Rabu, 01 Maret 2017

MENGHADAPI DIRI BERSAMA ALLAH
MENUJU BERKAT
(Kejadian 32: 22 – 32)

I. PENDAHULUAN

Pentateukh atau sebutan untuk kelima kitab Musa yang terdiri dari Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan, merupakan sebuah kesatuan yang mengisi perpustakaan Perjanjian Lama dalam Alkitab. Kelima kitab ini sungguh memiliki keistimewaan dalam kehidupan iman Israel karena menceritakan tentang sejarah keselamatan Allah yang berpusat pada seorang tokoh utama, yakni Musa. Oleh karena itu, kelima kitab itu sering disebut sebagai kitab Musa atau Taurat Musa.
Rangkaian kelima dari kitab-kitab itu berasal dari sekitar tahun 400 SM yang isinya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi beratus-ratus tahun sebelumnya. Kumpulan dari peristiwa itu kemudian diproses lebih lanjut dan berlangsung cukup panjang. Dalam proses itu bahan-bahan diwariskan secara turun-temurun (secara lisan maupun tertulis) hingga sampai terbentuk terakhirnya seperti sekarang ini. Dari bahan-bahan yang memuat kumpulan peristiwa/kisah dapat dikatakan sebagai kisah kepahlawanan umat Israel: mulai dari kisah para bapa Bangsa, kisah pembebasan dari Mesir (exodus) hingga sampai pada kisah pengalaman Sinai (Israel sebagai bangsa yang mengikat perjanjian vasal[1] dengan Yahwe, Allah mereka) yang pada akhirnya membawa mereka ke Tanah Terjanji, Kanaan.
Di antara kumpulan kisah-kisah historis kepahlawanan itu, ada sebuah perikop dari kesatuan tokoh-tokoh kepahlawanan Israel yang terdapat di dalam Kejadian. Kisah itu adalah tentang Ishak, Yakub, dan Anak-anak Yakub. Kisah dari tokoh-tokoh itu dapat disatukan dalam Kejadian 25-36. Sebuah kisah yang menarik adalah sebuah kisah tentang Yakub yang terdapat dalam Kejadian 32: 22-32, yang ditulis dalam Alkitab dengan judul: Pergumulan Yakub dengan Allah. Kisah ini menceritakan tentang pergulatan Yakub dengan seseorang (ay. 25) setelah ia menyeberangkan kedua isteri, kedua budak perempuan, kesebelas anak dan segala yang dimilikinya di sungai Yabok. Yang menarik dari kisah ini adalah saat Yakub bergumul dengan seseorang. Pergumulan itu berjalan dengan sengitnya hingga sampai fajar menyingsing (ay. 26). Dari pergulatan itulah Yakub baru mengatahui bahwa seseorang itu adalah Allah: “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!” (ay. 30). Pertemuan Yakub dengan Allah dalam sebuah pergulatan itu pada akhinya membawa Yakub pada sebuah perjumpaan dengan Yang Kudus yang memberinya sebuah nama baru: Israel (nama bagi keturunan Yakub); perjumpaan dengan Yang Kudus yang memberinya berkat (ay. 29).
Didalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut perikop Pergumulan Yakub dengan Allah (Kej 32:22-32) dengan mengaitkannya pada sebuah pembahasan utama: Menghadapi Diri Bersama Allah Menuju Berkat. Untuk dapat mendalaminya lebih lanjut, tulisan ini akan memuat dua pokok pembahasan yang meliputi: Perikop – Tafsiran dan Pengajaran Iman.

II. PERIKOP - TAFSIRAN
Dalam Kejadian 32: 22-32,
22   Pada malam itu Yakub bangun dan ia membawa kedua isterinya, kedua budaknya      perempuan dan kesebelas anaknya, dan menyeberang di tempat penyeberangan sungai            Yabok.
23   Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya.
24   Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai             fajar menyingsing.
25   Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi     pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu.
26   Lalu kata orang itu: "Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing." Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku."
27   Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub."
28   Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab             engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang."
29   Bertanyalah Yakub: "Katakanlah juga namamu." Tetapi sahutnya: "Mengapa engkau   menanyakan namaku?" Lalu diberkatinyalah Yakub di situ.
30   Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah berhadapan           muka, tetapi nyawaku tertolong!"
31   Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub             pincang karena pangkal pahanya.
32   Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi   sendi    pangkal paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya.
Mengenai perikop ini, banyak ahli tafsir mengatakan bahwa kisah Yakub dan Allah yang beradu kekuatan ini berasal dari tradisi Yahwista (J). Perikop ini memiliki kekhususan pada ucapan rangkap yang jelas kelihatan, yakni ay. 22 dan 23. Menurut ay. 22, Yakub sendiri bersama dengan seluruh keluarga dan segala miliknya “menyeberangi” sungai Yabok, sedangkan dalam ay. 23, ia “menyeberangkan” keluarga serta segala miliknya itu melalui sungai Yabok, tetapi ia sendiri masih tinggal di belakang (ay. 24)[2]. Kisah pergulatan Yakub dengan Allah ini sangat kuno sifatnya karena berasal dari waktu pra-Israel, yaitu dalam kekafiran Palestina; mungkin pengarang kitab ingin memanfaatkan sebuah cerita kuno guna menerangkan asal-usul nama Pniel, yang letaknya dekat dengan sungai Yabok[3].
Jika dilihat dari sudut pandang aitiologi[4], perikop ini memiliki keanekaragaman cerita-cerita yang terkandung di dalamnya. Keanekaragaman cerita itu dapat dirangkum ke dalam empat serita-sebab[5]:
1.      Cerita-sebab nama sungai Yabok (jabboq)
Kisah ini menunjuk pada cerita mengenai salah satu hantu-malam yang berada di pinggir sungai penyeberangan dan menghadang orang ataupun kelompok orang yang hendak menyeberang. Demikian pula dengan kelompok Yakub yang hendak menyeberang sungai Yabok. Hantu itu tidak menghadang kelompok besar dari rombongan Yakub melainkan menjumpai dan bahkan bergulat secara langsung dengan Yakub ketika ia seorang diri (ay. 24). Pergulatan sengit yang berakhir dengan kemengangan Yakub ini ingin menjelaskan bahwa Yakub diteguhkan sebagai tokoh unggul bapa leluhur Israel. Inilah letak cerita rakyat yang ingin mengetengahkan kelebihan dan kebanggaan dari leluhur Israel, Yakub. Oleh karena cerita itu berpusat pada pergulatan Yakub, maka sungai itu dinamakan Yabok yang searti dengan jabboq (sungai pergulatan).
2.      Cerita-sebab pantangan makan daging sendi pangkal paha
Menurut ay. 32, urat saraf (daging yang menutupi sendi pangkal paha) dipandang dan bahkan diklaim sebagai barang yang haram (pantangan) yang tidak boleh dimakan. Dari perikop yang tersedia itu, ternyata pengarang ingin mengetengahkan penyucian pantangan agama yang dianggap mutlak untuk dilaksanan berhubung dengan pantang akan bagian daging yang dianggap haram itu. Bila dilihat secara lebih mendalam, iman Israel mempergunakan dan memperalat cerita keangkuhan rakyat tadi untuk mengesahkan dan meresmikan serta menyucikan larangan/pantangan dari agama. Kalau begitu, bukanlah salah satu hantu-malam setempat (lokal), melainkan Allah Israel sendirilah yang melarang dan mengharamkan (mengutuki) makanan tersebut[6].
3.      Cerita-sebab nama tempat-suci Pniel
Penil-El atau Penu-El (ay.30) berarti wajah Allah, atau juga “Allah melihat, memandang”. Dalam ayat ini terlihat dengan jelas bahwa cerita-sebab dari perikop kisah ini mengetengahkan pergulatan yang terjadi antara Yakub dengan “seseorang” yang pada akhirnya ia mengetahui bahwa “seseorang” itu adalah Allahnya. Pergulatan itu terjadi cukup lama dan bahkan sampai fajar menyingsing. Pergulatan yang pada akhirnya membawa Yakub pada sebuah kesadaran menjadikannya sungguh merasa takjub. Ketakjuban itu didasarkan pada kesadaran akan imannya bahwa Allah Yang Kudus telah berhadapan muka dengannya: “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!” (30). Perjumpaan dengan Allah bagi iman Israel adalah sebuah perjumpaan yang membawa pada kematian. Namun kepercayaan itu tidak berlaku bagi Yakub sebab perjumpaannya dengan Allah tidak membuatnya mati tetapi menjadi berkat baginya. Maka, Yakub mengabdikan tempat itu dengan nama Pniel sebab di tempat itulah ia melihat wajah Allah.
4.      Cerita-sebab nama Israel (Yakub)
Pergulatan yang mengarah pada perjumpaan Yakub dengan seseorang yang memiliki kekuatan yang luar biasa itu membuat Yakub semakin terbuka akan siapa dirinya. Perjumpaan dengan pribadi adikodrati ini pada akhirnya memampukan Yakub untuk menyadari bahwa seseorang yang tengah dihadapinya itu adalah Allahnya sendiri. Atas dasar kesadaran rohani inilah kemudian Yakub menjadi pribadi yang terbuka akan Allah yang sedang berjumpa dengannya. Maka ketika Yakub ditanya tentang siapa namanya, dengan jelas ia menjawab: “Yakub” (ay. 27). Keterbukaan Yakub untuk memberikan namanya ini sekaligus menunjuk pada arti pribadi dirinya sendiri sebagai seorang “penipu” (Yakub searti dengan jaaqob = penipu) sebab ia telah menipu hak kesulungan dari abangnya, Esau (bdk. Kej 25: 19-34). Namun dengan mengakui akan arti sejati dari dirinya itu, Yakub kemudian mendapat berkat dengan nama baru, Israel (bdk. ay. 28), sebuah nama baru yang sekaligus juga mengubah hidup serta kepribadiannya menjadi baru pula. Kini ia bukan lagi “penipu” melainkan orang “pilihan Allah”. Nama baru itu tidak hanya menjadi berkat baginya saja melainkan juga bagi seluruh keturunannya sebagai penggenapan janji Allah kepada Abraham, bapa leluhurnya.  
Setelah melihat ada empat bentuk cerita kuno dari perikop Pergulatan Yakub dengan
Allah, maka kini saatnya untuk memberi penafsiran tiap-tiap ayatnya[7]:
22   Ayat ini ternyata memiliki hubungan dengan ay. 21 (perikop sebelumnya) : “Pada malam itu”. Hubungan ini ternyata merupakan sebuah persiapan untuk ay. 31: “tampaklah kepadanya matahari terbit”. Maka dapat dijelaskan bahwa malam yang tengah dilalui adalah kegelapan malam alamiah (fisik) dengan kegelisahan akan penyeberangan lembah sungai yang cukup berbahaya. Oleh karena itu, karena memilki hubungan yang erat dengan ay. 31 maka penjelaskan tentang terbitnya matahari dapat diartikan sebagai penerimaan berkat dan sekaligus nama baru yang diperoleh Yakub. Di lain pihak, kekelaman suasana hati Yakub yang ditafsir dari ay. 21: Pada malam itu, dapat juga diartikan dengan kesalahannya yang tidak dapat diampuni dengan kecurangannya dalam mengambil hak sulung dari kakaknya, Esau (bdk. Kej 25: 19-34).
23   “Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya.” Ayat ini merupakan semacam pengulangan dari ay. 22. Dalam ayat ini diceritakan bahwa Yakub tidak ikut menyeberang sungai Yabok, namun ia hanya menjaga keamanan keluarga beserta segala yang dimilikinya. Penyeberangan sungai itu cukup berbahaya karena tidak hanya airnya yang deras tetapi oleh karena gelapnya malam yang semakin menyulitkan bagi operasi penyeberangan besar itu. Oleh karena itu, setelah menyeberangkan semuanya Yakub kemudian masih tinggal di belakang rombongan sembari tetap waspada. Dalam hal ini Yakub sungguh pandai dalam memposisikan diri. Dengan berada di belakang rombongan ia menjaga operasi penyebarangan itu dari berbagai ancaman. Di lain pihak, posisinya di belakang rombongan adalah langkah ketakutannya karena ia mengetahui bahwa di depan rombongan itu ada Esau beserta dengan segala pengawalnya (bdk. Kej 33:1).
24   “Lalu tinggallah Yakub seorang diri.” Kegelapan yang telah membuat kegelisahan Yakub kini telah menguat kembali. Kegelisahan yang telah dibuatnya sendiri terlebih oleh karena kakaknya, Esau, kini telah mengurungnya di dalam suasana hati yang menggelisahkan. Kini ia seorang diri dan kesendirian itu kemudian menghantarnya pada perjumpaan dengan Allah. Sebuah perjumpaan langsung dan tanpa menggunakan perantara. “Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing”. Awalnya seorang laki-laki yang bergulat dengannya itu tidak diketahui jati dirinya. Namun yang pasti bahwa serangan itu berusaha untuk menghancurkan-membunuh Yakub. Berhadapan dengan ancaman itu, Yakub pun tak berhenti diam. Dengan segala kekuatan ia curahkan untuk menahan dan melawan serangan itu, bahkan semalam-malaman. Kata “bergulat” (wajje’abeq) dapat diartikan sebagai permainan dari kata Yabok (jabboq), sehingga dapat dimengerti bahwa seluruh perikop kisah adalah semacam cerita-etimologi sungai Yabok. Dari cerita ini kemudian bangsa Israel mengiaskan Yakub seperti Musa, seorang tokoh pilihan Allah.
25   Dengan sebuah pukulan, seseorang yang berhadapan dengan Yakub itu memukul sendi pangkal pahanya sehingga Yakub tidak dapat berjuang dan mempertahankan diri lagi. Para penafsir melihat ayat ini sebagai tindakan Allah sendiri. Sebenarnya Ia mampu dan sanggup untuk memukul mati Yakub, namun hal itu tidak terjadi. Allah hanya menjadikannya pincang dan tidak dapat meneruskan pergulatan. Yakub yang lama telah dihancurkan kekuatannya sehingga ia tidak dapat bergulat dan berjalan tegak lagi, bahkan Allah pun ingin meninggalkannya.
26   Lalu kata orang itu: “Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing”. Dari cerita sebab dari sungai Yabok dapat dilihat bahwa hantu malamlah yang bergulat dengannya. Oleh karena hantu itu hanya berkuasa pada malam hari maka ketika fajar menyingsing ia  meminta menarik diri dari Yakub agar cahaya fajar tidak menangkap/membinasakannya. Namun, di lain pihak banyak penafsir menjelaskan bagian dari ayat ini sebagai peran serta Allah. Tapi juga patut untuk dikritisi bahwa Allah berkuasa tidak hanya di malam hari melainkan juga seluruh hari. Hal ini sepertinya tidak diperhatikan secara kritis oleh si pengarang! Maka dapat dikatakan bahwa Allah berkenan meninggalkan orang pilihannya itu dalam keadaan pincang; Ia tidak memperdulikan lagi orang pilihan-Nya.
       Sahut Yakub: “Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku”. Di satu pihak, bagian ayat ini menjelaskan bagaimana Yakub meminta berkat dari seseorang yang berhadapan dengannya itu. Tapi di pihak lain diceritakan bahwa Allah ingin pergi dari Yakub dan atas tindakan itu Yakub kemudian memohon kepada-Nya untuk tidak menginggalkannya begitu saja. Yakub memohon agar Allah tidak pergi darinya; agar Ia berkenan untuk memberkatinya. Dengan penuh kepercayaan-keberanian Yakub meminta berkat karena ia yakin bahwa Allah tetap setia akan janji-Nya kepada bapa leluhur Israel, Abraham (bdk. Kej 12:2). Atas permohonan Yakub ini sepertinya Allah mendengar seruan hambanya. Allah tidak meninggalkan Yakub dan menjawabnya (terdapat dalam ay. 27).
27   Bertanyalah orang itu kepadanya: “Siapakah namamu?” Pertanyaan ini bukanlah sekadar pertanyaan biasa yang kerap kali disampaikan ketika seseorang belum mengenal yang lain. Pertanyaan yang diajukan oleh Allah Israel ini sebenarnya sebuah pertanyaan yang ingin menunjukkan jati diri sejati Yakub. Berhubung dengan pertanyaan itu maka Yakub mengakui inti hidup dan tabiatnya: “Sahutnya Penipu” (Yakub=jaaqob, bdk. Kej 25: 26; 27: 36). Jawaban Yakub ini tidak hanya memperkenalkan siapa dirinya melainkan sebuah pengakuan akan seluruh diri, termasuk pengakuan akan kedosaannya.
28   Ayat ini menjelaskan dengan baik bagaimana Yakub mendapatkan sebuah nama baru: Israel. Nama baru ini diberikan kepada Yakub sebab “ia telah bergumul” dengan Alah dan manusia. Oleh karena itu, ayat ini memiliki hubungan yang erat dengan cerita-sebab (etimologi) untuk nama baru: Israel. Nama Israel ini menunjuk pada “bergumul melawan Allah” yang dalam bahasa Ibrani diterjemahkan dengan sara: Allah menyatakan diri-Nya kuat. Pada penafsiran kemudian, arti Israel ini kemudian diartikan: ia yang telah kuat melawan Allah, dan dalam arti tertentu penekanannya dipusatkan pada tokoh utama, yakni Yakub.
       “Melawan Allah dan manusia”. Sesuai dengan hubungan ayat ini dengan beberapa perikop sebelumnya (bdk. Kej 31: 1-55; 32: 1-21), maka dapat dilihat bahwa adanya sebuah keterkaitan dengan beberapa tokoh: Laban dan Esau. Inti dari bagian ayat ini ingin mengatakan bahwa Yakub sekarang telah berpengalaman dan berada pada sebuah keberanian yang matang. Yakub sekarang telah berani menghadapai dua lawan yang siap menghadangnya, baik Allah maupun manusia. Ia dengan sabar menahan/berjuang dalam masa yang panjang setelah perpisahannya dengan Laban dan dengan gagah berani menahan perlawana-pencobaan dari Allah. Pada akhinya ia pun “menang”. Sepertinya memang aneh bila Allah dikalah oleh Yakub. Akan tetapi ternyata Allah membiarkan terjadi demikian (membiarkan Diri-Nya kalah) agar manusia yang (seharusnya) kalah oleh karena kuasa Allah dapat menang karena kasih-Nya!
29   Dalam ayat sebelumnya Allah menanyakan jati diri-identitas Yakub (ay. 27). Sekarang saatnya bagi Yakub untuk menanyakan jati diri Allah: “Katakanlah juga namamu”. Yakub meminta agar Ia membuka rahasia kepribadian-Nya. Berhadapan dengan pertanyaan itu ternyata Allah tidak menghiraukan permintaannya. Namun sebaliknya, Ia menanyakan apa sebab dan untuk apa maksudnya Yakub bertanya demikian: ”Mengapa engkau menanyakan namaku?”. Dengan pertanyaan itu sebenarnya Allah mengajar Yakub bahwa nama-Nya tetap rahasia, agung dan luhur sehingga tidak dapat disalahgunakan oleh manusia (bdk. Kel 20: 7; Ul 5: 11). Dari ungkapan Allah ini dapat diterangkan bahwa Allah tetap ingin menjaga kekudusan-Nya dengan manusia. Namun jarak yang dipertahankan itu tidak menghapus kedekatan-Nya dengan Yakub: “Lalu diberkatinyalah Yakub di situ”. Barulah terlihat dengan jelas bahwa Allah Abraham dan Ishak memberkati Yakub. Berkat inilah yang menyempurnakan berkat yang ia curi dengan tipu muslihat dari orang tua dan kakaknya. Kini berkat yang diterima Yakub telah dibenarkan dan direstui oleh Allah sendiri.
30   “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!” Dalam kalimat ini terangkum pengalaman yang dialami Yakub dan ia mengabdikan tempat perjumpaan dengan Allah itu dengan nama Pniel (wajah Allah) sebab di tempat itu ia melihat wajah Allah. Di lain pihak, Yakub menyadari bahwa pengalamannya memandang wajah Allah itu ternyata tidak menjadikannya binasa dengan menghanguskannya ( bdk. Kel 24: 17; Hak 6: 22-23; 13: 22). Namun ia menyadari bahwa ia selamat: “Tetapi nyawaku tertolong!”. Pengalaman perjumpaan dengan Allah ternyata tidak membawa Yakub kepada kebinasaan melainkan membawanya kepada keselamatan. Maka, betapa besar rahmat yang diberikan Allah kepada Yakub bahkan ia diperkenankan untuk melihat wajah-Nya. Perjumpaan inilah yang menyatakan bahwa Yakub mendapat perlindungan dan karunia istimewa dari Allah ( bdk. I Sam 3).
31   “Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel.” Dengan menyampaikan sebuah informasi bahwa matahari terbit adalah untuk menandakan bahwa kuasa hantu-malam yang menghadang Yakub telah berakhir kuasanya dan kini saatnya untuk menarik diri. Di lain pihak, bagian ayat ini menjelaskan bagaimana dasyatnya malam yang kelam telah dilalui oleh Yakub. Segala ketakutan dan kedosaan yang dialami telah diambil dari Yakub. Fajar-pagi baru kini telah terbit, sebuah masa depan yang baru pula telah dikaruniakan Allah bagi Yakub. Maka segala “pergulatan” dengan Allah kini telah selesai. Oleh karena rahmat yang telah diterima, sekarang Yakub telah dipersiapkan secara matang. Ia telah siap-matang (setelah melihat wajah Allah) berjalan ke depan; ia pun siap untuk berhadapan dengan Esau (Kej 33: 1-16).
       “Dan Yakub pincang karena pangkal pahanya.” Bila dilihat dari sudut pandang sastra, bagian ayat ini sebenarnya mempersiapkan cerita-sebab ay. 32 yang menjadikan daging pangkal paha adalah sebuah pantangan untuk memakannya. Kini Yakub menderita luka oleh karena pergulatannya dengan Allah. Di sisi lain, hal ini menujukkan bahwa Yakub sekarang adalah Yakub yang baru. Yakub yang siap untuk melangkah ke depan, terlebih untuk berjumpa dengan Esau!
32   Ayat ini dapat dikatakan sebagai suatu cerita-sebab tentang hal tertentu (aitiologi) yang mengatakan bahwa larangan untuk memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha masih berlaku hingga pada masa penulis menceritakan kisah ini. Kisah yang bernuansakan religius ini mendapatkan penekanan yang kuat dalam iman Israel karena diceritakan dengan pengalaman bapa leluhur, Yakub. Dengan dipukulnya bagian daging itu maka kini Allah yang memilikinya dan tidak dapat dipergunakan lagi oleh Yakub dan bahkan keturunannya. Oleh karena itu, setiap kali orang Israel menyembelih binatang, bagian dari daging itu harus dipersembahkan-dibakar bagi Allah Yahwe karena Dialah yang menyentuh dan memilikinya.


III. PENGAJARAN IMAN[8]
Ketika Yakub berada sendirian setelah menyeberangkan keluarga dan segala yang dimilikinya di tepi sungai Yabok, maka datanglah seorang laki-laki dan bergulat semalam-malaman dengannya (ay. 24). Pergulatan itu sungguh sangat sengit. Orang itu tidak dapat mengalahkan Yakub, maka pada bagian akhir dari pergulatan itu ia memukul sendi pangkal paha Yakub sampai Yakub terpelecok (ay. 25). Karena merasa sulit untuk menjatuhkan Yakub maka orang itu mohon diri untuk pergi darinya, akan tetapi Yakub menjawab permintaan itu bila ia memberkatinya. Dengan menerima berkat karena memperoleh nama baru: Israel (ay. 28), Yakub akhirnya mencapai sebuah kesadaran rohani bahwa seseorang yang tengah dihadapinya itu ternyata Allah (ay. 30). Yakub menamai tempat pergulatan itu dengan nama Pniel sebagai tanda bahwa di tempat itulah ia telah melihat wajah Allah dan ia selamat.
Sebagai seorang beriman, keberanian untuk memiliki arah hidup ke depan adalah sebuah perjalanan panjang di depan mata. Namun untuk menghadap dan melangkah ke depan, sesekali mungkin kita merasa takut oleh karena kelemahan manusiawi. Lantas bagaimana cara menghadapinya? Cara yang paling mendasar dari hidup orang beriman adalah dengan berdoa. Berdoa adalah sebuah saat di mana kita dapat mengheningkan-menemukan diri dan Tuhan. Dengan menekankan hidup doa, kita dapat belajar dari Yakub. Dari pengalaman religius Yakub kita dapat belajar untuk berdoa dan menemukan diri serta Allah dengan perjuangan yang radikal-saperti ia sampai terpelecok sendi pangkal pahanya. Melaui pengalaman itu pada akhirnya Yakub mengalami sebuah penemuan diri-jati diri yang matang sekaligus baru karena ia telah menghadapi dirinya sendiri yang diberkati oleh Allah. Pengalaman inilah yang kemudian memampukannya untuk berani melangkah ke depan.
Dengan belajar dari pengalaman Yakub, Gereja mengajarkan agar umat Allah memiliki hidup yang bernafaskan doa dalam kehidupan sehari-hari. Gereja mengharapkan agar umat Allah mampu mengarahkan segala hidupnya kepada Tuhan sehingga dengan rahmat-Nya dimampukan untuk berani melangkah ke depan. Harapan Gereja itu terangkum dalam sebuah keutamaan, yakni hidup doa!

IV. PENUTUP
Perikop ”Pergumulan Yakub dengan Allah” (Kej 32: 22-32) dengan jelas menjelaskan sebuah pengalaman hidup rohani dari salah satu tokoh penting leluhur Israel, Yakub. Dengan memberi perhatian yang lebih khusus pada setiap ayat yang merangkainya, maka dapat diketahui maksud tulisan dari si pengarang. Secara ringkas dapat dilihat bahwa perikop ini setidaknya menyajikan empat buah cerita aitiologi (cerita sebab). Di lain pihak, perikop ini menceritakan bagian dari perjalanan Yakub beserta dengan rombongannya. Rombongan besar itu berada di tepi sungai Yabok. Di tepi sungai itulah Yakub berjumpa dengan Allah dan bergulat semalam-malaman dengan-Nya. Pergulatan Yakub yang sengit itu pada akhirnya membawanya pada sebuah penemuan diri yang sejati oleh karena perjumpaan-Nya dengan Allah Israel.
”Menghadapi diri bersama Allah menuju berkat”. Saat sendirian setelah menyeberangkan segala yang dimilikinya itulah yang kemudian menjadi sebuah kesempatan emas bagi Yakub untuk memiliki kehenaingan batin: bertanya akan siapa dirinya! Ia menyadari akan kedosaan yang mengotori jiwanya –berhubung dengan kelicikannya terhadap bapa dan kakaknya- sehingga ia merasa tak pantas diri. Dalam kesendirian akan keheningan itu, Allah datang dan menemaninya dalam sebuah ”pergulatan batin” yang membawanya pada sebuah berkat, nama baru: Israel. Berkat baru yang diterimanya dari Allah secara langsung itulah yang menjadikan dirinya sebagai ”Yakub baru” yang siap untuk melangkah ke depan; sebuah berkat yang pada akhirnya tidak hanya menjadi berkat bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi seluruh keturunannya!


*   *   *   *   *

DAFTAR PUSTAKA
Bulan Kitab Suci Nasional 2009,
          2009         Yakub: Bergulat dengan Allah dan Manusia - Renungan Untuk Orang Muda                              Katolik.
Lembaga Biblika Indonesia,
          2005         Kitab Suci Katolik, Arnoldus, Ende.
Lempp,Walter,
          1974         Tafsiran: Kejadian (32: 1-36: 43)- Kej. IV/bg. 2, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Lukefahr, Oscar,
          2007         A Catholic Guide to The Bible: Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara                                Katolik, diterjemahkan oleh V. Prabowo Shakti, Obor, Jakarta.
Sanjaya, V. Indra,
          2001         Kitab Taurat: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Fakultas                         Teologi Wedabhakti, Yogyakarta.



[1] Perjanjian antara dua pihak yang tidak setaraf: yang lebih kuat bertanggung jawab menjamin keamanan,  ketentraman serta kesejahteraan yang lebih lemah; sementara dari pihak yang lebih lemah dituntut kesetiaan/loyalitas.
[2] Bdk. Walter Lempp, Tafsiran: Kejadian (32: 1-36: 43)- Kej. IV/bg. 2, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1974, 33.
[3] Bdk. Walter Lempp, Tafsiran: Kejadian (32: 1-36: 43)- Kej. IV/bg 2, 33.
[4] Sebuah cerita yang menjelaskan sebab terjadinya suatu hal (cerita-sebab).
[5] Bdk. Walter Lempp, Tafsiran: Kejadian (32: 1-36: 43)- Kej. IV/bg. 2, 33-39.
[6] Tafsiran ini dikembangkan dari Walter Lempp, Tafsiran: Kejadian (32: 1-36: 43)- Kej. IV/bg. 2, 39-50.
[7] Bulan Kitab Suci Nasional 2009, Yakub: Bergulat dengan Allah dan Manusia - Renungan Untuk               Orang Muda Katolik, 18-20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

La présence de Dieu qui accompagne toujours nos vies est un mystère. Sa présence réelle qu'Il soit là ou ici, nous ne pourrons peut-être...