Sudahkah
Anak Anda Aktif di Gereja?
Tidak hanya di paroki kita, ternyata sudah di beberapa paroki
lain yang menunjukkan keprihatinan bahwa masih ada beberapa generasi muda
Gereja (anak, remaja dan orang muda) yang kurang maksimal dalam hidup
menggereja. Hidup menggereja di sini tidak hanya sebatas pada kegiatan
kebaktian (Misa atau pun ibadat), tetapi juga seputar kegiatan kebersamaan
(kegiatan misdinar dan orang muda). Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah
“Apakah anak Anda sudah aktif dalam hidup menggereja”?
Memang, anak tidak dapat disalahkan begitu saja jika mereka
kurang dan bahkan tidak aktif di Gereja. Ada beberapa alasan yang menjadi
alasannya. Pertama, kondisi bahwa
anak sedang sekolah atau kerja. Banyak waktu mereka yang terpakai selama di
sekolah maupun di tempat kerja. Tenaga mereka mungkin terkuras untuk itu
sehingga enggan menambah kegiatan lain, termasuk acara di lingkungan dan
paroki. Kedua, situasi di Gereja
berbeda dengan situasi di sekolah dan tempat kerja. Di Gereja, anak bertemu
dengan temannya hanya pada hari-hari terntentu saja. Mereka butuh penyesuaian
diri dan lingkungan karena jarang bertemu. Tapi ketika di sekolah dan di tempat
kerja, mereka bertemu hampir setiap hari. Intensitas perjumpaan ini menjadi
faktor utama di mana mereka saling mempererat tali pertemanan.
Ketiga,
tidak ada peraturan resmi dari Gereja yang mewajibkan dan mengharuskan anak,
remaja dan kaum muda untuk ikut dalam kegiatan menggeraja; biasanya hanya
sebatas anjuran meski anjuran itu seyogiyannya dipahami sebagai “aturan”.
Bahkan, di Gereja tidak ada sanksi untuk itu. Hal ini berbeda dengan di sekolah
atau pun tempat kerja, tak hanya diwajibkan, tetapi ada sanksi yang
mengaturnya. Kelima, orang tua
sengaja tidak melibatkan anak mereka untuk aktif dan terlibat dalam kegiatan
menggereja. Alasan yang biasanya dilontarkan bahwa anak butuh fokus pada
pelajaran di sekolah atau pekerjaan.
Bagaimana
bisa mendorong anak aktif di Gereja bila situasinya demikian? Mungkin itu
menjadi pertanyaan yang menggugah hati bagi para orang tua. Ada beberapa cara
yang mungkin dapat digunakan untuk mendorong anak supaya terlibat dalam Gereja.
Tetapi cara ini belum tentu juga efektif karena bagaimanapun juga, dorongan dan
semangat untuk mengikuti kegiatan di Gereja mestinya datang dari kesadaran
pribadi dan pilihan atau kehendak bebas anak.
Metode
yang ditawarkan antara lain sebagai berikut. Pertama, meminta teman dekat anak yang aktif di Gereja untuk
mengajak anak Anda. Kedua, bila anak
Anda memiliki talenta yang berguna untuk Gereja (seperti musik, dekorasi,
menyanyi, membaca sebagai lektor dan lain-lain) ajaklah ia supaya terlibat
dalam Gereja. Langkah ini dipakai untuk memosisikannya sesuai dengan talenta
yang dimiliki. Harapannya, anak Anda akan senang melakukan atau menjalankan
kepercayaan yang diberikan dengan menggunakan talenta yang dimiliki untuk
Gereja. Ketiga, perlu kesadaran bagi
orang tua untuk mendorong anak supaya terlibat di Gereja, bukan malah melarangnya
dengan pelbagai alasan yang dilogiskan. Untuk tawaran langkah yang terakhir ini
memang perlu kesadaran dari orang tua untuk “memberi kesempatan” kepada anak
supaya aktif di Gereja. Dengan mendorong anak supaya terlibat di Gereja, orang
tua sebenarnya sudah melaksanakan salah satu tugas mereka, yakni: mendidik anak
secara Katolik.
Semoga
metode-metode ini dapat bermanfaat bagi Anda yang memegang mandat sebagai orang
tua Katolik. Sekali lagi, mendorong anak supaya mau aktif dalam Gereja
pertama-tama harus berangkat dari kesadaran pribadi anak itu sendiri, bukan
karena paksaan atau ambisi orang tua semata.
frd.
jenli, scj