikan siapa publik dan apa kebutuhan publiknya serta memperhatikan
bentuk penyajian. Ide yang memenuhi kebutuhan publik juga perlu untuk
diutamakan sehingga kehadiran pembicara dengan idenya sungguh menjadi kerinduan
bagi publik apalagi dapat menyesuaikannya pada teknik penyampaian ide yang
memadai. Kesesuaian harmonis antara ide dan teknik penyampaian sungguh menjadi
modal untuk menarik perhatian publik. Oleh karena itu, sangatlah baik jika
pembicara juga memperhatikan dan memilih metode
penyajian yang sesuai.
Setelah
memperhatikan beberapa pokok penyajian yang dijelaskan pada bagian sebelumnya,
langkah selanjutnya adalah bagaimana membentuk komunikasi antara pembicara
dengan publik. Untuk itu langkah pertama yang harus diperhitungkan oleh
pembicara adalah dengan memiliki kontak
mata dengan publik ketika tampil di muka. Yang dimaksudkan adalah bukan
hanya sekadar menatap mata publik tetapi menekankan adanya niat dan ketulusan
pembicara untuk menyapa publik, di antaranya dengan memberikan senyuman dan pancaran
sinar mata persahabatan serta juga dengan kata-kata. Kondisi demikian sungguh
sangat kondusif untuk terciptanya sebuah komunikasi sehat: berbicara bersama (pembicara berbicara dengan atau bersama publik
dan bukannya pembicara berbicara untuk atau kepada publik) yang akan menjadi
lebih baik jika pembicara mampu menampilkan mimik
dan gesture sesuai yang pada akhirnya akan semakin memperlengkap bentuk
penyajian kepada publik! Beberapa langkah tadi adalah cara yang tepat untuk
mendukung pembicara untuk menciptakan komunikasi dengan publik sehingga pembicara
sendiri memandang publik bukan sebagai objek melainkan sebagai subjek-sesama. Inilah
letak terakhir dari bantuk penyajian untuk terciptanya sebuah umpan balik yang terjadi dari pihak
publik atas diri pembicara.
Dengan memperhatikan beberapa aspek dari
bentuk penyajian (bintang bersudut lima, penampilan, penyajian sesuai dengan
metode, kontak mata, berbicara bersama, mimik dan gesture serta umpan balik) kiranya menjadi sebuah modal bagi
pembicara dalam ber-PS untuk dapat tampil di muka publik.
VI.Penutup
Beberapa hal yang saya tuliskan di atas
merupakan sebuah pemahaman yang kaya dalam perkuliahan PS. Secara pribadi saya
menyadari bahwa sekalipun telah mengetahui dengan sangat baik beberapa aspek
mendasar dalam PS (kekurangan dalam diri yang perlu diolah, persiapan yang
perlu dilakukakan dan penyajiannya) akan menjadi hal yang hanya pada tataran
kognitif saja bila tidak dipraktikkan secara kontinyu.
Menarik untuk mengingat nasihat Bpk.
Sukadi untuk selalu berani tampil dan tampil dengan menggunakan kesempatan yang
ada karena melalui jalan itu saya diajak untuk melatih tataran kognitig PS menuju
ke tahap keterampilan PS. Kemampun inilah yang kiranya menjadi harapan besar
dengan mengikuti perkuliahan PS sebagai penunjang bagi masa depan saya untuk
menjadi seorang imam. Pemahaman kognitif dan keterampilan inilah yang seharusnya
dimulai dari sekarang untuk saya kembangkan secara terus menerus. Saya sungguh
menyadari peran PS dalam kehidupan saya sekarang ini (apalagi sebagai calon
imam) sebab tugas utama saya tak lain adalah berkhotbah, memimpin ibadat,
mengajar agama, memberikan sambutan, berpidato, memberikan pengarahan,
pemakalah dan beberpa kegiatan lain yang mengharuskan saya untuk tampil di muka
umum (umat beriman/khalayak umum) untuk mewartakan Sabda Tuhan. Akhirnya,
keterampilan PS sangatlah memiliki andil besar dalam ranah ‘menuju masa depan’
saya!
Daftar Pustaka
Hendrikus,
Dori Wuwur,
1991 Retorika, Kanisius,
Jakarta.
Sukadi,
G.,
1993 Public
Speaking Bagi Pemula, Grasindo, Jakarta.
2010 Hand Out Bahan Kuliah Public
Speaking: Semester IV, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar